Aktivis Muslimah
Nuning Murniyati Ningsih
Gerakan Jihad Islam telah mengatakan bahwa agresi Israel terhadap semua negara Arab dan Islam, terutama Palestina, Lebanon, dan Suriah, dan bahwa wilayah Arab lainnya tidak akan aman dari agresi ini dan konsekuensinya (en.irna.ir/04/Mei/2025).
Dan juga Sekolah Tinggi Kebijakan Publik di Universitas Hamad Bin Khalifa (HBKU), bekerja sama dengan Universitas Islam Gaza, Universitas Fort Hare, Universitas Johannesburg, dan Universitas Glasgow, menyelenggarakan konferensi untuk membahas rekonstruksi pendidikan tinggi di Gaza. Ini akan dibangun di atas keterlibatan sebelumnya, termasuk konferensi yang diselenggarakan oleh Fobzu (Juni 2024) bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kebijakan Publik (CPPR) di King's College London (Juni 2024) dan Universitas Glasgow (Desember 2024) (www.hbku.edu.qa).
Lalu Militer Israel akan memanggil puluhan ribu tentara cadangan untuk memperluas serangan negara itu terhadap Jalur Gaza yang terkepung, kata panglima militer Eyal Zamir. Dia membuat pengumuman pada hari Minggu setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk melanjutkan perang meskipun ada seruan dari dalam Israel untuk kesepakatan yang akan membawa pulang tawanan Israel yang ditahan di Gaza dan mengakhiri perang, yang telah menewaskan lebih dari 52.000 warga Palestina (alijazeera.com/4/Mei/2025).
Namun Koalisi Global Bela Al-Quds dan Palestina resmi membuka Konferensi Al-Ruwad ke-14 di Istanbul, Turki, pada Sabtu, (27/4/2025). Konferensi Dunia untuk Palestina yang mengangkat tema "Kemenangan untuk Gaza adalah Tanggung Jawab Umat” itu dihadiri oleh tokoh-tokoh dan pemimpin nasional, pemimpin media, budayawan, aktivis sosial, serikat pekerja, akademisi, pemuda, dan berbagai lembaga dari sekitar 60 negara di seluruh dunia. Turut hadir pula para tokoh pejuang, ulama, mantan tahanan, serta tokoh gerakan rakyat Palestina, di antaranya: Khaled Mashal, Abdul Nasser Isa, dan Usamah Hamdan (sabili.id/28/April/2025)
Kemudian Sekretaris ARI-BP Oke Setiadi menyampaikan, telah dipresentasikan kegiatan Aksi Bela Palestina bersama ARI-BP dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), beserta berbagai ormas dan tokoh berbagai agama di Indonesia, serta di beberapa negara Asia Tenggara, setelah terjadinya Thufanul Aqso (nasional.sindonews.com/28/April/2025)
Pemerintah Inggris saat ini tengah melakukan konsultasi dengan Prancis dan Arab Saudi mengenai opsi pengakuan terhadap negara Palestina pada bulan Juni, sebagaimana dilaporkan oleh The Guardian dengan mengacu pada pernyataan Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy (viva.co.id/1/Mei/2025)
Aksi bela Palestina dan konferensi-konferensi soal Gaza makin masif di berbagai tempat dengan tuntutan pengiriman tentara (jihad) dan khilafah, hal ini membuat Netanyahu serta sekutu nya yaitu negara-negara Barat yang mendukungnya menjadi sedikit khawatir akan apa yang terjadi nanti nya di Gaza-Palestina.
Disamping itu kondisi Gaza saat ini kian mengerikan, perilaku dan sikap Netanyahu yang semakin hari semakin brutal khususnya setelah pelanggaran saat gencatan senjata membuat masyarakat global terpancing kemarahanya. Rakyat Gaza dibiarkan kelaparan dengan cara mereka blokade segala bantuan yang akan masuk ke Gaza sembari tiap hari warga Gaza menjadi target pembunuhan massal, selain warga Gaza pun para medis dan jurnalis juga tak luput menjadi sasaran serangan Zionis.
Negara-negara Barat yang selama ini mendukung Zion*s pun—terutama AS dan Inggris—tampak tarik ulur dukungan, setidaknya untuk meredam berbagai tekanan internal dan eksternal yang mulai masif bermunculan karena bagaimanapun mereka turut bertanggung jawab membantu menciptakan situasi yang makin parah di kawasan.
Hanya saja, gembong Zion*s itu terus meyakinkan bahwa upayanya tersebut bukan hanya demi kepentingan eksistensi negara ilegal Zion*s di Palestina. Beberapa hari lalu ia mengatakan bahwa jika Zion*s kalah dalam perang melawan Ham*s, maka masa depan negara-negara Barat pun akan terancam. Bahkan bukan hanya Ham*s, tetapi serangannya ke Lebanon untuk menumpas Hizbullah dan ke Yaman untuk mengalahkan Houtsi juga dilatari alasan ini.
Ia pun menggunakan narasi tentang ancaman kebangkitan Khilafah untuk melegitimasi tindakannya sekaligus menguatkan fobia di tengah negara-negara Barat beserta para penguasa Arab yang gila kekuasaan.
Ia mengatakan, “Kami tahu siapa yang kami hadapi. Kami tidak akan membiarkan berdirinya kekhalifahan beberapa kilometer jauhnya di Pesisir Mediterania.” Ia sangat paham bahwa kebangkitan Khilafah adalah mimpi buruk bagi mereka. Alhasil, memberikan dukungan politik atas keputusan jahatnya di Gaza menjadi sebuah keharusan. Barat menyadari krisis Gaza justru membuka pintu yg lebih lebar bagi arus kesadaran umat akan kewajiban dan urgensi khilafah. Hal ini menjadikan semua upaya yang sudah dilakukan untuk menghadang khilafah menjadi sia-sia. Artinya krisis gaza telah menjadi lonceng kematian bagi peradaban Barat sekaligus menandai terbitnya fajar khilafah.
Ketakutan Barat akan Khilafah ini tampak dari berbagai pernyataan para pemimpin negara-negara Barat yang secara gamblang menunjukkan kekhawatirannya akan penyebaran ideologi Islam dan gagasan Khilafah. Presiden Rusia Vladimir Putin, misalnya, pada November 2002, saat KTT Rusia-Uni Eropa ke-10 di Brussels, menyatakan, “Ngomong-ngomong, saya ingin Anda mencatat bahwa pembentukan kekhalifahan di wilayah Federasi Rusia hanyalah bagian pertama dari rencana mereka. Sebenarnya, jika Anda mengikuti perkembangan di bidang itu, Anda harus tahu bahwa kaum radikal memiliki tujuan yang jauh lebih ambisius. Mereka berbicara tentang pembentukan kekhalifahan dunia. ” Patut dicatat, wilayah Asia Tengah yang merupakan bekas jajahan AS saat itu menjadi tempat subur bagi pergerakan Khilafah yang dipimpin Hizb ut-Tahrir.
Netanyahu dan para sekutunya sadar betul bahwa keberadaan pasukan Islam yang dimobilisasi Khilafah dipastikan akan menghancurkan mimpi-mimpi mereka tentang Timur Tengah Baru dan Tata Dunia Baru. Jika saat ini saja mereka selalu memilih cara-cara licik untuk memenangi pertempuran, bagaimana bisa mereka berani menghadapi dahsyatnya pasukan Khilafah yang begitu mendambakan kematian dalam jihad fi sabilillah?
Realitas ini semestinya menjadi renungan bagi umat Islam bahwa jihad dan Khilafah adalah solusi realistis bagi problem Gaza Palestina. Bahkan, tegaknya Khilafah Islam bukan hanya akan menjadi solusi bagi masalah Palestina, tapi menjadi solusi bagi seluruh problem yang diproduksi peradaban kapitalisme secara keseluruhan. Meski tegaknya khilafah merupakan keniscayaan sejarah, tapi wajib bagi para pengemban dakwah untuk lebih masif menggencarkan dakwah penegakkan khilafah di semua kalangan hingga terwujud opini umum yang tegak di atas kesadaran umum tentangnya.
Terlebih jika ditinjau dari sudut pandang syariat, keduanya (jihad dan Khilafah) merupakan bagian dari ajaran Islam. Masalah Gaza Palestina sejatinya adalah masalah agama, yakni penguasaan atas tanah umat Islam, bukan semata masalah kemanusiaan sebagaimana yang terus digembar-gemborkan. Dengan demikian, solusi atasnya harus melihat bagaimana cara Islam memberikan tuntunan.
Sungguh, Islam telah memerintahkan untuk memerangi siapa saja yang memerangi kaum muslim dan mengusir kaum muslim dari tanah-tanah mereka. Allah Swt. berfirman, “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 190). Juga firman-Nya, “Bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 191).
Di sinilah tampak relevansi tuntutan jihad dengan kebutuhan penegakkan sebuah sistem politik yang disebut Khilafah. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam yang akan menegakkan seluruh syariat Islam dan menjalankan misi dakwah. Salah satu syariat Islam yang hari ini menuntut perealisasian adalah jihad fi sabilillah, maka selain karena Khilafah merupakan kewajiban, mewujudkannya terbukti merupakan kebutuhan.
Sungguh perjuangan penegakan Khilafah adalah perjuangan yang sangat mulia, sebagaimana posisinya sebagai tajul furudh ‘mahkota kewajiban’ dalam keseluruhan ajaran Islam. Terlebih Khilafah yang akan datang adalah Khilafah yang tegak di atas minhaj kenabian. Para pejuangnya disetarakan dengan generasi penegak Khilafah pada masa awal, sedangkan pahalanya dilipatgandakan hingga 50 kali pahala yang diperoleh para sahabat Rasulullah ﷺ. Dakwah ini wajib mengikuti metode dakwah Rasulullah yang target utamanya adalah melalui thariqah ummat, yakni dakwah penyadaran berbasis akidah hingga terbentuk dukungan kuat dari umat yg akan mendorong perubahan mendasar berupa dibaiatnya seorang khalifah bagi seluruh umat Islam.
Mari kita renungkan nasihat Al-‘Alamah Syekh Atha Abu Rasytah, seorang ulama mukhlis, pemimpin gerakan ideologis yang konsisten memperjuangkan Khilafah, “Sungguh kita paham bahwa musuh-musuh Islam akan menilai perealisasian hal itu (Khilafah)sebagai hal mustahil. Mereka menguang-ulang ucapan kelompok mereka sebelumnya seraya mengolok-olok, ‘Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya,’ (TQS Al-Anfal [8]: 49).” (Mnews)