Keracunan Massal MBG dan Solusi Sistemik dalam Islam


author photo

14 Okt 2025 - 17.24 WIB



Oleh: Eka Susanti, S.Pd
(Aktivis & Jurnalis Islam)

Media sosial kini dihebohkan dengan persoalan kasus dari program MBG yang diajalankan oleh pemerintah dan kini dikatakan telah banyak meracuni para generasi (siswa-siswi) di sekolah. Siswa-siswi di sejumlah sekolah, di berbagai daerah Indonesia telah mengalami keracunan setelah mengkonsumsi makanan yang disediakan dari program MBG tersebut. Salah satunya wilayah KalSel yang mulai menangani beberapa kasus dari program MBM.

Kepala SPPG wilayah setempat, Rony Setiawan ketika dikonfirmasi mengakui adanya temuan ulat pada sayur MBG di SDN 1 Telaga. (BanjarmasinPost.id, 05/10/2025). Di daerah Banjar, teknis pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis masih terus dievaluasi. Beberapa laporan dari lapangan menyebutkan adanya makanan yang berubah aroma saat diterima siswa. (Banjar, IDN Times.Id, 05/10/2025). Wakil ketua komisi DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, H. Gusti Iskandar menyinggung terkait proses pembagian MBG di sekolah, agar pihak pelaksana menyediakan tenaga yang cukup, jangan sampai menggunakan tenaga guru. “Jangan gunakan guru untuk membantu membagikan MBG, hal itu dianggap mengganggu proses belajar-mengajar sekolah” (jejakrekam.com, 01/10/2025).

Selama tahun 2025, keracunan massal akibat dari program MBG yang telah menimpa ribuan anak Indonesia kini menjadi luka serius dalam tata kelola pangan serta perlindungan generasi yang buruk. Data pengawas dan investigasi telah menunjukkan ribuan korban di banyak daerah di Indonesia. Data dari JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) menyatakan 1.084 anak sudah menjadi korban keracunan MBG selama 6-12 oktober (CNNIndonesia.id, 13/10/2025). 

Melihat kasus dalam negeri yang terus berkecamuk saat ini, khususnya pada ranah pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pemasalahan yang sistemik, baik dari segi distribusi, pengawasan, serta akuntabilitas program ini sangat tidak layak untuk dilaksanakan secara paksa. Mengapa hal ini bisa terjadi??

Beberapa permasalahan ini terjadi karena: Orientasi kebijakan yang bersifat proyek dan bersubsidi bukan menjadi jaminan publik. Lemahnya tata kelola rantai pasokan dan standarisasi yang ditetapkan. Pengawasan yang lemah, sehingga kontrol tidak bisa terlaksana secara ketat dan efisien. Terjadi komersialisasi dan orientasi pada profit, dimana program MBG berorientasi hanya untuk mendapatkan keuntungan. Serta tidak adanya respon preventif, yakni tindakan pencegahan yang dilakukan sebelum masalah terjadi untuk mencegah terjadinya risiko, atau masalah lebih lanjut. 

Seolah telah menjadi kebiasaan dari kebijakan-kebijakan yang tidak memiliki tujuan yang jelas dan serius dari pemerintah, ketika tidak adanya pencegahan dan kehati-hatian dalam menjalankan program untuk masyarakat. Seringkali hanya tindakan pencegahan (represif) yang dilakukan, jika setelah adanya masalah dan jatuhnya korban jiwa. Pakar gizi bahkan menilai pemerintah tidak betul-betul menjalankan fungsi pengawasan, evaluasi, dan supervisi program tersebut. Mereka cenderung mengabaikan masalah yang muncul sehingga kembali terulang.

Perlu kita dudukkan persoalan seperti ini di atas tata kelola kepemimpinan Islam dalam sistem negara Khilafah. Prinsip seperti ini perlu diwujudkan bukan hanya sebagai retorika saja, tetapi perlu melalui sebuah institusi, baitul mal, hukum yang tegas, dan pendidikan moral yang menjamin anak adalah amanah yang dijaga sebaik-baiknya. Jelas bahwa penguasa dalam Islam diperintahkan Allah Swt untuk mengurus rakyat dengan penuh amanah dan tanggung jawab, berpegang pada aturan-aturan syariat, serta menjauhkan diri dari kecurangan dan populisme. Kekuasaan harus benar-benar berlandaskan pada syari’at Allah Swt untuk bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Allah telah mengharamkan surga bagi penguasa yang tidak memperhatikan rakyatnya, sebagaimana dalam hadist dikatakan: “Tidak seorang hambapun yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memperhatikan mereka dengan nasihat, kecuali ia tidak akan mendapatkan bau surga.” (HR Bukhâri).

Penguasa dalam sistem Islam harus melakukan fungsi raa’in, yaitu mengurus dan melayani segala kebutuhan masyarakat dengan amanah. Program-program untuk rakyat perlu direncanakan dan dipersiapkan dengan matang dan juga diawasi secara menyeluruh. Negara harus mengerahkan SDM yang profesional dan yang sesuai dengan tujuan program yang akan dijalankan, semisal makan gratis seperti ini, maka harus melibatkan pakar gizi dan makanan serta tenaga ahli di bidang kuliner yang tepat.

Dalam kitab Tarikh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Abdil Hakam menyebutkan bahwa Khalifah mendirikan dapur umum untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun rakyat yang kelaparan di bawah pemerintahannya. Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis sudah diterapkan dalam bentuk pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus masjid, guru, murid, pelancong, dan penduduk lokal yang membutuhkan.

Artinya, kebijakan makan bergizi gratis dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) diberlakukan atas dorongan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan dan pelayanan terbaik kepada rakyat. Inilah visi dan misi Islam yang sesungguhnya, yakni mengurus dan melayani setiap kebutuhan rakyat dengan persiapan dan perlakuan terbaik.

Tentu transformasi seperti ini seharusnya bukan hanya sebagai idealisme semata, ini adalah kebutuhan praktis untuk masa depan umat. Negara juga seharusnya dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi penanggung nafkah sehingga rakyat tidak perlu pusing memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dengan begitu hanya dengan negara dalam bingkai sistem Islam yang dapat mewujudkan generasi yang sehat dan kuat secara fisik dan psikisnya, unggul, serta bertakwa. Karena sistem yang dijalankan oleh penguasa/pemerintahannya juga berlandaskan pada aturan/syari’at Allah Swt.

Wallahua’lam bissawaab...
Bagikan:
KOMENTAR