Demi meraih predikat Kota Layak Anak (KLA), berbagai daerah berbenah diri dan optimis berkomitmen mampu mewujudkan KLA di daerah masing-masing. Hal serupa dilakukan oleh Pemkot Bogor menyatakan Kota Hujan mampu meraih predikat KLA utama. 2025. Yang menjadi evaluasi penting untuk mewujudkan KLA yaitu dengan merealisasikan sistem pembangunan Kota Bogor yang berorientasi pada pemenuhan hak dan perlindungan anak secara menyeluruh Sebelumnya, Kota Bogor pernah meraih predikat Nindya dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinsungan Anak (PPPA). Sehingga Walikota Bogor, Dedie Rachim sangat optimis pencapaian status utama akan diraih oleh Kota Bogor (Dinews, 20/06/2025)
Pencapaian yang telah diraih oleh Kota Bogor, antara lain yaitu akta kelahiran yang dimiliki oleh 94,63 persen anak di kota Bogor, 19 dari 25 puskesmas menerapkan prinsip ramah anak, serta keberadaan satuan pendidikan ramah anak seperti TK Akbar dan SMPN 2 yang meraih standar nindya. Selain itu, Kota Bogor juga memiliki ruang bermain anak (RBRA) berstandar nindya, perpustakaan dengan standarisasi prtama dan pusat pembelajaran keluarga (pupaga) yang telah meraih kategori utama. Dalam bidang perlindungan anak, Pemkot telah membentuk UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), dengan mengembangkan aplikasi pengaduan SIBADRA, serta bekerja sama dengan Polresta Bogor Kota untuk pencegahan kekerasan terhadap anak.
Berbagai fasilitas yang ada memang sudah memenuhi persyaratan untuk meraih predikat KLA utama. Namun pada faktanya kasus terkait kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Kasus yang terbaru adalah kisah siswi SD di Kota Bogor diduga menjadi korban perbuatan terlarang yang dilakukan oleh seorang lansia yang juga tetangga korban (radarbogor, 16/06/2025).
Kasus ini hanyalah satu dari deretan panjang kasus yang menimpa anak-anak di Kota Bogor. Dan predikat KLA utama tidaklah cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang menimpa anak-anak. Sebab, terkadang kekerasan yang terjadi kepada anak baik kekerasan fisik, psikis hingga kekerasan seksual justru banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat mereka. Seperti, orang tua, keluarga atau kerabat dan tetangga yang dikenal baik oleh anak-anak tersebut. Namun dengan berbagai macam alasan, anak-anak sangat rentan mendapatkan perlakukan yang tidak layak. Sehingga butuh aturan yang bersifat sistemik untuk merealisasikan KLA secara nyata dalam ruang lingkup masyarakat. Bukan hanya sekadar slogan atau hanya demi mendapat predikat KLA utama, namun anak-anak di negeri ini hidup dibawah bayang-bayang ketakutan dan sering mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya.
Kekerasan terhadap anak yang terus bermunculan walaupun beragam program dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin terpenuhinya hak hak. Sebab, KLA dengan berbagai mekanismenya tidak menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya. Justru seolah bertolak belakang dengan kondisi saat ini, dimana kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dari tahun ke tahun terus meningkat dan sasarannya pun semakin beragam.
Tidak dipungkiri, maraknya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak merupakan buah penerapan sekular liberal yang mengarahkan cara pandang masyarakat hanya untuk memuaskan hawa nafsu belaka dan menjauhkan nilai agama dari kehidupan, Standar halal dan haram tidak lagi menjadi landasan manusia untuk berbuat, sehingga manusia bebas berbuat apa saja sesuai keinginannya. Terkikisnya nilai agamanya ini akibat agama hanya dianggap ranah privat yang tidak diberi tempat dalam ranah kehidupan.
Disisi lain, negara pun tak melakukan tugasnya sebagai penjaga pelindung masyarakat, sehingga konten-konten berbau pronografi bebas bertebaran di berbagai tayangan, film dan sosial media. Ditambah tidak adanya sanksi yang memberi efek jera kepada pihak yang dengan sengaja membuat dan menyebarkan tayangan pornografi di media sosial. Bahkan konten pornografi menjadi ajang bisnis yang menggiurkan dan menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dengan fakta sedemikian bagaimana mungkin anak-anak terhindar dari maraknya kasus kekerasan seksual dan bahkan akan terus menerus menjadi korbannya. Maka wajarlah apabila sistem sekular liberal terbukti gagal melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan.
Sistem yang concern pada anak-anak yang merupakan generasi yang akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa ini, hanyalah sistem yang bersumber dari sang pencipta manusia yaitu Allah swt. Sistem Islam memiliki aturan yang sempurna dan paripurna untuk menjaga dan melindungi anak-anak yang berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan. Sebab seharusnya anak-anak tumbuh dan berkembang dalam keluarga dan lingkungan yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Mereka dididik menjadi sosok pribadi yang bertakwa dan menjadi penuntut ilmu yang akan berkontribusi besar pada peradaban dunia di masa yang akan datang.
Maka untuk mewujudkan hal tersebut dengan menerapkan berbagai mekanisme dari level keluarga, masyarakat dan negara. Untuk level keluarga, setiap individu keluarga dibebankan untuk mempelajari Islam sebagai landasan untuk mendidik anak-anak. Sebab keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu merupakan madrasatul ula dalam memberikan pendidikan pertama dan utama bagi anak dalam balutan keimanan kepada Allah swt.
Dan level masyarakat, Allah menetapkan kewajiban amar makruf dan saling tolong menolong dalam kebaikan yang disuasanakan dalam lingkungan masyarakat. Level tertinggi adalah level negara sebagai pemegang kekuasaan penuh untuk mengurus, melindungi dan menjaga anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif dan jauh dari marabahaya. Dan terpenting memberikan sanksi yang memberikan efek jera kepada siapapun yang melakukan kejahatan kepada anak. Dengan mekanisme seperti ini, kota layak anak akan terwujud nyata, bukan semata-mata demi untuk mendapatkan predikat di mata manusia. Melainkan sebagai bentuk penerapan aturan Islam kaffah yang diperintahkan oleh Allah untuk diterapkan di muka bumi sebagai satu-satunya aturan yang mengatur umat manusia. Wallahua’alam