MBG Butuh Keseriusan, Bukan Menormalisasi Kelalaian


author photo

16 Mei 2025 - 15.00 WIB




Oleh: Purwantini
(Pemerhati Umat)

Dilansir dari  CNN Indonesia Minggu, 11 Mei 2025, jumlah korban keracunan yang diperkirakan akibat mengkonsumsi makanan bergizi gratis (MBG) di kota Bogor bertambah menjadi 210 orang berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno dalam keterangan tertulis, Minggu (11/5), menyebutkan 210 orang yang diduga keracunan berasal dari delapan sekolah. Mereka dapat MBG dari satu SPPG yang sama. Dari jumlah tersebut ada 34 orang yang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit, 47 orang menjalani rawat jalan, dan 129 orang mengalami keluhan ringan, ujar Sri Nowo.

Dinas Kesehatan masih melakukan penyelidikan epidemiologis untuk mencari sumber keracunan, serta berkoordinasi dengan pihak sekolah dan instansi terkait dalam upaya penanganan, pengaambilan sempel. 

Dampak Regulasi yang Salah Mengancam Generasi

Dalam kasus ini sebuah keniscayaan dalam sistem kehidupan kapitalisme (sistem hidup yang berlandaskan materi dan keuntungan). Sistem pangan dan Gizi yang dijiwai oleh industrialisasi dan negara yakni BGN hanya sebagai fasilitator. Akhirnya program MBG ada dalam kendali korporasi, yakni keuntungan materi adalah perkara yang pertama dan utama. Sementara aspek keselamatan kerja kontrol kualitas dan dampak lingkungan kerap diabaikan, akibatnya masyarakat yang harus dilindungi justru menjadi korban.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan akan membuat wacana korban keracunan MBG bakal ditanggung asuransi. Ini menandakan negara berlepas tangan dalam melihat masalah sebenarnya. Bukankah ini makin menunjukkan komersialisasi resiko, bukan solusi pencegahan. Mengapa tidak berfikir penyebab semua ini terjadi. Bagaimana solusi preventifnya bukan malah membiarkan terjadi karena ada asuransinya. 

Melanjutkan program MBG tanpa ada koreksi yang menyeluruh malah akan memperpanjang kelalaian. Sementara keracunan makanan tidak saja berbahaya terhadap kesehatan, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa.

Persoalan pola makan tidak sehat hari ini bukan sebatas persoalan teknis saja, tetapi bagaimana negara hadir justru menfasilitasi industrialisasi pangan dan gizi. Negara hanya sebagai regulator pembuat aturan bagi kepentingan korporasi pangan dan gizi. Negara gagal dalam menjamin kualitas gizi generasi bangsa.

Pasar bebas menjadikan produk-produk pangan termasuk yang berbahaya  bagi kesehatan dibiarkan beredar luas tanpa pengawasan dan regulasi yang ketat keamanan pangan menjadi barang dagangan bukan hak dasar warga negara. Ini menunjukkan bahwa dalam kapitalis  keuntungan lebih diutamakan dari pada keselamatan dan kesejahteraan rakyat.  Selain itu, pengawasan sertifikasi halal lemah, produk non halal pun bersertifikasi halal, tidak peduli lagi tentang jaminan kehalalan suatu produk yang penting ada yang membutuhkan dan menghasilkan untung. 

Pola makan yang tidak sehat ini adalah niscaya dalam kehidupan masyarakat karena berpandangan tentang pangan, gizi dan aktifitas makan sebatas materi saja.

Keadaan masyarakat yang semakin memprihatinkan ini akan bertambah sulit bila masalah kemiskinan ini tidak segera lebih diperhatikan. Kegagalan kapitalis terlihat dari tidak mampuannya menciptakan lapangan kerja yang layak dan memadai. Banyak warga yang bekerja dalam keadaan tidak aman, upah rendah atau bahkan menganggur karena tidak adanya peluang yang memadai. Alih-alih mensejahterakan sistem ini malah memperpanjangan kesenjangan sosial. 

Islam Menjamin Kesehatan Pangan dan Gizi Sampai ke Individu-individu

Di dalam Islam konsep Pangan Halal dan Tayib sangat dianjurkan untuk setiap individu bisa mengakses makanan tersebut. Memakan makanan "Halalan thayyiban" dan dilarang memakan makanan yang tidak sehat dan tidak halal.

Pemenuhannya ini bukan saja tanggung jawab orang tua tetapi juga negara yang memiliki peran sentral yaitu, menjamin kesejahteraan warga dengan kemudahan mengakses kebutuhan pangan. 

Selain itu, mengontrol dan mengawasi pasar dan proses distribusi bahan pangan. Termasuk  didalamnya, mengatur regulasi untuk industri makanan dan minuman agar sesuai dengan ketentuan syara.

Edukasi secara menyeluruh juga harus dilakukan melalui lembaga layanan masyarakat. Selain itu yg tak kalah penting adalah  menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran makanan halal dan thayib. 

Negara juga menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya melalui  pengelolaan kepemilikan umum melalui  sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negara.  Hasilnya dikembalikan kepada umat secara umum lewat produksi dan hasilnya yang menjadikan pembangunan yang sangat produktif di segala sektornya.

Inilah tanggung jawab penuh didalam sistem politik ekonomi Islam dalam keamanan pangan dan gizi masyarakat. Tidak diserahkan kepada korporasi. Seorang pemimpin di dalam Islam mengurus urusan rakyatnya sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada  Allah SWT.

Wallahu a'lam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT