Waspada Fenomena Brain Rot Mengancam Generasi


author photo

21 Mei 2025 - 20.23 WIB


Oleh : Siti Rima Sarinah
 
Kecanggihan teknologi digital berkembang semakin pesat. Perkembangan teknologi digital ini tentu sangat membantu aktifitas manusia sehari-hari,terutama generasi muda (Gen Z dan Milenial) yang sangat dekat dengan dunia digital. Namun, dibalik kecanggihan teknologi ini ada bahaya yang sedang mengintai generasi kita. Fenomena Brain Rot menjadi ancaman serius yang mengintai generasi muda yang kelak menjadi harapan masa depan bangsa. 

Istilah Brain Rot dinobatkan oleh Oxford Dictionary sebagai Word of the Year 2024 yang menggambarkan penurunan kemampuan kognitif akibat paparan konten digital berkualitas rendah.   Mengingat 74,6% dan 143 juta pengguna aktif media sosial, berada ditangan generasi Z dan milenial yang mendominasi dunia digital.
Namun sayangnya, mereka justru tenggelam dalam konten dangkal seperti video pendek adiktif dan informasi yang tak terverifikasi, yang lebih mengikis potensi intelektual dari pada mengasahnya. Hal ini jika tidak segera diatasi, akan menjadi ancaman nyata yang akan menggagalkan visi Indonesia dalam mewujudkan generasi Emas 2045 (acehtrend.com, 07/05/2025)

Terkikisnya potensi intelektual generasi Z dan milenial terbukti dalam data PISA 2022 yang menunjukkan skor di Indonesia  matematika (379), membaca (371) dan sains (398) jauh dibawah rata-rata Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yang menempatkan Indonesia di peringatkat 68 dari 81 negara. Fakta ini mencerminkan lemahnya kemampuan untuk berfikir kritis dan literasi  ilmiah generasi muda. Sehingga mereka sangat rentan terpapar oleh konten-konten negatif dan menjadi pelajar pasif bukan pelajar yang aktif.

Generasi pangsa pasar industri digital

Brain rot hanyalah satu dari kesekian banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh akidah yang menihilkan peran agama dari kehidupan (sekularisasi). Sekularisasi yang telah masuk dalam ranah pendidikan telah menjadikan generasi muda ”terhipnotis” dengan kecanggihan teknologi tanpa di barengi pemahaman yang benar. Generasi muda pun tak mengenal halal dan haram, yang mereka kenal hanya kesenangan belaka. Hal inilah yang menyebabkan generasi muda menjadi pangsa pasar ekonomi industri digital. Berdasarkan data hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, per 2022 dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia, lebih dari 210 juta adalah pengguna internet. Dan 99,16% pengguna internet didominasi oleh generasi muda dari kelompok 13-18.

Besarnya angka pengguna internet yang didominasi oleh generasi muda tentu akan sangat menguntungkan pelaku industri digital di Indonesia. Ketergantungan generasi muda dengan dunia internet telah mengarahkan generasi pada gaya hidup hedonis. Sehingga mereka tersibukkan hanya untuk mengejar kepentingan materi semata dan melupakan potensi intelektual mereka sebagai penerus estafet masa depan bangsa.

Pada akhirnya generasi muda menjadi robot-robot yang dikendalikan oleh industri digital yang sangat minim dari kemampuan intelektual apalagi untuk berfikir kritis. Yang ada mereka hanya dicetak menjadi generasi yang sangat mudah terkontaminasi oleh pemikiran dan budaya asing serta menjadi generasi pembebek. Bahkan tren gaya hidup permissif ala Barat dan perilaku komsumtif yang diusung oleh para influencer liberal yang berseliweran di dunia maya, telah menjadi kiblat gaya hidup generasi muda saat ini.

Mengembalikan potensi intelektual generasi

Teknologi yang canggih seharusnya menjadi sarana bagi pendidikan generasi untuk lebih melejitkan potensi intelektualnya. Namun sayangnya, teknologi yang berbasis sekularisasi hanya mengedepankan keuntungan materi sebagai satu-satunya tujuan  dengan menjadikan generasi korban kecanggihan teknologi yang salah kaprah.

Berbeda halnya dengan sistem Islam, yang melandasi semua aktifitas manusia berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada sang pencipta, yaitu Allah swt. Islam sangat concern pada pendidikan dengan mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. Proses menuntut ilmu inilah sebagai wasilah untuk melejitkan potensi intelektual generasi muslim. Dalam sistem pendidikan berbasis akidah Islam, para generasi bukan hanya pandai dari sisi agama melainkan juga mumpuni dalam sains dan teknologi.

Maka disinilah perlunya peran negara sebagai pihak berwenang untuk memastikan industri digitalisasi berjalan tanpa merusak fitrah dan identitas generasi muslim. Dengan menutup rapat celah-celah masuknya pemikiran dan budaya yang akan merusak generasi. Negara akan mengelola langsung industri digital dengan menitikberatkan kepada ilmu-ilmu yang kelak dibutuhkan oleh generasi. Sehingga arus digitalisasi ini mengarahkan generasi muslim untuk berbondong-bondong menjadi pembelajar untuk kemaslahatan umat. Menjadi generasi yang peduli dan peka terhadap apa yang terjadi disekitarnya dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupannya dengan landasan akidah.

Potensi intelektual generasi inilah yang akan mereka butuhkan untuk membangun kembali peradaban Islam yang mulia, melalui pancaran cahaya ilmu berlandaskan akidah Islam. Generasi seperti inilah yang seharusnya hadir ditengah-tengah kita bukan generasi rusak mental, akal dan moralnya akibat arus digitalisasi sekularisasi.
 
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT