Banda Aceh – Dugaan kebocoran dana parkir di RSUDZA kembali menjadi sorotan. Total pendapatan parkir yang seharusnya masuk kas rumah sakit, menurut pengakuan pihak rumah sakit, melalui mekanisme bagi hasil 60 persen untuk RSUDZA dan 40 persen untuk pengelola, diduga tidak sepenuhnya transparan. Minggu (19 Oktober 2025).
Dalam wawancara dengan Rahmadi, Humas RSUDZA, ia menjelaskan alur perhitungan pendapatan parkir. “Total pendapatan parkir akan dikurang gaji karyawan, biaya operasional office seperti tiket dan ATK, pajak parkir, serta maintenance kalau ada. Selisih bayar karyawan sesuai surat edaran khusus RSUDZA juga dikurangkan. Sisa baru dibagi hasil: 60 persen untuk RS dan 40 persen untuk pengelola,” ujarnya.
Namun, pertanyaan muncul saat hasil audit internal atau verifikasi oleh Kabag Akuntansi disebut belum ditunjukkan. Rahmadi menambahkan, “Mengapa hingga saat ini pihak RSUDZA belum memberikan penjelasan resmi terkait dugaan perbedaan angka setoran tersebut? Harus saya tanyakan dulu ke bagian akuntansi.”
Terkait pengawasan, RSUDZA mengaku memiliki Badan SPI internal dan telah diaudit, namun hasilnya tidak dipublikasikan. Apakah laporan resmi dari Inspektorat atau BPK ada? Menurut Rahmadi, “Keduanya ada, Inspektorat dan BPK RI, terkait proses tender dan penunjukan rekanan.”
Proses Tender yang Kontroversial
Dugaan praktik tender yang tidak transparan juga muncul. Mengapa perusahaan yang sama selalu memenangkan tender parkir setiap lima tahun? “Perusahaan yang lengkap dokumen sesuai syarat lelang yang menang, yang kurang lengkap gugur. Untuk tender kali ini, belum ada pengumuman pemenang karena ada pergantian pemimpin pengelola. Dibuat addendum kontrak penambahan waktu tiga bulan, makanya masih dikelola oleh perusahaan yang sama,” jelas Rahmadi.
Ketika ditanya tentang anggota panitia lelang dan kemungkinan konflik kepentingan, Rahmadi mengaku, “Panitia lelang ada lima orang, nama tidak boleh saya sebutkan. Sampai saat ini belum ada keluhan atau indikasi konflik, kami masih menunggu instruksi pimpinan atau Dirut RSUDZA untuk pengumuman pemenang.”
Evaluasi lelang, menurutnya, dilakukan melalui aplikasi web internal RSUDZA tanpa lembaga independen yang terlibat secara eksternal.
Dana Parkir Rp130 Juta Per Bulan, Ke Mana Mengalir?
Dugaan kebocoran dana parkir Rp130 juta per bulan menjadi sorotan kritis. Saat ditanya ke mana aliran dana tersebut jika tidak masuk kas RSUDZA, jawaban Rahmadi masih merujuk pada mekanisme awal: dikurangi biaya operasional dan gaji, baru dibagi hasil.
Besaran setoran yang masuk ke rumah sakit ditentukan Kabag Akuntansi, namun menurut Rahmadi, mekanisme verifikasi hanya internal. Apakah dana parkir yang tidak disetorkan digunakan untuk kepentingan pribadi atau operasional lain? “Sama jawaban dengan nomor satu,” tegasnya.
Etika dan Hukum Terancam
Potensi pelanggaran kode etik ASN juga mengemuka jika pegawai rumah sakit terlibat kepemilikan perusahaan pemenang tender. Rahmadi mengaku tidak mengetahui hal tersebut, namun menambahkan, “Kalau pun ada, berarti SDH melanggar kode etik ASN.”
Pemerintah Aceh maupun Dinas Kesehatan Aceh, menurutnya, belum mengetahui dugaan ini dan belum melakukan pengawasan. Saat ditanya siapa yang harus bertanggung jawab jika dugaan ini terbukti, Rahmadi tidak memberikan jawaban.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan parkir di RSUDZA masih menjadi pertanyaan besar. Dengan dana parkir ratusan juta per bulan, mekanisme internal yang tidak dipublikasikan, serta potensi konflik kepentingan dalam tender, banyak pihak mempertanyakan integritas pengelolaan keuangan rumah sakit.
Publik kini menunggu penjelasan resmi RSUDZA, sementara dugaan kebocoran keuangan negara dan pelanggaran etika ASN tetap menjadi catatan penting bagi pengawas internal dan eksternal.(RB)