UNICEF mencatat 48% anak Indonesia mengalami cyberbullying dan 50% terpapar konten dewasa. Data tersebut membuktikan bahwa banyak anak dan remaja saat ini terpapar konten pornografi, bullying, dan gaya hidup liberal melalui gawai mereka sendiri. Kebiasaan men-scroll media sosial membuat mental mereka rapuh dan rentan. Akibatnya, sebagian mendzalimi diri sendiri, bahkan memilih bunuh diri ketika menghadapi masalah hidup yang mereka anggap tidak ada solusinya. Ironisnya, masalah tersebut sering kali hanya dipicu oleh pengaruh media sosial.
Ruang digital yang menjadi wujud kemajuan teknologi, khususnya media sosial, bukanlah akar masalah yang menimpa anak dan remaja. Media sosial hanya mempertebal emosi dan perasaan mereka dalam menyikapi berbagai hal yang dilihat, sehingga sulit mengendalikan dorongan naluri (gharizah). Penyebab utama justru terletak pada penerapan sistem sekularisme-kapitalisme yang menjadi akar persoalan anak dari berbagai sisi.
Lebih dari 596 ribu konten pornografi ditangani pemerintah. PP Tunas diterbitkan untuk melindungi anak melalui verifikasi usia, kontrol orang tua, dan fitur aman. Berbagai aplikasi dan aturan pembatasan akses media sosial tersebut hanyalah solusi pragmatis. Langkah ini tidak menyentuh akar masalah karena hanya berfokus pada aspek media, bukan solusi yang komprehensif.
Secara kodrat, perilaku manusia dipengaruhi oleh pemahamannya, bukan oleh media sosial. Media sosial hanyalah produk perkembangan IPTEK, bukan hasil dari budaya agama, meskipun dapat dipengaruhi oleh ideologi yang melingkupinya. Oleh karena itu, negara harus membangun benteng keimanan yang kokoh melalui sistem pendidikan agar generasi mampu bersikap sesuai kepribadian Islam (syaksiyah islamiyah). Negara juga wajib menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Dalam sistem Khilafah, syariat Islam diterapkan di seluruh aspek kehidupan sehingga tercipta kondisi ideal untuk membentuk generasi yang taat dan tangguh.
Diperlukan peran seluruh generasi untuk berdakwah, memahamkan umat bahwa penerapan Islam secara kaffah (sesuai QS. Al-Baqarah: 208) adalah kewajiban. Bersama-sama, umat harus memperjuangkan tegaknya syariat Islam.