Setiap zaman melahirkan generasinya sendiri. Namun sejarah menunjukkan bahwa perubahan besar dalam peradaban manusia justru selalu lahir dari generasi yang memiliki visi, keyakinan yang kokoh, serta komitmen moral yang tinggi. Islam sendiri pernah melahirkan generasi terbaik dalam sejarah umat manusia, sebagaimana generasi para sahabat yang mampu mengubah wajah dunia hanya dalam beberapa dekade. Mereka bukan sekadar penganut agama, tetapi pengemban risalah yang menyatukan akidah, ibadah, akhlak, serta sistem kehidupan dalam satu kesatuan yang utuh (kaffah).
Di era modern, umat Islam kembali membutuhkan generasi seperti itu: generasi muslim pelopor perubahan yang memikul tugas mulia meneruskan risalah Nabi Muhammad ﷺ, bukan hanya dalam aspek individu tetapi juga dalam tatanan masyarakat dan peradaban.
Kondisi umat Islam hari Ini berada dalam keterbelahan identitas dan krisis peradaban
Hari ini, umat Islam berjumlah lebih dari 1,9 miliar jiwa, tersebar di seluruh dunia dan berada pada posisi strategis baik secara geografis, demografis, maupun sumber daya alam. Namun ironisnya, realitas menunjukkan umat Islam menjadi bagian dari populasi yang paling lemah secara politik, ekonomi, dan teknologi.
Peradaban Barat menjadi dominan, sementara identitas Islam sering kali tereduksi hanya pada ritual privat. Ini sesuai gambaran Rasulullah ﷺ:
"Hampir-hampir bangsa-bangsa akan berebut menyerang kalian sebagaimana orang-orang makan berebut di piringnya.”
(HR. Abu Dawud)
Fakta ini mencerminkan lemahnya daya tawar umat Islam di tengah percaturan global.
Selain itu, terjadi penyempitan makna Islam. Banyak muslim memahami Islam sebatas ibadah personal—shalat, puasa, sedekah—tanpa mengaitkannya dengan sistem kehidupan seperti politik, ekonomi, hukum, dan pemerintahan. Padahal Allah memerintahkan:
"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah).”
(QS. Al-Baqarah: 208)
Ketika Islam dipersempit, maka muncul generasi yang baik secara individual tetapi tak mampu menjadi lokomotif perubahan sosial.
Globalisasi nilai tanpa filter membuat banyak pemuda kehilangan arah. Hedonisme, liberalisme, dan materialisme menjadi standar baru. Padahal pemuda seharusnya berada di garda terdepan perubahan, bukan menjadi korban arus global.
Pertanyaanya, mengapa umat Islam sulit menjadi pelopor perubahan? Padahal secara statistik, jalan dan keteladanan sudah sangat jelas.
Setidaknya dikembalikan pada beberapa hal:
Pertama, Hilangnya Kesadaran sebagai Pengemban Dakwah
Rasulullah ﷺ mendapat tugas menyampaikan risalah
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.”
(QS. Al-Ma'idah: 67)
Tugas ini kemudian diwariskan kepada umat Islam
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.”
(QS. Ali Imran: 110)
Namun banyak muslim hari ini kehilangan makna dakwah yang sebenarnya: tidak hanya seruan moral, tapi juga perubahan sistemik yang mengarah pada tegaknya keadilan Islam.
Kedua, Ketergantungan pada Sistem Barat Sekuler
Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan. Hukum, ekonomi, pendidikan, hingga politik dirancang tanpa nilai wahyu. Ini membuat umat Islam terjebak dalam sistem yang tidak lahir dari akidahnya sendiri.
Selama umat Islam masih memakai sistem produk pemikiran Barat, mustahil muncul generasi pelopor perubahan yang berlandaskan nilai Islam secara total.
Ketiga, Lemahnya Pemikiran Islam Kaffah
Banyak generasi muslim tidak mengenal konsep syakhshiyyah Islamiyyah (kepribadian Islam) yang meliputi: pola pikir Islam (aqliyyah Islamiyyah) dan pola jiwa Islam (nafsiyyah Islamiyyah).
Akibatnya, pemikiran mereka bercampur antara Islam dan ideologi asing, sehingga tidak memiliki kekuatan untuk membangun perubahan.
Tentu, untuk menjadi pengemban risalah Nabi, generasi muslim perlu membangun karakter yang pernah dimiliki generasi sahabat.
1. Akidah yang Kokoh sebagai Dasar Gerak
Sahabat Rasul memulai segala aktivitas dari keimanan yang benar. Akidah bukan sekadar keyakinan, tapi motor penggerak yang mendorong mereka menghadapi tantangan besar.
Allah menegaskan:
"Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang yang ketika disebut nama Allah bergetar hati mereka...”
(QS. Al-Anfal: 2)
2. Kefasihan dalam Pemikiran Islam
Generasi pelopor perubahan harus memahami: syariat Islam, sejarah Islam, sistem pemerintahan Islam, ekonomi, politik, dan peradaban Islam.
Hanya dengan pemahaman mendalam mereka mampu mengkritisi sistem rusak dan menawarkan solusi Islam.
3. Keberanian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Ini adalah tugas utama pengemban risalah:
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia ubah dengan tangannya...”
(HR. Muslim)
Keberanian menyampaikan kebenaran menjadi ciri generasi yang siap memimpin perubahan.
4. Komitmen kepada Perjuangan Sistemik
Sahabat tidak hanya memperbaiki akhlak pribadi, tetapi juga berjuang menegakkan sistem kehidupan Islam melalui dakwah Nabi yang terorganisir.
Generasi hari ini pun harus memiliki visi sistemik, bukan hanya perbaikan individual.
Saatnya Melahirkan Generasi Muslim Pelopor Perubahan
1. Mengembalikan Peran Islam secara Kaffah dalam Kehidupan
Islam harus menjadi standar dalam seluruh aspek kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, negara.
Tanpa implementasi Islam secara total, perubahan yang lahir hanya bersifat parsial dan tidak berkelanjutan.
2. Membangun Pendidikan Islam yang Melahirkan Kepribadian Islam
Pendidikan harus membentuk akidah yang kokoh, pemikiran Islam mendalam, karakter dakwah, kemampuan kepemimpinan.
Sistem pendidikan modern yang sekuler sering kali memisahkan ilmu dari nilai wahyu, sehingga perlu diintegrasikan kembali.
3. Menghidupkan Aktivitas Dakwah Terorganisir
Perubahan besar tidak pernah lahir dari individu sendirian. Ia butuh jamaah dakwah yang terikat visi Islam kaffah, bekerja sistematis, memiliki metode dakwah yang dicontohkan Nabi: tatsqif, tafa’ul, dan tathbiq.
Ini bukan sekadar aktivitas seremonial, tapi kerja intelektual dan politik untuk membangun masyarakat Islami.
4. Menegakkan Sistem Kehidupan Islam yang Melindungi dan Membina Generasi
Sistem Islam (syariat dan khilafah) memiliki mekanisme pendidikan yang berorientasi ketakwaan, ekonomi berkeadilan tanpa riba, sosial yang menjaga keluarga dan moral, politik yang berfungsi sebagai pengurus urusan rakyat berdasarkan wahyu.
Inilah puncak implementasi Islam kaffah yang akan melahirkan generasi pelopor perubahan secara berkelanjutan.
Generasi muslim pelopor perubahan bukanlah impian utopis. Ia pernah ada, dan dapat lahir kembali ketika umat memahami bahwa tugas mereka bukan hanya menjadi muslim secara ritual, tetapi pengemban risalah Nabi yang membawa Islam ke tengah kehidupan secara menyeluruh.
Umat Islam memiliki potensi besar. Yang dibutuhkan adalah generasi yang berani bangkit—generasi yang tidak hanya ingin menjadi baik, tetapi ingin menghadirkan peradaban Islam yang kembali menerangi dunia.