Oleh: Vivi Rumaisha, S.Si (Aktivis Muslimah)
Memasuki bulan Muharram tahun 1447 H menunjukan usia umat Rasulullah Saw yang sudah sangat panjang. Bulan Muharram erat kaitannya dengan hijrahnya Rasulullah Saw dan para Sahabatnya dari Makkah ke Madinah untuk mendapatkan kondisi dakwah yang lebih baik. Peristiwa hijrah ini menjadi tonggak pembeda antara yang _haq_ dengan yang _batil_, pembeda antara dominasi aturan kufur atau kepemipinan sistem Islam. Bagi umat Islam saat ini, khususnya Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, bulan Muharram hendaknya dijadikan momentum untuk melakukan perubahan fundamental.
Umat Islam seluruh dunia saat ini sebenarnya berada pada kondisi yang sama dengan masyarakat Makkah sebelum Rasulullah Saw. hijrah. Kondisinya sama-sama tidak menerapkan aturan Islam secara sempurna. Lihat saja Indonesia, fokus kaum Muslimin Indonesia saat ini dalam menyambut tahun baru Islam hanya sebatas refleksi spiritual serta penguatan keimanan individual. Sebagaimana dilansir di laman berita online terkait dengan penanggalan puasa sunnah dan amalan individu lainnya. (https://www.anataranews.com, 21/06/2025)
Naskah khutbah jumat jelang tahun baru Islam pun beredar yang isinya masih seputar tentang muhasabah individu, perubahan individu. Salah satu redaksinya adalah: "Dengan datangnya tahun baru ini, marilah kita perbaharui taubat kita, mengoreksi diri kita masing-masing, seberapa banyak kesalahan kita perbuat, seberapa besar perbuatan zalim kepada diri kita sendiri? Sudahkah kita memperbaikinya, beristighfar kehariban Ilahi Rabbi?".
Apakah cukup dengan muhasabah individu tanpa adanya kesadaran umat Islam terkait refleksi muhasabah masyarakat dan negara saat ini? (https://www.liputan6.com, 19/06/2025)
Membahas tentang Muharram, sayang ketika dibahas hanya sebatas persoalan individual, karena pada hakikatnya Muharram dan hijrah sangat berkaitan erat dengan sebuah perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Apalagi melihat dunia Islam saat ini yang begitu buram. Lihatlah kondisi saudara kita di Palestina, khususnya di jalur Gaza. Bahkan sepekan yang lalu 100 syuhada sejak fajar hari itu, kebanyakan mereka sedang berdiri dalam antrian bantuan. Mereka menginginkan tepung, tapi yang mereka temukan adalah kematian. Genoside Palestine terus berlanjut, lantas seegois itukah kita hanya memikirkan ibadah dan muhasabah diri kita sendiri?
Tahun baru Islam harusnya menjadi momen intropeksi bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Bahwa ikhtiar maksimal untuk perubahan itu harus segera dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para Sahabatnya. Terdapat tiga hal yang mutlak harus disadari agar ikhtiar tersebut dapat mencapai tujuanya. Pertama: Memahami bahwa kondisi sekarang adalah kondisi yang rusak atau tidak diharapkan. Sebagaimana Rasulullah Saw dan para Sahabatnya menyadari kerusakan kondisi masyarakat jahiliyah di Makkah saat itu. Kedua: Memahami kondisi ideal yang diharapkan atau dicita-citakan. Ketiga: Memahami bagaimana proses perubahan harus dilakukan, agar kekuasaan itu digunakan untuk melayani umat.
Ketiga hal diatas menunjukan bahwa hijrah (perubahan) individu tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan umat Islam saat ini yang sedemikian kompleks. Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani menjelaskan bahwa harus terjadi perubahan total pada maafahim (pemahaman), maqaayis (standar), dan qana'ah (kepuasan) pada suatu masyarakat.
Diawali dengan perubahan total pemahaman, terutama memahami makan bulan Muharram sebagai bulan hijrah. Makna hijrah hakiki seperti apa yang dimaksud agar terwujud masyarakat dan negara yang bertakwa? Para ulama, yakni Imam ash-Shan'ani, Imam Asy-Syaukani dan Imam an-Nawawi dengan merujuk ta'riif yang dirumuskan oleh Ibnu al-'Arabi menyatakan: "Hijrah adalah meninggalkan dar al-harb (harb bermakna perang, istilah lain dari al-kufur), lalu berpindah Menuju Dar al-Islam." (Ash-Shan'ani, Subul as-Salaam, 6/128; Asy-Syakani, Nayl al-Awthaar, 12/270; An-Nawawi, Al-Majmuu' Syarh al-Muhadzdzab, 19/268). Definisi yang persis sama, hanya beda istilah, dinyatakan oleh Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani: "Hijrah adalah meninggalkan dar al-kufr (negara kufur) Menuju Dar al-Islam (negara Islam)." (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, II/276).
Darul Islam dalam definisi ini adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam dan keamananya berada dalam kendali kaum Muslimin. Sebaliknya darul kufur adalah negara yang tidak menerapkan syariah Islam atau keamananya bukan di tangan kaum Muslim, sekalipim mayoritas penduduknya beragama Islam (Muqaddimah Dustur, Pasal 2, I/10-16). Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta Hijrah Nabi Saw dan para Sahabatnya dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi darul Islam).
Dengan demikian memahami secara totalitas makna hijrah sebagai berikut: pertama: pemisah antara kebenaran dan kebatilan, antara Islam dan kekufuran, serta antara darul Islam dan darul kufur. Sebagaimana dikatakan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. "Hijrah itu memisahkan kebenaran dan kebatilan". Kedua: tonggak pendirian Daulah Islamiyah Pertama di Madinah. Ditandai dengan penerapan Sistem Islam secara Kaffah (Total).
Berikutnya adalah umat Islam harus disadari bahwa realitas kerusakan tatanan kehidupan hari ini adalah karena masih berada dalam darul kufur yakni diterapkannya sistem Kapitalisme-Sekularisme yang mengakibatkan hukum-hukum Allah ditinggalkan. Terakhir umat Islam harus berpikir bagaimana cara untuk melakukan perubahan?
Perubahan total tidak mungkin bisa melalui jalan yang disediakan oleh sistem Kapitalisme-Sekularisme hari ini. Umat harus segera sadar akan perubahan yang hakiki. Imam Malik berkata, "Umat yang akhir ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan apa yang dapat yang menjadikan umat yang awal itu baik."
Metode tersebut adalah dakwah yang membangun kesadaran umat sampai ke tataran kesadaran ideologis. Umat harus menyadari pentingnya mengganti sistem yang rusak ini bukan hanya rezimnya. Dan memperjuangkan sistem yang diturunkan oleh Zat yang Mahabaik. Itulah sistem Islam.
Wahai kaum Muslim! Tidakkah Anda melihat genosida yang dilakukan Zionis Yahudi atas warga Palestina yang didukung oleh Amerika dan negara Barat penjajah serta negara-negara Arab pengekor? Ini adalah salah satu bukti paling gamblang bahwa mereka semua adalah penguasa diktator yang bengis. Semakin mereka menampakkan sikap demikian, menjadi tanda bahwa tak lama lagi akan lahir dari rahim peradaban ini. Itulah negara adidaya yang akan melenyapkan entitas Yahudi dan pendukungnya. Negara baru itu adalah Khilafah 'alaa minhaaj an-nubuwwah. Bukankah semakin gelap malam adalah pertanda bahwa fajar subuh akan segera terbit? "Bukankah waktu subuh itu sudah semakin dekat." (QS Hud [11]: 81).
WalLaahu ta'ala a'lam bi ash-shawaab.