"

Marak BBM Oplosan, Bagaimana Tindakan Negara?


author photo

8 Apr 2025 - 12.52 WIB



Oleh: Hafsah

Menjelang lebaran idul fitri bulan lalu, masyarakat diresahkan dengan kendaraan bermotor yang mengalami mogok setelah diisi BBM. Begitupun yang terjadi di Kota Samarinda, beberapa kendaraan  mengalami mogok massal dalam beberapa hari terakhir. Dugaan kuat menyebutkan bahwa kejadian ini terjadi setelah kendaraan-kendaraan tersebut mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Akibatnya, pemilik kendaraan terpaksa membongkar dan menguras tangki BBM mereka.

Menanggapi keluhan masyarakat, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar mengerahkan Satreskrim untuk melakukan pemeriksaan di sejumlah SPBU. Namun, hingga saat ini belum ditemukan bukti kuat bahwa BBM menjadi penyebab utama kerusakan kendaraan.
Sementara ini, belum ada temuan yang signifikan," ujar Hendri saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (27/3).

Dikonfirmasi terpisah, Plt. Kepala Puskesmas Sambutan, drg. Nadia Tri Handayani Kuncoro, membenarkan bahwa ambulans puskesmas mengalami kerusakan yang diduga akibat BBM jenis Pertamax.

Menurutnya, pada Senin (24/3) sekitar pukul 13.00 Wita, mobil ambulans puskesmas mengisi BBM Pertamax sebanyak 20 liter di SPBU Jalan Pelita II, Kecamatan Sambutan, Saamarinda.
https://kaltimpost.jawapos.com/utama/2385826135/polresta-dan-wali-kota-sama-sama-selidiki-bbm-pertamax-yang-diduga-tercemar-akibatnya-kendaraan-rusak-parah

Tata Kelola BBM Ala Kapitalis

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan praktik pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) terjadi di fasilitas penyimpanan Pertamina pada periode 2018-2023. 

Dugaan npgoplosan ini merupakan bagian dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). 
Kejagung telah menetapkan empat petinggi PT Pertamina (Persero) sebagai tersangka dalam kasus ini. Kerugian keuangan negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp 197,3 triliun. 
Walau Pertamina menyatakan bahwa isu oplosan tidak benar dan bahwa BBM yang didistribusikan saat ini dalam kondisi yang baik dan memenuhi standar namun kerugian dialami oleh banyak masyarakat. 

Tak hanya minyak oplosan yang santer diberita, bensin pertamax tak luput dioplos. Hal tersebut tentu saja merugikan konsumen karena merusak sistem kendaraan bermotor. Hal serupa juga terjadi di kota Bontang yang menyebabkan beberapa kendaraan mogok dan harus diservice di bengkel.

Kasus bensin oplosan tentu meresahkan masyarakat, apalagi dibulan ramadhan dimana mobilitas masyarakat cukup meningkat. Tak ayal kecurangan ini membuat masyarakat ekstra mengeluarkan uang untuk mengatasi masalah yang terjadi dan itu bukanlah solusi. Ramadhan sejatinya menjadi momen untuk meningkatkan ketakwaan malah berubah ajang meraih keuntungan dengan kecurangan. Bulan suci tak membuat para pencari cuan mengubah tabiat untuk menghasilkan keuntungan. Penduduk mayoritas muslim tak menjamin masyarakatnya bersikap islami akibat gempuran sekularisme kapitalisme yang membuat masyarakat meninggalkan aturan agamanya. Jiwa kapitalis dominan menguasai para pengusaha tanpa memikirkan imbas kecurangannya.

Sejauh ini pemerintah setempat baru akan menyelidiki kasus yang terjadi setelah mendapatkan laporan dari masyarakat. Artinya selama ini tidak ada tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kecurangan. Masyarakat dibiarkan mengatasi permasalahan tanpa ada tindakan pencegahan sebelumnya. Lalu siapa yang akan menjamin semua barang kebutuhan tidak dioplos? 

Ketakwaan Meminimalisir Kecurangan

Islam sebagai ideologi mempunyai seperangkat aturan agar  terhindar dari kecurangan yang menyebabkan kerugian masyarakat. Negara menjamin ketakwaan individu dengan pendidikan yang berbasis Islam mulai dari keluarga hingga keranah institusi pendidikan yang melahirkan insan yang bertakwa.

Untuk mendukung ketakwaan individu dibutuhkan kontrol dari masyarakat dengan amar ma'ruf yakni seruan untuk mengajak taat kepada Allah Swt jika individu lalai. Nahi mungkar diamalkan untuk mencegah undividu melakukan kemaksiatan hingga tercipta masyarakat yang islami.

Untuk mempertahankan ketakwaan masyarakat maka negara sebagai pemegang kekuasan akan menutup pintu maksiat dengan menyiapkan seperangkat sanksi bila terjadi pelanggaran. Sehingga sinergi ketakwaan antara individu dan masyarakat tetap terjaga.

Jika terjadi tindak kecurangan atau penyimpangan yang merugikan masyarakat, maka negara mengenakan sanksi tegas bagi pelaku dengan ta'zir. Ta'zir diberlakukan sesuai kadar kerugian yang ditimbulkan. Tujuan sanksi tersebut agar pelaku tidak mengulang kesalahan yang sama apapun motifnya. Sanksi ta'zir, selain membuat efek jera (jawabir) juga sebagai penebus dosa (jawazir). Perangkat aturan dan sanksi jelas menjauhkan masyarakat dari sifat kecurangan dan maksiat.

Ketiadaan aturan Ilahi dalam kehidupan manusia berpeluang menimbulkan kemaksiatan. Negara tidak ikut campur dalam ranah agama sebab landasan negara berdasar sekularisme. Salah satu penyebab adalah ketiadaan pemimpin yang mengatur urusan umat berdasar akidah Islam. Lihatlah berita di media bagaimana aparat melakukan sweeping menertibkan hotel dan penginapan yang dihuni oleh pasangan tidak resmi, begal karena himpitan ekonomi, pembunuhan dan pemerkosaan dan lainnya. Semua terjadi karena tidak ada tidak ada tindakan pencegahan sebelumnya.

Seolah semua yang terjadi adalah kesalahan individu semata, padahal biang masalahnya adalah sistem penerintahan yang berbasis sekuler yang menafikkan peran agama dalam kehidupan sehari-hari. Ramadhan hanya terasa di masjid-masjid saja saat melakukan ibadah hingga tempat berburu takjil. Diluar itu, maksiat tetap berjalan tanpa ada kendali. 

Peran negara sangat penting dalam mengatur urusan hidup umat karena negara punya perangkat aturan dan sanksi. 
Sabda Rasulullah Saw, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

Dalam Sistem pemerintahan Islam tidak akan terjadi pengoplosan. Tata kelola harta kepemilikan umat yakni SDA termasuk bahan bakar minyak murni dikelola oleh pemerintah. Cara pandang dan riayah terhadap rakyat membuat pemangku jabatan justru takut bila rakyat mengalami kesulitan. Maka pemerintah berkewajiban mengurus hajat hidup rakyat karena ketakwaan semata tanpa terbersit untuk mengambil keuntungan.

Maka perkara apapun, baik individu maupun masyarakat adalah tanggung jawab negara yang berperan penting  menjaga akidah, darah, harta, kehormatan, nyawa, termasuk kesejahteraan masyarakat sebagai bentuk periayahan.  

Wallahu a'lam bisshowab
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT