Sambut Napi Asusila, Dimana Logika?


author photo

14 Sep 2021 - 21.14 WIB


Yuli Azizah
 
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta maaf atas pernyataan Ketua KPI Agung Suprio yang mengizinkan mantan narapidana tindak asusila, Saipul Jamil, tampil untuk edukasi (kompas.com 14/9/2021). Pernyataan ini menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat.
 
Disisi lain menjadi seorang publik figur saat ini memang sangat digandrungi oleh sebagian masyarakat. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi seorang yang tersohor. Entah itu lewat media elektronik maupun media sosial. Ada yang ingin jadi penyanyi, aktor, pelawak dan yang sekarang lagi ramai yaitu influencer.
 
Namun tampaknya, menjadi terkenal tidak bisa dijadikan tolak ukur perbuatan manusia. Sebagian dari mereka justru menampilkan dan memberikan contoh yang tidak baik bagi pemirsa. Akibatnya, banyak dari generasi muda yang tercemar pemikiran dan perilakunya karena sering menonton mereka.
 
Fenomena ini tampak pada glorifikasi Saipul Jamil yang baru saja bebas dari tahanan kemudian disambut meriah oleh para penggemarnya. Yang bersangkutan diarak-arak menggunakan mobil mewah serta dikalungi bunga. Pedangdut tersebut diperlakukan layaknya seorang pahlawan yang baru kembali dari medan juang.
 
Sebelumnya diketahui bahwa Saipul Jamil dihukum karena pelecehan seksual yang dilakukannya. Kemudian ditambah yang bersangkutan melakukan suap kepada panitera kejaksaan. 
 
Peristiwa ini langsung mengundang pro dan kontra dari kalangan masyarakat. Bagaimana tidak, sosok yang merupakan seorang kriminal bisa dengan bebas berseliweran di televisi maupun media sosial. Jelas sekali siapa yang pro dan siapa yang kontra kepada beliau.
 
Mengutip dari laman liputan6.com pada 10/9/2021, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) bahkan menganggap peristiwa tersebut sebagai momen yang meresahkan.
 
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait tak sependapat jika pelaku kekerasan seksual terhadap anak seperti Saipul Jamil mendapatkan glorifikasi berlebihan. Bahkan, kata dia, Saipul Jamil tak perlu dikalungi bunga dan diarak usai bebas dari penjara. 
 
Pada saat bersamaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga  menjadi sorotan. Pasalnya Ketua KPI, Agung Suprio menyatakan bahwa Saipul Jamil boleh tampil di televisi untuk kepentingan edukasi. Pernyataan tersebut pun langsung ditanggapi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jasra Putra yang menilai masih banyak yang lebih layak untuk memberikan informasi kepada anak soal kejahatan seksual ketimbang memberikan ruang kepada pelaku pedofilia. Suara.com (10/09/2021).
 
Fakta di atas memang membuat kita tercengang dan tak mampu berkata-kata. Seorang mantan napi diperlakukan bagai orang tak berdosa dan dipuja-puja. Berbanding terbalik dengan seorang ulama yang di giring dan dicari-cari kesalahannya untuk menjebloskan beliau ke dalam penjara beberapa waktu silam.
 
Penjara saat ini memang terasa tak menyeramkan bagi orang-orang tertentu. Hukuman yang dijatuhi kepada para kriminal sama sekali tak menimbulkan efek jera. Bahkan mereka nyaris melakukannya lagi setelah bebas dari hukumannya. 
 
Peran dari media elektronik dan juga sosial juga tak kalah mengherankan. Sebagian besar tayangan di TV maupun media sosial tak lagi memiliki nilai edukasi. Yang ada malah hanya mempertontonkan aksi para selebriti yang tak layak dipandang. Maka tak heran jika generasi saat ini makin tergerus moral dan etika nya.
 
Bagi mereka rating dari acara yang ditayangkan jauh lebih penting daripada mengedepankan kualitas dan kuantitas tayangan. Begitu pun dengan pegiat media sosial. Mereka tak lagi mengedepankan rasa malu yang nyatanya jelas Allah anugerahkan pada tiap diri manusia. Semua itu mereka lakukan demi mengejar popularitas dan materi semata.
 
Jika dunia telah menjadi tujuan utama bagi manusia, maka mereka akan terus terperosok dalam kemaksiatan. Hal-hal yang bersifat ukhrawi (akhirat) akan dikesampingkan bahkan ditiadakan. Begitulah kapitalisme yang berdiri di atas asas sekularisme. Mereka memisahkan antara kehidupan dunia dengan agama. 
 
Hidup di negara yang menganut sekularisme memang tidaklah mudah. Mereka yang membuat hukum untuk manusia senantiasa berbuat semena-mena. Sering kali hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Berbanding terbalik dengan hukum Allah yang sangat sempurna, adil dan bijaksana.
 
Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk untuk tunduk pada aturan Allah sang Maha Pencipta. Agar kelak kita bisa mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Sebab hanya kepada Allah saja kita akan berpulang. Dan surga adalah tempat terbaik untuk kita pulang.
 
Dalam QS Ali Imran: 14 Allah SWT. berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).”
 
Karena menjadi terkenal di kalangan manusia sungguh tak bermakna apa-apa. Namun jika surga yang mengenal dan merindukan kita maka dunia ini hanya berupa sekilas berita. Ia muncul hanya sementara lalu menghilang ketika ada berita yang baru.
 
Bagikan:
KOMENTAR