Lelaki Gemulai: Trend atau Bahaya Sosial


author photo

12 Des 2025 - 17.25 WIB



Oleh: dr.hj.Sulistiawati, MAP

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) tengah menggulirkan wacana pendataan siswa laki-laki berperilaku gemulai. Langkah ini dikaitkan dengan program pembinaan karakter generasi muda dalam rangka mendukung visi Generasi Emas 2045.Marak pembahasan soal penertiban siswa gemulai di beberapa daerah mendapat tanggapan dari Duta Pemuda Putra Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Riswan. Menurutnya, karakter gemulai tidak mesti ditanggapi secara berlebihan apalagi mendapat diskriminasi dari masyarakat. https://newsborneo.id/wacana-pendataan-siswa-gemulai-di-kutim-tuai-tanggapan-pemerintah-diminta-hindari-stigma-sosial/. 

Langkah pemkab Kutim ini menjadi salah satu upaya pembinaan karakter generasi muda agar tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan berani. Fenomena siswa laki-laki berperilaku gemulai memunculnya kekhawatiran akan arah tumbuh kembang generasi muda  di tengah perubahan zaman yang begitu cepat. Di tengah derasnya arus pengaruh media sosial dan budaya digital. Apakah ini hanya sekedar tren ataukah signal perubahan nilai pada generasi muda yang perlu segera di tangani.

Beberapa pandangan sementara orang bahwa sifat gemulai tidak otomatis menunjukkan penyimpangan, apalagi layak mendapat stigma. Karakter feminisme dapat di pengaruhi lingkungan termasuk konsumsi media hingga ruang sosial yang memberikan panggung bagi mereka, yang mengakibatkan terjadi perubahan cara pandang identitas.

Situasi in tidak terlepas dari paradigma sekuler yang membatasi agama hanya pada ibadah ritual , sementara pendidikan, sosial-budaya, hiburan dan pergaulan  berjalan tanpa landasan agama. Dalam pandangan sekuler dengan  paham liberalismenya yang serba bebas. Ekspresi diri dan identitas dianggap hak absolut, tanpa batas moral yang bersandar pada syariat, mendukung terbentuknya pribadi-pribadi yang jauh dari fitrahnya, bahkan seperti yang disebutkan di awal tadi, hal ini sudah di normalisasi.

Lebih parah lagi, hal seperti ini yang jika dibiarkan akan berpotensi terjadinya penyimpangan, seperti tadi laki-laki gemulai berpotensi menjadi pelaku gay karena kecenderungannya bersikap seperti perempuan atau parahnya justru menganggap bahwa dirinya adalah perempuan, akhirnya terjadilah penyimpangan-penyimpangan perilaku seksual seperti LGBT termasuk semakin meningkatnya kasus penyakit menular seksual sampai kasus HIV-AIDS. 

Sekolahpun tidak memiliki kurikulum yang jelas sebagai pedoman dalam pembinaan generasi. Malah ada sekolah justru mengapresiasi siswa lelaki gemulai untuk eksis menampilkan diri, sebagaimana viral di media sosial Juni 2025 lalu. Padahal sekolah memiliki peran penting membina dan mengarahkan bakat siswa sesuai fitrah jenis kelaminnya. 

Negara memposisikan penyimpangan perilaku gender dalam ranah privat. Atas nama Hak Asasi Manusia, negara tak merasa berhak ikut campur mengurus urusan pribadi semacam ini. Akibatnya, perilaku menyimpang tumbuh subur tanpa pembinaan.

Islam hadir bukan hanya sekedar sebagai agama yang mengatur perkara ibadah, tapi juga sebagai ideologi yang mempunyai sistem dan pengaturan yang lengkap dalam kehidupan. Mulai dari sistem pergaulan, pendidikan, sosial, ekonomi hingga politik dan pemerintahan.

Dalam islam, negara berperan besar dalam menjalankan pengaturan kehidupan sesuai syariat islam. Untuk mencegah perilaku menyimpang, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, dalam sistem pendidikan islam  ditanamkan pentingnya akidah islam dan pembentukan pola pikir dan pola sikap sesuai syariat. Siswa-siswa gemulai harus dipahamkan fitrah kelelakiannya, diarahkan dan dilatih jiwa kepemimpinannya. Begitu pun dalam keluarga. Keluarga harus menjadi benteng pertama mengukuhkan akidah individu. Anak dididik sesuai fitrahnya agar tak berbelok arah. Pergaulan anak dipantau agar circlenya sehat dan mendukung perkembangan karakternya sebagai lelaki. 

Kedua, harus menghilangkan rangsangan-rangsangan penyimpangan seksual. Diantaranya menghentikan pornografi, memutus eksistensi transgender dan peredaran konten berbau crossdressing (lelaki berpakaian wanita atau sebaliknya) yang berdalih humor tapi sebenarnya menormalisasikan penyimpangan. Intinya, media betul-bentul dikontrol agar tak menstimulus keburukan. 

Ketiga, negara menetapkan sanksi tegas yang menjerakan bagi pelaku penyimpangan seksual serta mencegah penyebarannya. Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki". (HR. Bukhari no. 5885).

Juga hadis yang lainnya,
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat para lelaki mukhannats dan para wanita mutarajjilah. Kata beliau, 'Keluarkan mereka dari rumah kalian.' Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir si Fulan, sedangkan Umar mengusir si Fulan." (HR. Bukhari).

Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang terkait seorang lelaki yang menggauli sesama lelaki sebagaimana menggauli seorang perempuan. Beliau bertanya kepada para sahabat Rasul saw. Dan semuanya sepakat pelakunya dijatuhi hukuman mati. (Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hlm. 80—82). 

Trend lelaki gemulai bukanlah hal yang patut diapresiasi. Keluarga, sekolah, masyarakat, hingga negara harus mengambil peran membentuk generasi berkepribadian Islam yang sesuai dengan fitrahnya. Hanya dengan pengaturan kehidupan berdasarkan syariat Islam, cita-cita untuk membentuk generasi cemerlang adalah sesuatu yang pasti akan terwujud in syaa Allah.
Bagikan:
KOMENTAR