Duka di Alue Bili Rayeuk: Nyawa Balita Melayang, Tangis atas Layanan Publik Yang Terbengkalai


author photo

29 Mei 2025 - 21.00 WIB



ACEH UTARA, 29 Mei 2025 — Duka mendalam menyelimuti Gampong Alue Bili Rayeuk, Kecamatan Baktiya, Kabupaten Aceh Utara. Seorang balita, Muhammad Ishak (6), tewas terpanggang dalam kebakaran rumah semi permanen milik orang tuanya di Dusun Tengoh pada Kamis (29/5/2025) sekitar pukul 11.30 WIB. Kebakaran diduga akibat korsleting listrik. Namun, yang lebih menyayat hati adalah dugaan kelalaian fatal dari unit pemadam kebakaran yang gagal bertindak cepat.

Kronologi Tragis dan Respons yang Terlambat

Kapolres Aceh Utara, AKBP Nanang Indra Bakti, S.H., S.I.K., menyebut kebakaran terjadi saat Mansur (43), ayah korban, keluar rumah untuk membeli jajanan. Saat itu diduga terjadi korsleting yang langsung melalap rumah. Sementara sang ibu, Aminah (34), sedang berada di rumah orang tuanya. Saat Mansur kembali, rumahnya sudah dalam kobaran api.

“Api sangat cepat membakar rumah. Anak dari Mansur masih di dalam dan tak sempat diselamatkan karena kobaran api sudah besar,” ujar Kapolres Nanang.

Warga berusaha memadamkan api dengan alat seadanya sebelum petugas pemadam tiba. Api berhasil dipadamkan pukul 12.05 WIB. Kerugian material ditaksir mencapai Rp100 juta. Tim identifikasi masih menyelidiki penyebab pasti, meski indikasi awal mengarah pada korsleting listrik.

Kapolres mengimbau masyarakat lebih waspada terhadap potensi kebakaran, termasuk mematikan aliran listrik yang tidak digunakan dan tidak meninggalkan anak sendirian di rumah.

Namun, tragedi ini bukan sekadar soal kehilangan seorang anak, melainkan cerminan getir atas gagalnya layanan publik yang seharusnya hadir pada saat paling menentukan.

Respons Pemadam Terlambat, Bupati Murka

Saat api mulai membesar, Ishak sedang dirumah yang tragisnya menjadi yang terakhir. Warga berupaya keras menyelamatkan korban dan memadamkan api, namun yang paling memukul adalah keterlambatan respons dari unit pemadam kebakaran. Padahal, pos mereka hanya berjarak sekitar 150 meter dari lokasi kejadian.

Abubakar, salah seorang warga, mengungkapkan bahwa masyarakat dua kali mendatangi pos damkar. Jawaban yang diterima sungguh mengecewakan: “Mobil pemadam tidak bisa digerakkan karena sopir tidak ada.”

Geuchik Alue Bili Rayeuk, Armanto, menahan tangis saat menyampaikan bahwa warga akhirnya harus memadamkan api dengan alat seadanya.

Bupati Aceh Utara, H. Ismail A. Jalil (Ayah Wa), langsung turun ke lokasi usai salat jenazah korban. langsung ke pos damkar, ia hanya mendapati dua dari delapan petugas yang hadir, sementara sopir sedang pergi membeli nasi.

“Kerja di sini bukan untuk main-main,” tegas Ayah Wa. “Kalian sudah tujuh tahun bekerja, tapi tidak siap siaga saat kondisi genting seperti ini.”

Kemarahan Bupati bukan hanya bentuk teguran, melainkan kritik keras atas rendahnya disiplin dan kesadaran tanggung jawab dalam layanan darurat. Ia juga menyoroti ketidakefektifan sosialisasi nomor darurat yang tidak berarti jika petugasnya abai.

Desakan Pencopotan Kalaksa BPBD

Kepala Pelaksana BPBD Aceh Utara, Asnawi, membenarkan bahwa beberapa petugas memang tidak ada di pos saat kejadian karena membeli makanan. Ia menyatakan, berdasarkan inspeksi mendadak Bupati, hanya empat dari delapan petugas yang hadir, dan sisanya absen tanpa alasan jelas.

“Kalau Pak Bupati suruh pecat, kita pecat. Suruh ganti, kita ganti. Disuruh roker, kita roker. Intinya kami akan laksanakan sesuai perintah atasan,” kata Asnawi.

Tragedi ini memantik gelombang desakan agar Kalaksa BPBD dicopot. Wakil Ketua Komisi IV DPRK Aceh Utara, Muhammad Rizal (PKB), menyampaikan kritik keras terhadap kinerja BPBD.

“Pos damkar ada di Baktiya, tapi tidak bisa bergerak karena tak ada sopir. Ini kelalaian serius yang menelan korban jiwa,” ujar Rizal.

Ia menilai lemahnya manajemen dan minimnya pengawasan sebagai penyebab buruknya respons darurat. Rizal juga menyoroti ketidakhadiran Kalaksa dalam rapat-rapat bersama Komisi IV DPRK sebagai bentuk ketidaksungguhan dalam menjalankan tugas.

Menurut Rizal, persoalan di tubuh BPBD sangat kompleks dari minimnya perhatian kepada petugas, armada yang tak terawat, hingga persoalan logistik seperti konsumsi petugas yang tak jelas alokasinya. Ia menegaskan bahwa Komisi IV akan segera menyurati Bupati untuk meminta pencopotan Kalaksa.

“Kami tidak ingin tragedi ini terulang. Ini bukan saatnya berkompromi. BPBD harus dibenahi total, dan pimpinannya harus diganti,” tegasnya.

Apresiasi kepada Bupati, Harapan untuk Perubahan

Di sisi lain, Rizal mengapresiasi langkah cepat Bupati Ayah Wa yang langsung turun ke lapangan dan meninjau pos damkar.

“Inilah pemimpin yang kami harapkan cepat, tanggap, dan hadir saat rakyat butuh. Layak diapresiasi,” ujarnya.

Kepergian Muhammad Ishak menjadi pengingat pahit akan pentingnya kesiapsiagaan dan manajemen risiko dalam layanan publik. Masyarakat Aceh Utara kini menuntut lebih dari sekadar janji: mereka menuntut investigasi menyeluruh, pertanggungjawaban tegas, dan reformasi total layanan pemadam kebakaran.

Tragedi ini seharusnya tidak terjadi. Namun, jika menjadi titik balik perbaikan, biarlah Muhammad Ishak menjadi korban terakhir dari kelambanan layanan yang seharusnya menyelamatkan.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT