Meski Dibeberkan Kondisi Kritis, IKN Tetap Tak Dibubarkan


author photo

16 Okt 2025 - 11.40 WIB



Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional menunjukkan “tipisnya” persediaan air di wilayah Ibu Kota Nusantara di Kalimantan. BRIN melakukan penelitian ketersediaan “sumber kehidupan” itu memanfaatkan data satelit sepanjang 2022.
Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN melakukan kajian persentase air di wilayah IKN menggunakan teknologi Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf Tiruan (JST). Data yang dianalisis menyatakan hanya 0,51 persen wilayah di IKN dan sekitarnya yang punya ketersediaan air tinggi. Sisanya, sebanyak 20,41 persen wilayah memiliki ketersediaan air vegetasi dan 79,08 persen non air.
Sebelum dibeberkan BRIN, fakta kekurangan air memang sudah dirasakan masyarakat sekitar IKN. Selanjutnya apa yang dibeberkan BRIN tentu berdasar keilmuan. Seharusnya sebelum pemindahan IKN, penelitian kebutuhan akan air merupakan pertimbangan utama. Sayangnya strategi dari sisi kebutuhan primer ini tidak diperhitungkan, kini setelah dibeberkan kondisi kritis air, proyek IKN pun tak dibubarkan. Pembangunan penunjang IKN justru merampas ruang hidup masyarakat, yakni krisis air bersih yang semakin kritis.
IKN Merampas Ruang Hidup (Air)
Pembangunan penunjang IKN, proyek-proyek air seperti bendungan, intake, transmisi pipa sungai hingga proyek penanganan banjir yang dikemas atas nama proyek sponge city, di bangun di atas Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Sepaku justru menimbulkan daya rusak bagi masyarakat Sepaku, yaitu akses terhadap sungai. Akhirnya masyarakat justru kesulitan mendapatkan air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Air yang dulu gratis dari sungai kini harus dibeli dalam bentuk air galon. Banyak keluarga yang harus menunggu pembagian air dari pihak kontraktor proyek bendungan. Meski ada upaya untuk mengatasinya dengan membuat embung, pompanisasi, membangun hutan kota, reboisasi dan penanaman pohon namun semua itu membutuhkan jangka waktu dan dana yang cukup besar. Di satu sisi kita melihat bahwa anggaran dan hutang negara yang besar apakah mampu memberikan fokus kearah tersebut?
Inilah buah dari sistem kapitalis hari ini di mana kerusakan alam dilakukan terus menerus oleh para kapitalis. Akhirnya masyarakat menjadi korban akibat ambisi pembangunan yang memberikan dampak perampasan ruang hidup. Terlebih urusan air adalah hajat hidup masyarakat ditambah akan semakin banyaknya masyarakat yang datang ke IKN.
Miris tentunya di tengah pembangunan IKN dengan anggaran fantastis masyarakat Kaltim masih mengalami krisis air bersih. Padahal air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat. Air merupakan kebutuhan primer, seharusnya negara menyediakan secara gratis dan mengusahakan dengan berbagai cara demi tercukupinya kebutuhan primer ini. Jika ada kerusakan maka negara harus segera memperbaiki agar akses air bisa dinikmati masyarakat.
Hidup di zaman kapitalis sekuler sekarang memang sangat sulit dan berbagai problem kehidupan dialami. Berbagai krisis meliputi negeri ini, di antaranya krisis air bersih. Masyarakat harus berbayar menggunakan air bersih, tak jarang terpaksa menggunakan air tak layak demi bertahan hidup.
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berupa air sudah terpinggirkan di banding hal-hal lain yang bukan prioritas. Sebaliknya negara lebih perhatian kepada para kapital pengusaha dengan izin usahanya. Sumber mata air pun diprivatisasi dan dikomersialkan kepada masyarakat.
Pemenuhan Air dalam Islam
Dalam Islam, air merupakan kepemilikan umum yakni benda-benda yang dinyatakan oleh Allah Swt yang diperuntukan untuk masyarakat, dilarang dikuasai oleh hanya seorang saja baik swasta maupun asing. Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, termasuk air.
Rasulullah Saw telah menjelaskan fasilitas umum dari segi sifatnya, bukan dari segi jumlahnya. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang, dan api” (HR. Abu Dawud).
Islam telah mengatur bagaimana seharusnya air bisa dinikmati oleh semua masyarakat. Air adalah kepemilikan umum dan semua berhak menikmatinya. Negara Islam wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air dengan berbagai cara dan sekuat tenaga karena negara adalah raa’in.
Pemimpin dalam Islam tidak boleh abai dalam hal ini, abai terhadap pemenuhan air sama saja melanggar syariah Islam. Apalagi terkait pemindahan ibu kota tentu strategi dari sisi wilayah akan pemenuhan air jadi pertimbangan tak bisa sembarangan.
Berkaca pada sejarah perpindahan ibu kota Khilafah dari Damaskus ke Baghdad. Baghdad satu-satunya ibu kota negara Khilafah yang praktis dibangun dari awal. Khalifah Al-mansur pendiri kota Baghdad percaya bahwa Baghdad adalah kota yang sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah, selain karena wilayahnya yang strategis yang memberi kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia, juga merupakan wilayah beriklim kering serta ketersediaan air sepanjang tahun.
Demikianlah teladan Khalifah dalam pembangunan ibu kota dan memenuhi ketersediaan air. Air merupakan kebutuhan komunal yang harus dipenuhi oleh penguasa. Pembangunan serta pemindahan ibu kota akan memperhatikan kepentingan masyarakat dan tidak akan merusak lingkungan termasuk penyediaan air.
Wallahu’alam...
Bagikan:
KOMENTAR