Aceh – Aroma pungutan liar kembali menyeruak dari akar pemerintahan desa. Sejumlah warga Desa Cot U Sibak dan Blang Aman, Aceh, mengaku diminta “jatah” sebesar 2,5 persen dari biaya pembuatan surat tanah oleh oknum Geuchik. Praktik ini diduga telah berlangsung diam-diam, menodai semangat pelayanan publik yang seharusnya bersih dan transparan. Kamis (16 Oktober 2025).
Koordinator Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Aceh (Satgas PPA), Tri Nugroho Panggabean, mengecam keras dugaan pungli tersebut. Ia menilai tindakan itu sebagai penyimpangan serius yang mencederai kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa.
“Permintaan jatah dalam bentuk apa pun di luar ketentuan resmi tidak bisa ditoleransi. Ini jelas masuk kategori pungutan liar dan harus ditindak tegas,” ujar Tri dengan nada tegas.
Laporan warga menyebut, oknum aparat desa meminta tambahan biaya di luar tarif resmi yang telah diatur pemerintah. Padahal, mekanisme biaya administrasi dan pajak tanah sudah diatur dengan jelas dalam peraturan negara. Namun di lapangan, aturan tampak kalah oleh kebiasaan lama: pungutan siluman yang dibungkus alasan “biaya operasional desa.”
Menanggapi gejolak itu, pemerintah daerah disebut telah turun tangan, memfasilitasi mediasi antara warga dan pihak Geuchik. Namun publik menilai langkah tersebut belum cukup. Transparansi dan keadilan dinilai hanya bisa ditegakkan bila aparat penegak hukum turut bertindak.
Tri Nugroho memastikan Satgas PPA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia mendesak agar penegakan hukum berjalan tanpa kompromi.
“Kami tidak akan membiarkan praktik kotor ini merusak kepercayaan rakyat. Pembangunan Aceh harus bersih dari pungli dan mafia birokrasi,” tegasnya.
Kasus dugaan pungli “jatah 2,5 persen” ini menjadi cermin buram wajah pelayanan publik di tingkat desa. Di tengah gencarnya program pembangunan dan digitalisasi administrasi, praktik feodal dan transaksional masih bersembunyi di balik meja pelayanan.
Pertanyaannya kini apakah kasus ini akan benar-benar diusut tuntas, atau kembali tenggelam seperti banyak skandal desa lainnya di Aceh? (**)