GENERASI ERA DIGITAL, MAMPUKAH DILINDUNGI?


author photo

12 Des 2025 - 18.07 WIB



Oleh: Virgandhi Youfridha Putri, S.Pd
Fakta mengejutkan bahwa banyak generasi muda Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan mental akibat screen time yang berlebihan. Hal tersebut menjadikan Indonesia pencetak rekor dunia di mana warganya kecanduan gadget akut. 

CNBC Indonesia, laporan Digital 2025 Global Overview mencatat sebanyak 98,7% penduduk Indonesia berusia 16 tahun ke atas menggunakan ponsel untuk online, melampaui Filipina dan Afrika Selatan yang mencatat 98,5%. Soal durasi, orang Indonesia menghabiskan rata-rata 4 jam 38 menit per hari berselancar lewat ponsel, melampaui rata-rata global 3 jam 46 menit. Sementara penggunaan komputer hanya 2 jam 43 menit, sedikit lebih rendah dari rata-rata global 2 jam 52 menit. 

Di Indonesia tidak ada pembatasan usia untuk menggunakan medsos. Dari CNN Indonesia, berikut merupakan negara-negara yang melarang anak di bawah usia bermain media sosial; Malaysia, Australia, Selandia Baru, Belanda, Norwegia, Inggris, dan Belgia. Padahal, penggunaan gadget berlebihan berdampak pada terjadinya digital dementia, kemalasan berpikir, kesepian, dan lain-lain. 

Selain Medsos, AI juga terbukti berbahaya bagi kesehatan mental. (Kumparan Tech) Pada tahun 2020 ilmuwan Meta menjalankan sebuah proyek dengan nama sandi "Project Mercury". Bekerja sama dengan firma survei Nielsen, mereka ingin mengukur efek dari menonaktifkan akun Facebook. Dokumen internal mencatat orang-orang yang berhenti menggunakan Facebook selama seminggu justru melaporkan kondisi mental yang lebih baik. Mereka merasakan penurunan tingkat depresi, kecemasan, kesepian, dan berkurangnya kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. 

Meta, Google, TikTok dan Snapchat, saat ini tengah menghadapi gugatan yang diajukan firma hukum Motley Rice di AS. Mereka menilai platform media sosial itu secara sengaja menyembunyikan risiko produk dari pengguna, orang tua, dan guru. 

Media digital dalam sistem kapitalisme menjadi alat yang merusak generasi muda secara mental. Terlihat dari banyaknya pengguna Facebook banyak beramai-ramai untuk mengaktifkan FB Pro, bahkan dari pengalaman saya yang dulu sempat mengaktifkan mode Pro dan berhenti, saat ini tanpa mengaktifkan pun sudah langsung berpindah ke mode Pro ketika kita memang sering posting tanpa disengaja, misal bagi penjual online. 

Dalam kapitalisme, demi keuntungan perusahaan digital, masalah mental generasi diabaikan. Celakanya generasi saat ini juga ingin merasakan keuntungan yang sama tanpa menyadari mereka harus dipaksa membuat konten setiap hari supaya target terpenuhi. Namun, tidak semua konten yang ditampilkan itu baik. Demi mengejar target mereka membuat konten asal yang pada akhirnya banyak merusak mental mereka sendiri juga orang lain. Pun tidak ada sanksi yang membuat mereka jera ketika ada konten atau tayangan Televisi yang buruk.

"Kebebasan” inilah yang mereka dapatkan. Indonesia hanya dijadikan pasar bagi platform digital tersebut. Negara tidak tegas terhadap perusahaan digital dan tidak memiliki komitmen untuk melindungi generasi muda, calon pemimpin masa depan. Karena dari digital inilah Negara juga mendapatkan keuntungan. Tidak termasuk target atau visi misi negara untuk menghentikannya demi generasi masa depan.
Membekali remaja muslim dengan literasi media bukanlah tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama. Orang tua memegang peran fundamental sebagai pendidik pertama dan utama. Mereka perlu menjadi teladan dalam bermedia digital, aktif berkomunikasi dengan anak tentang penggunaan internet, serta membimbing mereka untuk memilih konten yang positif dan edukatif. Sekolah juga memiliki peran krusial melalui kurikulum yang mengintegrasikan literasi media, workshop, dan diskusi interaktif. 

Oleh sebab itu, Islam menawarkan solusi komprehensif yang berbeda. Dalam Islam, negara harus membangun benteng keimanan yang kokoh. Sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah Saw dalam membangun generasi ketika masa dakwah di Makkah.
Khilafah memiliki visi misi mewujudkan generasi terbaik sekaligus pemimpin peradaban sehingga berkomitmen kuat terhadap kualitas generasi muda. Negara melakukan langkah preventif untuk membentengi generasi muda dari pengaruh media digital, yaitu menerapkan sistem pendidikan Islam, optimalisasi peran orang tua sebagai madrasah ula, dan sinergi masyarakat untuk amar makruf nahi mungkar. Negara juga melakukan langkah khusus, yaitu mengawasi konten media (hanya boleh yang sesuai Islam) dan memberi sanksi bagi yang mem-posting tayangan yang tidak islami.

Selanjutnya membatasi medsos, tidak semua medsos boleh ada dalam khilafah. Selain itu, membatasi usia generasi yang boleh mengakses medsos serta mengatur penggunaan AI agar tidak berdampak buruk pada generasi. 
Maka dari itu, seluruh generasi harus mempelajari Islam secara intensif dalam dunia nyata agar terbangun pemahaman Islam yang benar, tertancap identitas Islam yang kokoh dan terpancar syakhsiyah Islam yang kuat. Generasi harus terjun, terlibat langsung dalam dakwah amar makruf nahi munkar, dalam perjuangan menyadarkan umat akan urgensi melanjutkan kembali kehidupan yang berlandaskan syariat.
Bagikan:
KOMENTAR