Ketika Larangan Setengah Hati, Maksiat Pun Tak Mampu Ditutupi


author photo

17 Okt 2025 - 14.28 WIB




Oleh: Ririn Arinalhaq

Minuman keras atau minuman beralkohol adalah salah satu kemaksiatan yang harus dijauhi oleh umat Islam. Namun kemaksiatan ini ternyata sudah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian masyarakat di berbagai belahan dunia,
salah satunya di Indonesia. Padahal minuman keras menyimpan berbagai dampak buruk yang serius, baik bagi kesehatan tubuh, kestabilan emosi, ataupun tatanan sosial masyarakat. Bahkan banyak kasus kecelakaan, kekerasan, sampai kehancuran rumah tangga disebabkan kebiasaan mengonsumsi minuman yang memabukkan ini. 

Masalah ini pun mengundang perhatian serius dari Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie. Beliau menyoroti peredaran minuman keras (Miras) yang masih ditemukan disejumlah toko kelontong. Ia menilai dapat memberi dampak buruk terhadap generasi muda.
"Padahal sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 5 Tahun 2023, tapi masih saja ditemukan ditoko kelontong," ujar Novan, Minggu (21/9/2025).

Karena itu, diperlukan ketegasan dari pemangku kebijakan untuk menegakan aturan yang berlaku. Jika tidak ada tindakan nyata maka Perda yang disahkan hanya akan dianggap sebatas formalitas saja.
"Ini kan sudah ditetapkan aturannya, maka harus ada penegakan dari aparat terkait peredaran Miras itu," ucapnya.

Namun demikian, ia mengakui praktik penjualan miras ilegal di Samarinda masih cukup masif. Situasi ini perlu mendapat perhatian serius, karena sering kali disangkut-pautkan dengan kenakalan remaja. (Seputarfakta. Com, 21/09/25) 

Jika kita baca lebih mendalam terkait Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 5 Tahun 2023, maka akan kita temui alasan kenapa miras masih saja beredar. Perda Kota Samarinda Nomor 5 tahun 2023 ini membahas tentang pengaturan, pengendalian, pengawasan, penertiban, dan penjualan minuman beralkohol. Menurut perda ini penjualan miras dibatasi hanya pada tempat-tempat tertentu yaitu hotel, bar, restoran berizin dan ada ketentuan larangan penjualan di warung, kelontong atau gerai yang tidak berizin serta sanksi administrasi atau pidana administratif. 

Melalui Perda ini sangat terlihat bahwasannya larangan peredaran miras hanya diberlakukan setengah hati yang artinya tidak benar-benar serius untuk memberantas. Namun hal ini wajar karena sistem yang berlaku saat ini adalah sistem kapitalisme yang berakar pada pemahaman di mana ajaran agama harus dipisahkan dari kehidupan. Selain itu di dalam sistem ini hukum yang dibuat cenderung berstandar materi di mana untung atau rugi menjadi dasar pengambilan keputusan. Sehingga hukum yang dilahirkan tidak benar-benar melindungi manusia dari kemaksiatan seperti halnya peredaran minuman keras. 

Berbeda dengan Islam, Islam tidak akan setengah hati dalam memberantas kemaksiatan karena sistem Islam memandang kemaksiatan bukan sekadar persoalan tingkah laku individu, tetapi sebagai ancaman serius terhadap keberlangsungan masyarakat yang bertakwa. Dalam pandangan Islam, setiap bentuk minuman yang memabukkan adalah hukumnya haram baik sedikit atau banyak, baik terjual di toko kelontong atau dijual di cafe-cafe mewah. 
Allah Swt berfirman:
 “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamr (miras), judi, berhala, dan undian dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Māidah [5]: 90)

Selain itu negara dengan sistem Islam akan menutup seluruh jalan produksi dan distribusinya: Rasulullah Saw bersabda:
“Allah melaknat khamr, orang yang meminumnya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang membelinya, yang membuatnya, yang memerasnya, yang membawanya, yang meminta dibawakan, dan yang memakan hasil penjualannya.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Tak kalah penting, Islam juga akan memberlakukan sanksi yang tegas bagi peminum minuman keras yaitu sanksi cambuk. Dasar hukum dari sanksi ini adalah sabda Rasulullah Saw yang artinya:
"Barang siapa minum khamr, maka deralah ia.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam upaya memberantas kemaksiatan, negara dengan sistem Islam tidak akan hanya berfokus pada aspek hukuman saja. Tetapi juga akan bersungguh-sungguh membangun serta memperkuat aqidah dan ketakwaan masyarakatnya yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Standar yang dipakai dalam sistem pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, sunnah Rasulullah dan ijtihad para ulama yang sesuai kaidah syariah. 

Adapun tujuan dari sistem pendidikan Islam adalah untuk membentuk masyarakat atau peserta didik agar mempunyai kepribadian Islam dan mempersiapkan peserta didik menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Sehingga tidak akan ada masyarakat yang berani melakukan kemaksiatan, karena mereka paham bahwa kemaksiatan akan mendatangkan murka Allah Swt. Maka hanya dengan sistem Islam kemaksiatan akan dicegah dan ditutup dengan sepenuh hati. Wallahu a'lam bishawwab.
Bagikan:
KOMENTAR