Oleh: Ferdina Kurniawati
(Aktivis Dakwah)
Presiden Prabowo Subianto menyatakan Indonesia siap menampung ribuan warga Gaza, Palestina yang menjadi korban kekejaman militer Israel. Prabowo akan mengirim pesawat untuk menjemput mereka.
"Saya lakukan ini karena banyak permintaan terhadap Indonesia untuk lebih aktif berperan mendukung penyelesaian konflik di Gaza," ujar Prabowo di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur menjelang terbang ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab untuk melawat ke sejumlah negara Timur Tengah, Rabu (9/4/2025).
Prabowo menegaskan Indonesia tetap memiliki tanggung jawab moral dan politik dalam penyelesaian konflik di Gaza, meski RI berada jauh secara geografis dari Palestina. Pasalnya, Indonesia merupakan negara dengan muslim terbesar di dunia dan nonblok yang bebas aktif serta diterima oleh berbagai pihak yang berseteru.
Menurut Prabowo, Pemerintah Indonesia sejak era Presiden Joko Widodo (Jokowi) aktif memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
"Kita sudah kirim tim medis yang terus bekerja di Gaza dalam kondisi yang cukup berbahaya. Rumah sakit tempat mereka bertugas pun sering ditembaki," ungkapnya.
Sebagai tindaklanjut, Prabowo mengungkapkan Indonesia siap menampung warga Palestina yang terluka, mengalami trauma, anak-anak yatim piatu, serta mereka yang membutuhkan perawatan darurat akibat diserang Israel.
“Jika pemerintah Palestina dan pihak terkait ingin mengevakuasi mereka ke Indonesia, kami siap kirim pesawat-pesawat untuk menjemput. Kita perkirakan jumlahnya sekitar 1.000 orang untuk gelombang pertama,” jelas Prabowo.
Namun, Prabowo menekankan evakuasi warga Palestina ke Indonesia nanti bersifat sementara. Para pengungsi itu akan kembali ke Tanah Air mereka setelah kondisi membaik dan situasi di Gaza memungkinkan.
“Ini bukan hal ringan, tetapi komitmen Indonesia terhadap keselamatan rakyat Palestina dan dukungan terhadap kemerdekaan mereka mendorong kami untuk berperan lebih aktif," tegas Presiden Prabowo.
Untuk mematangkan langkah ini, Prabowo menyatakan akan segera mengirim Menteri Luar Negeri Sugiono untuk berkoordinasi langsung dengan otoritas Palestina dan pihak-pihak terkait di kawasan tersebut.
Prabowo juga kini tengah melakukan kunjungan kerja ke lima negara Timur Tengah meliputi Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dam Yordania dengan salah satu misi yang dibawa adalah untuk mendorong penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel.
Prabowo menilai penyelesaian konflik di Gaza bukanlah perkara mudah dan membutuhkan kerja sama internasional. Namun, dia menekankan bahwa RI berkomitmen untuk mewujudkan penyelesaian konflik tersebut dengan solusi dua negara.(bersatu.com)
Pengumuman ini mencuri perhatian publik karena dipicu oleh ketegangan yang berkembang akibat kebijakan tarif impor 32% yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump yang dapat mengguncang perekonomian Indonesia.
Sejumlah pengamat menilai bahwa rencana Prabowo mengevakuasi rakyat Gaza ke Indonesia diduga merupakan strategi appeasement untuk membujuk Trump mengurangi tekanan ekonomi yang dihadapi Indonesia akibat tingginya tarif impor yang diberlakukan oleh AS.
Banyak analis berpendapat bahwa kebijakan tarif impor AS merupakan bagian dari strategi untuk memperkuat ekonomi domestik AS dan memenangkan lobi untuk kepentingan politik dan ekonomi AS, termasuk rancangannya di Gaza Palestina.
Banyak negara, termasuk Indonesia, mengadopsi pendekatan akomodatif terhadap AS untuk meredakan tarif impor. Contohnya, Inggris menawarkan pemotongan pajak kepada miliarder teknologi AS, sementara negara lain membuka pasar untuk produk Starlink milik Elon Musk. Di Indonesia, rencana relokasi warga Gaza diduga terkait dengan kebijakan tarif impor AS menjadi lebih dapat dipahami.
Jika asumsi ini terbukti benar, tentu ini akan sangat disayangkan. Di permukaan, rencana evakuasi tampak sebagai langkah kemanusiaan sejalan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang mendukung Palestina. Komunitas internasional dapat menganggap bahwa penduduk Gaza diselamatkan melalui evakuasi, padahal mereka berhak atas tanah mereka.
Media melaporkan bahwa 100 warga Gaza telah bersiap untuk berangkat ke Indonesia untuk bekerja di sektor konstruksi sebagai bagian dari proyek percontohan. Walaupun Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa tidak ada diskusi resmi mengenai relokasi, kenyataannya menunjukkan bahwa Presiden Prabowo menawarkan relokasi yang dibingkai sebagai evakuasi. Meskipun Indonesia selalu menyatakan dukungan untuk perjuangan kebebasan Palestina, posisinya justru tampak beriringan dengan agenda Amerika.
Berdasarkan International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), evakuasi adalah pemindahan sementara warga sipil dari daerah berbahaya ke tempat yang lebih aman. Dalam konteks konflik, evakuasi kemanusiaan menjadi elemen penting dari respons darurat. Penting untuk dicatat bahwa evakuasi dianggap sah hanya jika dilakukan secara sukarela, bersifat sementara, dan tidak menghilangkan hak individu untuk kembali ke tempat asal mereka.
Hukum internasional juga menegaskan bahwa evakuasi tidak bisa menggantikan tanggung jawab negara pendudukan untuk melindungi warga sipil. Oleh karenanya, evakuasi seharusnya menjadi langkah terakhir, bukan alternatif untuk penyelesaian politik. Dalam konteks Gaza, jika evakuasi tidak disertai dengan kerangka jangka panjang dan jaminan pemulihan hak-hak rakyat Palestina, langkah ini dapat berpotensi menjadi solusi semu yang memperkuat status pengungsian mereka secara permanen.
Jihad, Jalan Pembebasan Palestina bukan Evakuasi
Evakuasi warga Gaza ke Indonesia bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan krisis Palestina karena tidak menyentuh akar masalah. Sebuah evakuasi tidak akan mengakhiri konflik Zion*s-Palestina, yang berakar pada penjajahan dan okupasi Zion*s Yahudi di Palestina, yang didukung penuh oleh negara-negara kafir Barat, khususnya AS. Penjajahan tersebut hanya dapat dihapuskan melalui pengusiran penjajah.
Entitas Zion*s—muhariban fi’lan (musuh nyata) Islam dan kaum muslim—hanya dapat dihadapi dengan ketegasan dan bahasa perang. Solusi yang benar harus fokus pada pengusiran Zion*s dari tanah Palestina, bukan mengevakuasi warga Gaza tanpa jaminan keamanan dan hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah Palestina.
Bagi kaum muslim, persoalan Palestina bukan sekadar isu kemanusiaan, tetapi juga merupakan bagian krusial dari agama. Palestina adalah tanah kharajiyah milik kaum muslim yang harus dibebaskan dari Zion*s Yahudi. Selain itu, kaum muslim terikat dengan Perjanjian Umariyyah yang melarang kaum Yahudi memasuki dan tinggal di Yerusalem.
Satu-satunya solusi sesuai ajaran Islam untuk krisis di Gaza adalah melalui jihad fi sabilillah. Ini mencakup penggunaan kekuatan militer untuk melindungi warga Gaza dan mengusir entitas Yahudi, bukan hanya melalui diplomasi atau retorika. Mengutuk tindakan Zion*s tanpa tindakan nyata adalah pengkhianatan terhadap Islam dan kaum muslim. Hanya berdoa tanpa aksi konkret tidak cukup untuk menghentikan penjajahan Zion*s. Dibutuhkan keberanian dan tindakan nyata untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Al-Qur’an menekankan pentingnya jihad defensif dalam menghadapi invasi. Allah Swt. Berfirman, “Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah ia secara seimbang dengan serangannya terhadap kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 194).
Selain itu, Allah Swt. memerintahkan untuk mengusir mereka yang telah mengusir kaum muslim, “Perangilah mereka di mana saja kalian menemui mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 191).
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahulLâh dalam Kitab Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah Jilid 2 menjelaskan bahwa jihad adalah farduain ketika kaum muslim diserang musuh. Dalam konteks Palestina, kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi muslim yang tinggal di sana, tetapi juga untuk muslim di sekitar wilayah tersebut ketika agresi musuh tidak dapat dihadang oleh penduduk setempat. Para penguasa negeri muslim seharusnya segera mengerahkan pasukan militer untuk membantu muslim di Gaza. Haram dan kemaksiatan besar di sisi Allah saat mereka hanya berdiam diri. Ini sejalan dengan firman Allah Swt., “Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, kalian wajib memberikan pertolongan.” (QS Al-Anfal [8]: 72).
Ironisnya, saat ini kita lihat para penguasa Arab dan Dunia Islam bukan hanya berdiam diri. Mereka bahkan menutup rapat pintu perbatasan untuk mencegah kedatangan pengungsi Gaza yang menderita. Sementara itu, mereka membiarkan Zion*s membantai Gaza, tanpa ada pertolongan yang diberikan kepada Gaza.
Nasionalisme dan rasa takut kehilangan jabatan membuat mereka diam dan enggan membebaskan Palestina, bahkan cenderung berkolaborasi dengan Zion*s yang berlumuran darah kaum muslim Gaza. Mereka membiarkan muslim Palestina sendiri menghadapi agresi Zion*s.
Inilah konspirasi besar antara para penguasa Arab dan muslim dengan AS serta Zion*s Yahudi. Umat tidak boleh teperdaya oleh retorika mereka. Sikap berdiam diri dari para penguasa muslim ini sesungguhnya berarti mereka mengamini genosida yang terjadi di Gaza. Mereka seharusnya ingat bahwa jabatan dan kekuasaan mereka tidak ada artinya dibandingkan dengan tumpahnya darah seorang mukmin. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh hilangnya dunia ini jauh lebih ringan bagi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR An-Nasa’i dan Tirmidzi).
Khilafah, Pelindung Hakiki Umat Islam
Satu-satunya cara efektif untuk menolong Gaza adalah dengan menggerakkan potensi umat Islam menuju jihad fi sabilillah. Namun, dalam konteks politik saat ini, kita tidak bisa berharap aktivitas mulia ini akan datang dari para penguasa muslim saat ini. Di sinilah urgensi adanya kepemimpinan politik Islam global yang kuat, yaitu Khilafah Islam ‘alaa minhaj an-nubuwwah, yang akan menyatukan umat Islam, menghadapi hegemoni Barat, membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah, melindungi umat dari berbagai ancaman, dan mencampakkan para penguasa muslim yang berkhianat.
Khilafahlah yang akan menggerakkan tentara-tentara di negeri-negeri muslim untuk jihad fi sabilillah mengusir Zion*s Yahudi dan membebaskan Palestina. Dengan adanya Khilafah, umat Islam dapat bersatu dan mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi musuh. Khilafah akan menjadi simbol kekuatan dan kejayaan Islam, serta menjadi teladan bagi umat manusia di seluruh dunia.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang Imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Muslim).
Wallahualam.