Oleh: Indah Sari, S.Pd (Aktivis Dakwah Kampus)
Perang genosida yang dilancarkan Israel sejak Oktober 2023 makin masif dan mematikan. Nasib Palestina kian hari mengenaskan dan seluruh penderitaan telah dirasakan termasuk menjadikan kelaparan sebagai alat mematikan bagi penduduk Palestina.
Pejabat Hamas, Basem Naim telah mengaku mendapatkan perjanjian gencatan senjata oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff bahwa dua hari setelah sandera Edan Alexander dilepas, AS akan mewajibkan Israel untuk membuka blokade bantuan kemanusiaan masuk Gaza.
Namun, sayangnya tabiat yang sudah mendarah daging dalam tubuh penjajah tidak akan pernah benar-benar memenuhi janji melainkan hanya pengecut. Tidak ada pemenuhan atas janji tersebut dan Trump melanggar kesepakatan. Trump secara singkat mengomentari perang Gaza untuk 76 hari, Israel telah mencegah semua makanan, obat, air bersih, dan bahan bakar masuk Gaza. Blokade itu telah mengakibatkan mayoritas warga Gaza dalam kondisi kelaparan.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 146 orang tewas hanya pada Sabtu (17/5/2025), menjadikan gelombang serangan terbaru ini salah satu yang paling mematikan sejak runtuhnya gencatan senjata pada Maret. Jumlah korban luka mencapai 459 orang, dan ratusan lainnya diyakini masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan. (CNBC Indonesia, 18/05/2025)
Serangan militer ini merupakan bagian dari operasi baru Israel yang dinamai "Operation Gideon's Chariots", yang bertujuan merebut lebih banyak wilayah di Gaza. Operasi tersebut diumumkan usai kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Timur Tengah awal pekan ini.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengonfirmasi bahwa negosiasi untuk pembebasan sandera Israel juga telah dimulai di Doha, Qatar. tetapi Israel tidak memberikan konsesi berupa gencatan senjata atau pelonggaran blokade sebagai syarat awal.
Meskipun begitu, Israel mengeklaim bahwa bantuan pangan yang dikirim selama 6 minggu gencatan senjata awal tahun ini cukup untuk mencegah kelaparan, dan menuduh Hamas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penderitaan warga sipil karena "beroperasi di tengah masyarakat" dan "menyalahgunakan bantuan", tuduhan yang dibantah oleh Hamas.
Akibat krisis kelaparan yang terjadi di Palestina hanya dapur komunitas yang menjadi sumber kebutuhan setelah semua fasilitas dihancurkan Israel. Program Pangan Dunia PBB (WFP/World Food Programme) mengatakan bahwa stok bahan makanan menipis. Pasca pengeboman hingga hari ini pabrik roti masih tetap beroperasi, sedangkan dapur umum lainnya mulai kehabisan bahan makanan.
Inilah penderitaan yang dirasakan umat muslim di Palestina dikala penguasa muslim tidak berdaya dalam mencegah genosida yang terjadi. Mereka terus melakukan pertemuan dan kunjungan dengan upaya gencatan senjata, namun tidak membuah hasil akibat tekanan yang diberikan Trump.
Ketidakberdayaan Kaum Muslim Menghentikan Genosida
Kelaparan di Palestina memang menjadi kebutuhan yang mendesak. Namun, memenuhi kebutuhan perut sifatnya hanya sementara. Hal yang paling urgen untuk dituntaskan yakni menghentikan pembantaian yang terjadi di Palestina.
Berbagai solusi ditawarkan tidak mampu mengubah keadaan di Palestina. Mulai dari kecaman, ancaman, seruan, pengiriman bantuan, boikot, hingga kunjungan pemimpin negeri-negeri muslim untuk membahas persoalan di Palestina tidak membuahkan hasil.
Bagaimana seharusnya penguasa muslim memandang persoalan ini? Jika tindakan yang dilakukan hanya sebatas penawaran solusi dua negara (two-state nation). Maka pandangannya hanya membutuhkan perdamaian, bukan melakukan perlawanan dengan mengirimkan pasukan militer untuk mengusir Zionis Israel.
Bahkan sejak lama telah dilakukan solidaritas Internasional dari berbagai pihak dan berbagai negara untuk menyuarakan dan memberi dukungan pembebasan atas tanah Palestina pun tidak diperdulikan. Aksi kemanusiaan dari beberapa negara Barat seperti Prancis, Inggris, Australia, Kanada, dan Mexico hingga forum Internasional belum memberikan pengaruh yang besar terhadap penghentian genosida di Palestina.
Disisi lain upaya bantuan kemanusiaan berupa kebutuhan primer dari berbagai negara juga diblokade oleh Zionis Israel. Mereka menghancurkan dapur-dapur darurat yang didirikan, memutus saluran air dan tidak membiarkan satu orang pun merasakan upaya bertahan hidup walau hanya setetes air.
Trump juga sempat melakukan pembekuan pendanaan Harvard senilai US$2 miliar. Ini bermula dari aksi mahasiswa dalam menyuarakan pembelaan atas Palestina. Akibatnya Trump menggunakan kekuasaannya untuk mengendalikan komunitas di Harvard. Aktivis dakwah Amerika, Haitham Ibn Thbait, mengungkapkan upaya membungkam suara kritis dari mahasiswa akan dikriminalisasi, diancam akan dikeluarkan, dan bahkan dideportasi jika mereka adalah warga negara asing.
Di Indonesia sendiri berbagai upaya yang sama telah dilakukan. Sejak putusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 83 Tahun 2023 pada 8 November 2023 silam terkait pomboikotan dan haram bertransaksi atas produk yang terafiliasi Israel juga belum mampu menghentikan pembantaian kaum muslim di Palestina.
Ternyata semua upaya yang dilakukan bukanlah solusi tuntas atas Palestina. Tidak akan pernah ada perdamaian bagi mereka yang lemah, justru mereka akan terus tertindas dan berjuang menghadapi musuh sendirian. Mereka tidak berdaya karena dunia masih berada dalam kendali penguasa negara adidaya.
Maka saatnya menumbuhkan kesadaran dengan menghilangkan segala bentuk penjajahan (imperialisme). Hal tersebut tidak terpisahkan dari ideologi kapitalisme, maka menghancurkan imperialisme hanya bisa dilakukan dengan meninggalkan kapitalisme.
Ideologi kapitalisme telah menjadikan negeri-negeri muslim tersekat antar batas teritorial. Sehingga menumbuhkan sikap nasionalis membatasi kaum muslim dengan rasa cinta hanya terhadap negerinya sendiri.
Solusi Tuntas Genosida di Palestina
Kaum muslim memiliki kewajiban untuk membebaskan tanah Palestina. Satu-satunya solusi tuntas yakni dengan jihad dan khilafah. Adanya kekuatan negara dan militer mampu menundukkan musuh-musuh negara Islam. Terjaminnya kesejahteraan dan keselamatan karena setiap jiwa dalam naungan khilafah adalah tanggung jawab negara.
Hanya saja jihad tidak dapat diterapkan, baik secara individu maupun negara yang bukan berasal dari negara yang menerapkan hukum Islam. Maka hal yang paling pertama harus dilakukan adalah menerapkan hukum-hukum Islam dalam bingkai negara yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Oleh karena itu harus ada perjuangan untuk menegakkannya kembali. Perjuangan ini dimulai dengan proses dakwah melalui partai ideologis yang konsisten memperjuangkan Islam secara kaffah.
Partai ideologis akan beriringan dengan masyarakat melalui pemikiran, perasaan dan terikat dengan peraturan yang sama. Ini merupakan aktivitas pokok dan penting bagi pergerakan politik Islam, menjadikan ideologi Islam sebagai pengikat anggotanya, sekaligus terus menyebarkan ideologi Islam ke tengah masyarakat.
Apabila masyarakat Islam terbentuk maka keinginan untuk mengembalikan Islam dalam bingkai negara pasti akan diperjuangkan. Bersatunya kaum muslim akan mengusir pihak penjajah yang telah merampas tanah dan membunuh secara keji dan brutal sebagaimana terjadi di Palestina. Sebab bukan hanya merampas, bahkan mengambil manfaat dari tanah penduduk Palestina.
Tanah Palestina adalah tanah milik kaum muslim, milik kita semua, bukan hanya milik rakyat Palestina. Kaum muslim harus turut andil dalam pembebasan Palestina. Sikap nasionalis harus dimusnahkan dan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap kaum muslim dimanapun mereka berada.
Wallahualam bissawab