Aceh Utara, 17 Mei 2025 — Kerusakan parah akibat abrasi di pesisir Gampong Lhok Puuk, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, kembali menjadi sorotan. Separuh badan jalan utama nyaris putus, namun penanganan darurat tak kunjung terlihat. Warga menuding Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara lamban bertindak meski ancaman semakin nyata.
Abrasi yang telah berlangsung sejak tahun lalu ini terus menggerus infrastruktur jalan. Terjangan pasang purnama dan gelombang tinggi pada 17 September 2024 silam memperparah kondisi, dan hingga kini belum ada intervensi nyata dari pemerintah daerah.
“Kondisinya kian mengkhawatirkan. Setiap air pasang, jalan makin terkikis dan rumah-rumah warga terancam,” ujar Geuchik Gampong Lhok Puuk, Baktiar. Ia menyebut, sedikitnya 214 rumah berisiko harus direlokasi jika penanganan tak segera dilakukan.
Kemarahan warga makin memuncak setelah melihat alokasi anggaran BPBD Aceh Utara tahun 2025 dalam dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP). Dalam dokumen tersebut, BPBD menganggarkan dana miliaran rupiah untuk pembelian alat pemadam, jasa tenaga bencana, hingga pengadaan komputer dan kendaraan dinas.
Beberapa pos anggaran mencolok antara lain:
Alat Pemadam Kebakaran: Rp832,8 juta
Jasa Tenaga Penanganan Bencana: Rp875 juta
Bahan Bakar dan Pelumas: Rp193,2 juta
Pemeliharaan Kendaraan Dinas: Rp101,7 juta
Iuran Jaminan Kesehatan Non-ASN: Rp133 juta (pengulangan dua kali)
Makanan dan Minuman Lapangan: Rp30,5 juta
Personal Computer: Rp28,8 juta
Kendaraan Roda Dua: Rp25,9 juta
“Ini sangat ironis. Ketika warga nyaris terisolasi karena jalan rusak berat, BPBD justru sibuk belanja alat dan administrasi. Bahkan provinsi sudah siap bantu seribu unit geobag, tapi kabupaten bilang tidak punya anggaran,” tegas Baktiar.
Ia mendesak Bupati Aceh Utara, H. Ismail Ajalil, untuk turun tangan langsung dan mengevaluasi kinerja serta skala prioritas BPBD. Menurutnya, penanganan darurat abrasi tidak membutuhkan anggaran besar — sekitar Rp200 juta dinilai cukup untuk langkah penyelamatan sementara.
“Sudah delapan bulan kami melapor ke Sekda dan Dinas PUPR. Tapi tidak ada hasil. Kami mohon Bupati melihat sendiri derita rakyatnya,” tambahnya.
Warga kini menuntut transparansi penggunaan anggaran serta penyesuaian prioritas yang berpihak pada keselamatan dan kebutuhan mendesak masyarakat pesisir.(M)