Oleh: Dewi Yuli Yana, S.Hut
(Aktivis Muslimah Samarinda)
Bunuh diri merupakan fenomena global, dikabarkan lebih dari 720.000 orang bunuh diri setiap tahunnya. Artinya 73% kasus bunuh diri terjadi di negara di seluruh dunia. Indonesia saat ini pun menjadi salah satu negara yang memiliki angka bunuh diri tinggi, mulai dari kalangan tua hingga menimpa generasi muda.
Sungguh, ini adalah tragedi besar. Generasi muda semestinya menjadi generasi penerus justru mengalami krisis jati diri yang parah sehingga tidak memiliki tujuan hidup dan keluar dari masalah hidupnya. Peningkatan angka bunuh diri tiap tahunnya, sesungguhnya menggambarkan betapa buruknya mental masyarakat yang terbentuk. Mental yang lemah ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat kita tidak cukup kuat menghadapi tantangan dan ujian hidup.
Maka sejujurnya, rakyat pun akan terus berputar pada situasi dan kondisi yang sulit ini, seperti sulitnya mencari pekerjaan serta susahnya mendapatkan kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan, dan akses lapangan pekerjaan yang kian sulit. Di sinilah lahir banyaknya keputus-asaan yang membuat individu tidak memiliki akal sehat untuk mencari solusi.
Perilaku ini merupakan dosa besar. Allah Taala berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa [4]: 29).
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. juga bersabda, “Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR Bukhari dan Muslim).
Jika ditelaah, hal ini terjadi akibat salahnya standar kehidupan yang menjadi titik tolak kebahagiaan manusia. Sejalan dengan diadopsinya sistem sekularisme saat ini, mejadikan cara pandang individu terhadap standar kebahagian hidup hanya pada materi. Standar kebahagiaan diukur dengan kepemilikan harta dan materi semata. Kemuliaan dan kebahagiaan hanya dinilai dengan segala sesuatu yang bersifat fisik, seperti jabatan, status sosial di masyarakat, harta, kedudukan, kemewahan dan ketenaran.
Tidak heran, cara pandang ini mendorong seseorang selain untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat materi, juga dengan segala cara, tidak peduli halal atau haram. Inilah bukti nyata kegagalan kapitalisme.
Di sisi lain, sistem pendidikan yang diadopsi dengan sekulerisme, telah gagal membentuk karakter dan kepribadian Islam yang kuat. Akibatnya, sistem pendidikan yang diharapkan dapat menciptakan generasi bermental kuat, karakter mulia, dan memiliki pemikiran jernih, justru sangat bertolak belakang dengan keadaannya. Jauh dari itu, individu akan menjadi orang yang individualis dan semakin menjauhkan diri dengan keterikatan pada syariat Islam.
Masalah bunuh diri ini kian kompleks dengan ditambahnya lagi peran negara yang terkesan tidak menjadikan masalah ini sebagai sesuatu yang darurat. Harusnya pemerintah menyadari bunuh diri yang kian marak adalah masalah serius. Namun, dalam sistem saat ini nyawa individu tidak lebih penting dibandingkan urusan pribadi yang mereka sibukkan.
Di sinilah harusnya membutuhkan peran negara dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap mental rakyatnya. Tersebab masalah bunuh diri dipengaruhi problem sistemis, maka untuk menyelesaikannya harus dilakukan secara sistemis pula.
Semua itu ada pada Islam, hadir sebagai solusi persoalan hidup. Tidak ada manusia hidup tanpa masalah dan tidak ada masalah tanpa ada solusinya. Berikut mekanisme Islam mencegah bunuh diri, di antaranya pertama, memperbaiki cara pandang kehidupan ini dengan memahamkan akidah yang mendalam sejak kecil. Dengan adanya bekal tsaqofah yang kuat, setiap individu akan memahami visi dan misi hidupnya sebagai hamba Allah Taala, yakni beribadah, menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Prinsip inilah yang akan membina dan mengedukasi para orang tua agar menjalankan fungsi pendidikan dan pengasuhan sesuai akidah Islam.
Kedua, menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa kurikulum pendidikan Islam mampu melahirkan generasi kuat imannya, tangguh mentalnya, dan cerdas akalnya. Negara akan mengondisikan penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan untuk membentuk syakhsiyah Islam terlaksana dengan baik. Generasi harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat Islam. Dengan begitu, mereka akan memiliki bekal menjalani kehidupan dan mengatasi persoalan yang melingkupinya dengan cara pandang Islam.
Maka solusinya adalah harus adanya Daulah Islam. Khilafah akan membina warga dengan akidah Islam sehingga membuahkan ketakwaan dan ketaatan. Khilafah menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan warga, yakni dengan arah pandang agar seluruh amal perbuatan mereka dalam rangka meraih rida Allah Taala. Untuk itulah mereka harus terikat sepenuhnya dengan hukum syariat Islam.
Penerapan sistem Islam kafah yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang gemar berdakwah, dan negara yang benar-benar me-riayah. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life.
Ketika Islam menjadi jalan hidup bagi setiap muslim, tidak akan ada generasi yang sakit mentalnya, mudah menyerah, atau gampang putus asa. Mereka akan menjadi generasi terbaik dengan mental sekuat baja dan kepribadian setangguh para pendahulunya.