Oleh : Nayla Majidah, S.Pd.
Penulis dan Aktivis dakwah
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif strategis pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penyediaan makanan bergizi bagi kelompok rentan. Program ini bertujuan menurunkan stunting, meningkatkan kesehatan ibu hamil dan menyusui, serta menggerakkan ekonomi masyarakat.
MBG bertujuan menjangkau hingga 15 juta orang pada akhir tahun 2025. Keberhasilan program ini tidak hanya akan berdampak pada kesehatan fisik anak-anak tetapi juga terhadap perkembangan sosial dan karakter mereka. Inisiatif ini sejalan dengan gerakan nasional lawan stunting, mengedepankan komitmen pemerintah untuk menciptakan Indonesia Emas 2045 yang sehat dan berkualitas. (https://www.ralali.com/blog/mbg/sejarah-dan-latar-belakang-program-makan-bergizi-gratis-mbg-d)
Program MBG telah berjalan di berbagai sekolah di Indonesia sejak 6 Januari 2025. Pemerintah juga mengklaim bahwa program MBG mampu memberdayakan UMKM dan ekonomi kerakyatan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. (mediakeuangan.kemenkeu.go.id, 17/02/2025)
Seiring berjalannya waktu, ternyata program MBG tidak semulus yang direncanakan dan tak semudah yang dibayangkan. Korban keracunan MBG terus berjatuhan. BGN membagi 4.711 kasus tersebut ke tiga wilayah, yakni Wilayah I mencapai 1.281 kasus, Wilayah II mencapai 2.606 kasus, dan Wilayah III meliputi 824 kasus. "Jadi total catatan kami itu ada sekitar 4.711 porsi makan yang menimbulkan gangguan kesehatan," ujar Kepala BGN Dadan Hindayana dalam konferensi pers di Kantor Badan Gizi Nasional (BGN), Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Sejumlah siswa di SMA Negeri 13 Samarinda mengeluhkan kualitas makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mereka terima pada Agustus 2025 lalu. Mereka menyebut menu makanan yang dibagikan tercium bau tak sedap, dalam kondisi basi, dan bahkan diduga terkontaminasi ulat.
Sementara di Kota Bontang, Kepala sekolah SDN 012 Bontang, Eka Wahyuni menyoroti kualitas makanan yang disediakan. Bahkan ada ompreng yang isinya tidak komplit. Termasuk ada buah dengan kulit yang tidak layak konsumsi. pada 10 September, saat oalahan kecambah tetapi itu basi. Dikirim tanpa adanya pengecekan dari tester. Makanan langsung dibagikan dan beberapa siswa sempat muntah setelah mengonsumsinya kejadian serupa terjadi kembali pada 15 September, hingga penemuan ulat di makanan.(kaltimpost.id 04/10/2025). Siswa SMAN 2 Bontang sudah dua kali menemukan makanan basi. (tribunkaltim 04/10/2025)
Total 8.649 anak korban keracunan ini ditemukan dipuluhan kota di 18 provinsi. Hal ini membuat beberapa kepala daerah menjadikan program keracunan MBG sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) didaerahnya. Bahkan daerah yang belum melaksanakan program MBG antisipasi dan tak sedikit orang tua dan masyarakat akhirnya menolak program MBG ini.
Perlu Evaluasi Menyeluruh
Program MBG ini mendapat kritik dari peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) karena mengurangi anggaran pendidikan yang sangat berisiko mengganggu konsistensi kebijakan dan pengembangan sektor pendidikan, terutama jika pemangkasan diambil dari Transfer ke Daerah (TKD). Padahal, pemerintah masih menghadapi tantangan serius dalam memperbaiki ketimpangan pendidikan di Indonesia. Kompleksitas masalah sumber daya manusia tidak bisa hanya diselesaikan dengan program MBG.
CIPS mencatat belum ada kerangka regulasi yang menjadi payung hukum bagi program MBG tersebut. Hingga kini, MBG tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Presiden (Perpres). Kekosongan hukum ini dinilai membuat pembagian peran antar lembaga tidak jelas. Kontrol pun tidak terlalu ketat. Salah satu akibat longgarnya kontrol diungkap oleh anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi terkait dugaan 5.000 titik dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Program Makan Bergizi Gratis (MBG) fiktif. (detik.com, 19/09/2025)
Dari rentetan kasus yang muncul harus diakui bahwa persoalan yang menyelimuti Program MBG tidak akan selesai hanya dengan evaluasi program dari sisi teknis, penambahan anggaran, dan penguatan kontrol keamanan pangan. Akan tetapi, ini adalah persoalan paradigmatis.
Apabila dicermati, industrialisasi menjadi faktor pemicu pertama dan utama berbagai persoalan MBG, termasuk keracunan makanan. Tentu saja, ini karena industrialisasi adalah spirit sistem pangan dan gizi kapitalisme; yang dibangun di atas peradaban sekularisme, dalam bingkai sistem ekonomi kapitalisme serta sistem politik demokrasi, dimana keuntungan materi adalah satu-satunya nilai yang diutamakan.
Cara Islam Menjamin Kualitas Generasi
Dalam pandangan Islam, pangan dan gizi adalah hajat hidup publik yang mengharuskan negara hadir sebagai pihak yang menjamin pemenuhannya, mulai dari aspek keamanan pangan hingga terpenuhi kecukupan gizi. Allah Swt. telah mengamanahkan perkara ini melalui fungsinya sebagai raa’in dan junnah.
Pada aspek kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara memberikan jaminan tersebut secara gratis tanpa dipungut biaya. Negara wajib menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai agar layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bisa berjalan dengan baik. Sistem pendidikan harus berbasis akidah Islam untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik.
Sistem kesehatan harus berbasis pelayanan prima, seperti pemeriksaan kesehatan, pemberian makanan bergizi kepada balita dan anak-anak. Setiap individu rakyat berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya orang miskin dan anak sekolah. Negara bertanggung jawab penuh dalam mempermudah rakyat mendapatkan akses makanan bergizi, seperti harga pangan terjangkau dan distribusi pangan yang merata ke seluruh wilayah sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan di salah satu wilayah.
Kehidupan rusak seperti ini sejatinya bukan habitat asli bagi umat Islam yang sudah Allah Taala dapuk sebagai umat terbaik pemimpin peradaban cemerlang. Habitat asli umat Islam adalah sistem kepemimpinan Islam (Khilafah) yang telah Allah wajibkan dan secara empiris pernah membawa umat ini pada sejarah emas yang tanpa bandingan selama nyaris 14 abad. Sistem Khilafah Islam tegak di atas paradigma akidah yang sahih, yakni keyakinan bahwa Allah adalah Al-Khaliq sekaligus Al-Mudabbir (Maha Pengatur alam semesta, termasuk kehidupan manusia). Aturan-aturan Islam inilah yang akan menuntun manusia menjalani kehidupannya, sekaligus menyolusi seluruh problem kehidupan secara benar dan akan menghantarkan pada kebahagiaan.
Dalam Islam, sumber-sumber kekayaan alam ditetapkan sebagai milik umat. Negara berkewajiban mengelolanya demi sebesar-besar kepentingan rakyat melalui mekanisme baitulmal yang dikenal kuat dan memiliki sumber-sumber pemasukan yang banyak dan berkelanjutan. Di luar hasil pengelolaan SDA, pos pemasukan negara jumlahnya sangat banyak. Misalnya, ada pos anfal, fai, ganimah, kharaj, khumus, jizyah, dll. Dari sini saja, bisa dibayangkan modal negara memakmurkan rakyat begitu melimpah ruah. Wajar jika kehidupan masyarakat dalam naungan Khilafah begitu ideal dan mengagumkan. Bahkan, kehebatannya menjadi bahan pembicaraan dan role model bagi bangsa-bangsa yang lain sepanjang masa.Sungguh, keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan benar-benar nyata dalam sistem kepemimpinan Islam. Hal ini sesuai janji Allah ﷻ dalam QS Al-A’raf ayat 96 bagi mereka yang beriman, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.
Wallahua'lam bisawab.