Perdamaian Aceh adalah Momentum Pemenuhan Hak Asasi Manusia


author photo

10 Agu 2022 - 22.05 WIB


Aktivis HAM Aceh, Ronny H, menyatakan momen perdamaian Aceh yang telah belasan tahun berlangsung dan selalu disemarakkan dengan berbagai selebrasi peringatan damai Aceh seiring penandatanganan Mou Helsinki, merupakan landasan serta momentum besar dan bersejarah, demi mendorong terpenuhinya Hak Asasi Manusia bagi seluruh rakyat Aceh di seluruh dunia.

Menurut Ronny, esensi perdamaian Aceh dapat dikatakan telah berhasil diwujudkan, ketika hak asasi manusia bagi seluruh rakyat Aceh telah terpenuhi, dan keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh telah benar - benar dapat terlihat nyata.

" Gimana mau dibilang damai kalau perut rakyat masih pada keroncongan, kondisi hak asasi manusia  masih saja terbengkalai, sedangkan para elitnya sibuk dengan harta, tahta dan wanita," ketus aktivis cadas itu, Rabu 10 Agustus 2022.

Meski pun demikian, Ronny mengatakan bahwa nikmat perdamaian itu patut disyukuri dan mesti dijaga oleh setiap orang, terutama mereka yang sangat mencintai perdamaian dunia.

" Nikmat perdamaian ini patut disyukuri dan dihargai oleh kita semua, sebab semua itu tidak didapatkan dengan mudah, bahkan ia lahir dari rahim sejarah pertumpahan darah dan melayangnya ribuan nyawa di bumi rencong ini, tentunya itu merupakan sejarah kelam yang sangat pahit dan tak boleh dilupakan, dan tentunya pula semua itu mesti kita jadikan pelajaran berharga di sepanjang hidup kita," kata Ronny.

Dia mengungkapkan, selama ini rakyat Aceh masih saja tampak gelisah dilanda kegalauan sosial yang teramat dahsyat, akibat masih terdistorsinya iklim perdamaian tadi dengan berbagai dinamika sosial yang kian terpuruk dan dianggap belum beres,  sementara semua itu masih terus berlangsung dengan sedemikian rupa di tengah kehidupan sosial di Aceh yang kian suram.

" Kami perhatikan, rakyat Aceh masih gelisah dan galau, hidup penuh dengan ketidakpastian, meski pun kini suasananya sudah jauh lebih damai dan kondusif, ada pun  kegelisahan itu disebabkan masih terlalu banyaknya harapan rakyat Aceh yang belum tercapai bahkan terkubur bersama sejarah, ditambah lagi deraan siksaan kemiskinan serta tontonan ketidakadilan yang masih terus merajai bumi Serambi Mekkah yang dikenal amat kaya ini, kondisi - kondisi pemenuhan hak asasi manusia pun masih jauh panggang dari api," ungkap putera Idi Rayeuk yang dari masa kanak - kanaknya itu turut menyaksikan perjalanan sejarah kelam konflik memilukan yang melanda  Aceh di masa silam.

Menurutnya, semua pihak mesti segera  sadar dan kembali ke hati nurani, serius membenahi problem damai yang belum selesai, dan  fokus pada tujuan - tujuan utama secara bersama - sama mengisi perdamaian dengan sedemikian rupa dan berkeadilan.

" Coba lihat, Aceh memang sudah damai dan tidak konflik lagi, tapi konflik kesenjangan sosial masih  saja terus terjadi berkepanjangan, jurang pemisah antara si elit yang kaya raya dan rakyat jelata yang hidup sengsara dilindas kepapaan telah menjadi bara abadi dalam peradaban yang nyata - nyata  sangat menyakitkan dan jelas tak berkeadilan ini, apakah semua ketidakadilan itu yang disebut damai Aceh?" tanya Ronny.

" Rakyat jelata hidup sengsara, sementara para pemimpinnya, para elitnya sibuk dengan harta, tahta dan wanita, seolah tak peduli mengabaikan nasib rakyatnya, padahal keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh tadi merupakan akar utama dari lestarinya suatu perdamaian, tapi ini faktanya rakyatnya hidup sengsara, para elitnya bergelimang harta, dan hidup seperti lupa diri," ketus pengkritik cadas itu

Menurutnya damai Aceh bukan semata - mata berbicara tentang selebrasi, birokrasi dan tatanan sosial sebuah provinsi, tapi tentang historis negara - negara yang pernah bersepakat  duduk bersama demi terwujudnya suatu perdamaian dan perubahan sosial serta kemajuan masa depan suatu negeri, yang telah lama dilibas konflik berdarah yang sangat memilukan di sepanjang sejarah.

" Intinya perdamaian Aceh ini merupakan momentum besar, yang tidak boleh dimaknai sekadar selebrasi picisan tanpa membicarakan dan menuntaskan substansinya, sehingga menimbulkan duri dalam daging bagi perjalanan sejarah Aceh sepanjang masa," ungkapnya.

Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu berharap, perdamaian Aceh senantiasa dapat terus terjaga dan dirawat bersama dengan terpenuhinya hak asasi manusia, kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh rakyat Aceh secara nyata, bukan hanya sekedar omong kosong dan sandiwara belaka.

" Seluruh  elit bangsa mesti sadar dan tahu diri, soal tanggungjawab besarnya terhadap Aceh, dan mesti satu kata dengan perbuatan, jika memang menginginkan damai itu abadi, maka wujudkanlah, jangan sampai beda kata dengan perbuatan, rakyatnya hidup sengsara disuruh menghormati perdamaian, tapi kaum kelas atas sibuk dengan berbagai pernak pernik kekuasaan, lupa tanggungjawabnya, dan hidup  berkelimpahan, jelas saja itu bukan suatu kondisi berkeadilan serta perdamaian namanya, semuanya mesti serius dibenahi, atau ia akan terus menjadi duri dalam daging," pungkas Alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.(**)
Bagikan:
KOMENTAR