Aceh Utara — Ironi menyelimuti distribusi bantuan pascabencana di Kecamatan Nibong. PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), yang sebelumnya mendapat sorotan usai bantuannya dilempar balik warga, akhirnya buka suara melalui Agus Salim, Acting Relation Manager PGE. Namun alih-alih refleksi dan perbaikan, yang disampaikan justru narasi normatif: komitmen pengembangan masyarakat dan kepedulian terhadap bencana, Selasa (15 Juli 2025).
Dalam pernyataan resminya, PGE mengklaim telah menyalurkan bantuan tanggap darurat kepada korban angin kencang di Kecamatan Nibong. Paket bantuan tersebut disebut terdiri dari 30 sak beras, 15 kilogram minyak goreng, 15 kotak air mineral, 20 kotak mie instan, dan 15 papan telur ayam. Bantuan diserahkan melalui Kantor Camat dan diterima langsung oleh Camat setempat disaksikan Muspika dan forum geuchik.
Baca juga: http://www.radaraceh.id/2025/07/bantuan-malu-maluin-warga-nibong-lempar.html
Namun publik bertanya: jika bantuan sudah diterima secara resmi dan sesuai prosedur, mengapa kemudian terjadi penolakan hingga aksi simbolik melempar balik bantuan? Di sinilah letak keganjilan yang tak dijawab tuntas oleh PGE. Tidak ada klarifikasi soal dugaan warga kecewa atas bentuk, jumlah, atau mekanisme penyaluran yang dianggap tidak berpihak.
PGE, dalam narasinya, turut menyebut bahwa pihak kecamatan juga telah menerima bantuan serupa dari Dinas Sosial dan instansi lainnya. Apakah ini bentuk kolaborasi atau sekadar cara mengaburkan ketimpangan kontribusi?
Fakta bahwa masyarakat memilih mengembalikan bantuan seharusnya jadi alarm keras, bukan ditanggapi dengan retorika standar. Sebab di tengah bencana, bantuan bukan soal seremonial serah terima, tapi kepekaan, komunikasi yang terbuka, dan respons yang membumi dengan kebutuhan nyata.(A1)