(Aktivis Muslimah)
Insiden pencemaran lingkungan kembali terjadi di wilayah operasional Pertamina. Pada Kamis, 19 Juni 2025 lalu, sumur pengeboran LSE 1176 RIG PDSI milik Pertamina di Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, mengalami semburan api. Setelah kejadian itu, aliran Sungai Sanga-Sanga tercemar oleh limbah minyak.
Warga di empat rukun tetangga (RT) mengeluhkan air sungai yang menjadi keruh, berlumpur, dan mengeluarkan bau minyak menyengat. Krisis air bersih pun tak terhindarkan.
Menanggapi kejadian ini, anggota Komisi III DPRD Kaltim, M. Samsun, menyatakan keprihatinannya. Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kukar ini menyebut kejadian tersebut bukanlah yang pertama. Ia menyinggung insiden serupa yang pernah terjadi di wilayah Muara Badak, yang kala itu merugikan nelayan kerang. https://radarkukar.com/warga-sanga-sanga-krisis-air-bersih-dprd-minta-investigasi-tuntas-pencemaran/
Air merupakan salah satu sumber kehidupan bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Sehingga krisis air bersih cukup meresahkan masyarakat khususnya di Sanga-Sanga Kaltim. Krisis air bersih harus segera ditangani. Meski yang melakukan perusahaan minyak tetapi dalam memenuhikebutuhan air bersih adalah tanggung jawab penuh penguasa. Hal itu sangat urgent sehingga penguasa perlu menindak lanjuti kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan pengusaha minyak. Ini pun ditambah lagi faktor lain penyebab krisis air, yaitu kebijakan atas adanya UU dalam pengelolaan SDA. Sehingga perusahaan minyak tidak lagi memikirkan dampak dari pencemaran di lingkungan sekitar.
Rakyat sulit mendapatkan air bersih sebab semua telah tercemar dan tidak layak di gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Ditengah kesulitan air bersih, terbukalah peluang untuk mengkapitalisasi air oleh oknum-oknum yang memanfaatkan situasi darurat ini. Tidak menutup kemungkinan harga yang harus di beli rakyat cukup tinggi dan mau tidak mau rakyat terpaksa membelinya dengan harga mahal bahkan dua kali lipat dari harga normal.
Adanya masalah air disebabkan oleh sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama dengan berbagai dampak kerusakan yang ada. Sistem kapitalisme menjadikan penguasa yang seolah leluasa dalam berbuat apa saja. Sehingga apa yang dilakukan asal menghasilkan banyak uang akan di usahakan meski harus menyengsarakan rakyat. Sebagaimana hak rakyat dalam mendapatkan air bersih.
Jikapun usaha penguasa dalam menyelesaikan problem ini seperti menyediakan air bersih, sayangnya hanya dalam jangka pendek, walhasil tidak benar-benar memberikan solusi sampai ke akar masalah. Maka jelas sistem kapitalisme menjadikan penguasa hanya sebagai fasilitator. Mereka tidak bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan rakyat tetapi justru mengalihkan tugasnya ke para pemilik modal yang tentu saja bukan bertujuan membantu meringankan rakyat tetapi keuntungan individu dan golongan.
Dalam Islam memiliki pengaturan terhadap hajat hidup rakyat seperti air yang menjadi kebutuhan dasar makhluk hidup khususnya manusia.
Seperti hadis Rasulullah SAW :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Sehingga jelas bahwa air merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh di privatisasi.
Sistem Islam akan membuat aturan yang sesuai dengan syari'at dengan tidak merusak alam akibat pengelolaan tambang, hutan, dan lain sebagainya sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan dan tidak mengalami krisis air bersih yang saat ini terjadi dalam sistem kapitalisme.
Negara dalam sistem Islam akan dibiayai oleh penguasa melalui dana baitul mal yang semua itu berasal dari kharaj, fai, ganimah, pengelolaan SDA sehingga mampu menyediakan air untuk seluruh umat. Maka, sudah saatnya negeri ini mengikuti jejak negara Islam yang pada saat itu bertanggungjawab penuh terhadap kebutuhan umat. Atas keimanan yang kuat terhadap Allah SWT sehingga penguasa dalam Islam akan menjaga amanah dan tugas yang diembannya terkhusus krisis air saat ini. Wallahu Alam Bishowab.