"

Tiktok Berkibar, UMKM Bubar


author photo

21 Sep 2023 - 14.30 WIB


Oleh: Nana Juwita,S.Si

Pemerintah berencana melarang Tiktok sebagai media jual beli karena dianggap merugikan UMKM.  Faktanya sebagian merasakan keuntungannya.  Namun di sisi lain banyak barang impor yang masuk dengan harga yang sangat murah. Sementara itu Pengamat Ekonomi Digital Ignatius Untung Surapati menegaskan  social commerce (s-commerce) tidak merugikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan justru bisa bantu mendongkrak penjualan. Hal ini ia sampaikan merespons pemerintah yang menilai bahwa s-commerce dapat menggerus UMKM.
 
Pemerintah juga beranggapan jika sebuah platform seharusnya menjalankan fungsinya masing-masing, media sosial saja atau e-commerce saja, bukan berfungsi ganda. "Social commerce itu tidak merugikan UMKM. Banyak UMKM yang jualannya luar biasa, ya karena adanya social commerce. Social commerce itu tidak punya dampak negatif apapun terhadap UMKM," kata dia dalam talkshow 'Dampak Social Commerce Pada UMKM di Indonesia' di Jakarta Selatan, Jumat (15/9). Menurut Untung, seharusnya pemerintah tidak menyalahkan keberadaan social commerce ketika penjual UMKM ada yang merugi. Ia menyebut bahwa kedua hal itu tak ada kaitannya. "Jadi itu persaingan bisnis, bukan masalah online offline, enggak. Tidak ada hubungan merugikan. Walaupun tidak berhasil, bukan karena social commerce yang merugikan, tapi memang karena dia tidak bisa bersaing," tegas dia.
( https://www.cnnindonesia.com)

Disisi lain pedagang juga merasa terbantu dengan adanya aplikasi Tiktok, karena itu memudahkan bagi mereka untuk menyasar para pembeli terlebih ketika pandemi memang banyak dari para pedagang yang menawarkan barangnya melalui media sosial, Nayla (24) adalah salah satu pedagang yang menggunakan  Aplikasi sosial media TikTok, aplikasi ini menjadi pilihan Nayla untuk menawarkan berbagai produk batik dan kebaya yang ia jual. “Baru setahunan ini pakai TikTok buat nge-live. Ketinggalan sih, cuma ini nyoba saja dan lumayan juga ternyata,” ujar Nayla ditemui reporter Tirto di kiosnya. TikTok memang bermetamorfosis menjadi platform multiguna. Bukan sekadar media sosial tempat remaja nanggung berjoget ria, aplikasi besutan raksasa teknologi ByteDance ini, telah menjadi social commerce melalui fitur TikTok Shop dan TikTok Live-nya. Pengguna dimanjakan dengan fitur transaksi perdagangan, sekaligus media sosial secara berbarengan. “Hasilnya lumayan, semenjak sepi pandemic, kan, memang banyakan orang online. Bahkan, di event kemarin pas tanggal 9, kami bisa tembus 12 jutaan sehari. Rata-rata harian bisa lima jutaan kalau nge-live,” jelas Nayla. Nayla sempat mencoba platform e-commerce lain untuk menjajakan dagangannya, tapi menurutnya, hasilnya tak semoncer berdagang di TikTok. Hal itu membuatnya memutuskan untuk rutin menjajakan dagangannya lewat TikTok. “Kalau di TikTok tuh yang lihat konsisten bisa lebih dari 100 orang. Ini lumayan banget, kan? Apalagi kalau kita nge-live rutin. Kalau offline di toko sejaman enggak ada yang beli, tapi di TikTok bisa 2-3 orang minimal pembeli tiap jam,” ungkap Nayla.( https://tirto.id/gP6U)

Pandangan Islam

Harusnya sebelum mengeluarkan stetment pelarangan penggunaan Tiktok untuk berdagang maka mestinya Negara harus mengidentifikasi dengan tepat persoalan yang terjadi di lapangan sebelum membuat kebijakan/solusi yang tepat . Apalagi saat ini sedang digencarkan  transformasi digital, termasuk rencana digitalisasi UMKM, sehingga  dibutuhkan adanya pendampingan  literasi digital bukan malah dilarang karena sebagian pedagang juga sudah mulai terbiasa menggunakan aplikasi Tiktok tersebut, dan merasakan kemudahannya dengan aplikasi ini, di satu sisi penguasa menganjurkan jual beli dengan digitalisasi disisi lain kok malah ada pelarangan?padahal penyebab barang yang dijual oleh pedagang dengan harga yang relatif  sangat murah itu merupakan barang import yang kebanyakkan berasal  dari china, harusnya negara bisa saja melarang negara asing untuk mengimport barang tersebut jika memang ingin menyelamatkan UMKM, terlebih bisa saja banyak barang import yang masuk ke indonesia dengan cara ilegal sehingga terbebas dari biaya cukai dan ini membuat barang bisa dijual murah.

Sementara itu menurut Ketua KPPU M Afif Hasbullah menyebut banjir barang impor murah yang belakangan ini  banyak membunuh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Indonesia tak selalu terjadi akibat praktik predatory pricing.

Dalam bahasa ekonomi, predatory pricing sama dengan praktik jual rugi. Ini merupakan strategi bisnis yang dilakukan pelaku usaha dengan menjual produk mereka semurah mungkin demi menyingkirkan atau menutup celah masuknya pesaing ke bisnis mereka. (https://www.cnnindonesia)

Adanya fenomena harga barang murah, bisa saja ini permainan para pemilik modal besar (kapital) yang sengaja memonopoli pasar dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara yang mudah, tanpa memikirkan nasib pedagang lain dalam hal ini UMKM, karena dengan corak negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme sekuler maka predatory pricing memang menjadi strategi para pemilik modal besar untuk mempermainkan harga pasar sehingga bagi para pengusaha atau mereka yang bermodal besar maka ini bisa saja dilakukan, untuk tjuan mematikan lawan, contoh lain termasuk sengaja membuat barang langka di pasar misalnya, dengan harapan ketika terjadi kelangkaan barang , dan masyarakat butuh barang tersebut maka para kapital ini bisa menjual dengan harga mahal ujung-ujungnya keuntungan yang mereka kejar.

Mengapa hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang identik dengan monopoli ataupun predatory pricing, dan kong kalingkong penguasa dan pengusaha dalam hal pengadaan barang import ini adalah sesuatu yang lumrah terjadi di sistem kapitalisme ini, masalah yang sebenarnya adalah bukan karena salah dari penggunaan aplikasi Tiktok untuk melakukan transaksi jual beli, namun lebih kepada ada nya transaksi jual beli yang tidak wajar di Negeri ini, jika kita mau belajar pada masa keemasan islam maka Umar bin Khatab melarang Import ketika ketersediaan barang dalam Negara mencukupi. Terkait dengan media sosial internet maka Islam memberi ruang perkembangan teknologi untuk memudahkan hidup manusia, selama tidak bertentangan dengan hukum syara. Islam  membiarkan perdagangan  komoditas di luar kebutuhan dasar berjalan  sesuai dengan  Mekanisme pasar sempurna.  Keridhaan penjual dan pembeli adalah  kunci dalam jual beli.

Hanya sistem ekonomi islam yang mampu memberikan keadilan bagi para pedagang dan UMKM sehingga kesejahteraan akan dapat dirasakan oleh semua kalangan, dan hanya dengan islam lah kebijakkan penguasa diambil hanya untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan segelintir orang saja. Waullahuaklam Bishawab
Bagikan:
KOMENTAR