Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I.
(Pemerhati Masalah Sosial)
Kejahatan siber di masa ini sangat rentan terjadi pada anak. Untuk itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan berkomitmen melindungi anak dari kejahatan tersebut. Komitmen ini, diimplementasikan melalui workshop Pemenuhan Hak Anak bertajuk Mencegah terjadinya Cyber Crime pada Anak di Kota Balikpapan. Yang diikuti oleh ratusan anak dari berbagai sekolah (Kaltimpost.id, 30/06/2025).
Sekretaris DP3AKB Balikpapan, Nursyamsiarni Djufril Larose menyebut bahwa, kegiatan ini merupakan bagian dari program prioritas wali kota Balikpapan saat ini, yakni menitikberatkan pada perlindungan dan mencakup hak-hak anak. Juga, sebagai upaya untuk mencegah maraknya kejahatan siber yang menyasar anak-anak. Serta komitmen nyata daerah dalam mewujudkan Balikpapan sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Tak dipungkiri, dunia digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Data BPS 2024 menyebutkan bahwa 39,71 persen anak usia dini di Indonesia sudah menggunakan telepon seluler, dan 35,57 persen lainnya telah mengakses internet. Lebih mengkhawatirkan, sebanyak 5,88 persen anak di bawah usia satu tahun tercatat telah menggunakan gawai, dengan 4,33 persen dari mereka mengakses internet. Angka ini melonjak pada kelompok usia 1–4 tahun, di mana 37,02 persen menggunakan telepon seluler dan 33,80 persen telah online. Sementara pada usia 5–6 tahun, pengguna gawai mencapai 58,25 persen, dan 51,19 persen telah aktif mengakses internet (Diskominfo.kaltimprov.go.id, 23/05/2025).
Dunia Digital dalam Kapitalisme
Perkembangan dunia digital telah membawa manfaat yang tak terhitung jumlahnya bagi masyarakat. Namun, dampak negatif juga semakin memprihatinkan, terutama dalam bentuk kejahatan siber yang semakin merajalela. Generasi muda, sebagai pengguna utama teknologi, sering kali menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan siber. Berbagai bentuk kejahatan dunia maya seperti penipuan daring, eksploitasi anak, hingga penyebaran konten negatif, dapat dengan mudah menjebak anak-anak yang belum memiliki kemampuan menyaring informasi secara kritis.
Untuk itu, perlindungan anak dalam dunia digital sangat mendesak dilakukan oleh semua pihak. Pemerintah pun telah berkomitmen kuat untuk mencegah kejahatan siber melalui berbagai cara. Mulai dari pemantauan, peningkatan literasi digital, workshop, dan sebagainya. Semua upaya tersebut patut diapresiasi. Namun, hal itu belum cukup, karena masih sebatas menghindari dampak negatif yang lebih luas, bukan menuntaskan secara mengakar.
Maraknya kejahatan dunia digital yang mampu menyulap anak-anak menjadi korban atau pelaku kejahatan tak lepas dari paradigma sekuler kapitalisme yang mendominasi tujuan hidup manusia hari ini. Segala sesuatu yang menghasilkan uang dan banyak diminati akan diproduksi secara terus menerus. Alhasil, keberadaan teknologi yang seharusnya membawa manfaat, malah lebih banyak mendatangkan mudarat dengan bermunculnya konten-konten negatif dan kejahatan dunia maya yang mengintai anak-anak.
Parahnya, peran negara sebagai pelindung dan penyelamat generasi tampak mandul dan tak kuasa membendung arus kerusakan sistem sekuler kapitalisme. Negara pun belum optimal dalam menyediakan ruang digital yang positif dan ramah anak. Meskipun, Keminfo sudah berhasil memblokir 1 juta situs porno di dunia, tapi itu belum seberapa. Masih banyak sekali konten negatif yang bertebaran di media. Ditambah, hukum sanksi bagi pelaku kejahatan siber masih lemah dan tidak menjerakan. Sementara, pelaku kejahatan siber semakin gencar melaksanakan aksi kriminialnya dengan taktik yang beragam.
Apalagi, menggandeng anak sebagai garda terdepan tak akan mampu menanggulangi atau mengurangi kejahatan siber. Tanggung jawab utama ada pada negara bukan dialihkan kepada yang lain. Negaralah yang wajib memastikan anak-anak mendapatkan perlindungan yang aman dan layak di dunia maya, serta mencegah mereka menjadi korban kejahatan siber. Karenanya, tidak cukup hanya memberikan edukasi, tapi butuh support system untuk menuntaskan kejahatan siber.
Islam Mewujudkan Ruang Digital yang Aman Bagi Anak
Keamanan dalam Islam dipandang sebagai hak jamaah dan menjadi kewajiban negara menyediakannya. Saat ini, tuntutan keamanan tidak hanya di ruang nyata, tetapi juga ruang digital. Oleh karenanya, tidak ada alasan bagi negara Islam untuk lalai, bahkan tidak serius menjamin penerus peradaban Islam. Oleh karena itu, kebijakan negara memastikan perlindungan terhadap seluruh rakyatnya termasuk anak-anak.
Beberapa hal akan ditempuh negara untuk mengamankan ruang digital dengan ketentuan sebagai berikut. Pertama, sistem kehidupan Islam berasaskan akidah Islam. Keyakinan terhadap Allah Swt. akan melahirkan ketakwaan bagi para pemeluknya. Dengan ketakwaannya, ia akan berusaha untuk melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Ia pun akan memahami kebahagiaannya adalah meraih rida Allah Swt., bukan perolehan materi semata. Ia juga akan menstandarkan perbuatannya pada halal dan haram sebab itulah yang akan menentukan hadirnya ridha Allah. Ia akan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang benar dan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama.
Kedua, fungsi negara sebagai pengurus dan pelindung umat. Negara akan melindungi umat dari segala macam bahaya, baik kejahatan fisik maupun pemahaman-pemahaman kufur. perlindungan terhadap pemahaman kufur dengan membentuk kepribadian Islam yang kuat pada setiap warga. Sehingga penggunaan teknologi digital akan membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia. Ini karena orang yang bertakwa akan sibuk mencari solusi untuk memudahkan urusan manusia, alih-alih membuat cara untuk melakukan kejahatan dengan motif keuntungan pribadi saja.
Ketiga, negara tidak antiteknologi asing, tetapi wajib melindungi dan memelihara jiwa, akal, agama, nasab, harta, kemuliaan, keamanan, dan negara. Selain itu, produksi dan pemanfaatan teknologi tinggi harus dipastikan membawa hasil positif, memberi maslahat bagi umat dan dakwah Islam bukan malah mengantarkan mudarat.
Keempat, negara pun akan mengurus rakyatnya dengan sebaik-baik pengurusan. Negara akan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat sehingga kejahatan atas motif ekonomi akan hilang. Tak hanya itu, hukum sanksi dalam Islam, bersifat jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus) sehingga jika pun muncul kasus kejahatan siber, akan mudah dan cepat tertangani.
Demikianlah, langkah yang dilakukan negara Islam dalam melindungi dan menyelamatkan generasi dari kerusakan. Islam tidak menutup diri dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi dan digitalisasi. Hanya saja, Islam memiliki aturan yang komprehensif agar dunia digital membawa keberkahan bagi kehidupan dan dakwah Islam. Wallahua'lam bishshawab