SOLUSI PERSOALAN MBG, TAK SENTUH AKAR PERSOALAN SEBENARNYA


author photo

16 Okt 2025 - 11.46 WIB



Oleh : Siti Nur Ainun Ajijah (Pemerhati Masalah Umat)
Ramai diberitakan dalam beberapa bulan terakhir, program makan bergizi gratis (MBG) yang menjadi sorotan publik. Sejumlah daerah di Indonesia dilaporkan mengalami kasus keracunan massal yang diduga berkaitan dengan distribusi MBG.
Upaya untuk tanggulangi permasalahan MBG sudah dilakukan seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Kesehatan (DKK) memastikan pengawasan ketat terus dilakukan di setiap tahap pelaksanaan. Kepala DKK Balikpapan Alwiati, menegaskan bahwa masyarakat, terutama para orangtua, tidak perlu khawatir berlebihan. Menurutnya, pengawasan tak hanya dilakukan secara administratif, tetapi juga mencakup pelatihan, pengecekan dapur, hingga kebersihan tim produksi. (Kaltim Post – 14 Oktober 2025)
Kekhawatiran masyarakat khususnya orang tua di tengah kondisi maraknya keracunan dan segudang problem MBG sangatlah wajar, pasalnya ini terkait dengan kesehatan dan nyawa anak-anak mereka. Namun sayangnya solusi terkait permasalahan MBG hari ini baru sampai hanya menekankan pengawasan tekhnis dan belum menyetuh akar masalah.
Menyoroti sekelumit permasalahan MBG ini bisa dilihat dari bagaimana anggaran yang besar dari program MBG ini, yang akhirnya membuka peluang bagi segelintir pemodal untuk ikut menguasai rantai pasok, mulai dari bahan pangan, logistik hingga wadah makan impor. Hal ini membuat program ini bukan untuk pemenuhan hak dasar rakyat melainkan menjadi ladang bisnis menguntungkan yang rawan korupsi. Lagi-lagi rakyatlah yang jadi korban, rakyat hanya jadi objek percobaan, sementara keuntungan mengalir kantong ke para pemilik modal.
MBG sejak awal sudah sarat kepentingan politik, jauh dari maksud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara tulus. Progam populis yang cenderung dipaksakan, berparadigma proyek dan janji politik. Ia bukan muncul dari niat yang tulus memenuhi kebutuhan dasar rakyat, melainkan dari paradigma kapitalistik yang menjadikan keuntungan materi dan citra politik sebagai tujuan utama.
Akar problemnya karena landasan iman dan akidah yang tidak digunakan dalam pengambilan kebijakan. Pandangan kapitalisme yang menjadikan keuntungan materi menjadi tujuan. Problem MBG bukan problem teknis, tapi problem paradigma mengurus rakyat. Sehingga butuh evaluasi total bukan hanya janji-janji pengawasan ketat dan lain sebagainya.
Jelas dalam hal ini akar persoalan MBG terletak pada paradigma pengelolaan urusan rakyat ala kapotalis sekuler yang memisahkan kebijakan dari nilai iman dan akidah. Selama kebijakan publik tidak bersandar pada syariat Allah, maka solusi yang lahir hanya bersifat tambal sulam dan tidak akan pernah menyelesaikan masalah secara tuntas.
Tentu berbeda dengan Islam, Islam dengan seperangkat aturannya yang paripurna dipastikan dapat menyolusi setiap permasalahan umat manusia, termasuk persoalan MBG. Aturan yang lahir dari yang menciptakan manusia, dunia, dan isinya.
Pertama cara Islam dalam memenuhi gizi generasi tentunya tersistem dan menyentuh akar masalah sehingga tidak memunculkan persoalan baru. Apalagi terkait dengan gizi generasi yang tentunya merupakan kewajiban penguasa bukan sekedar janji populis.
Negara Islam akan memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya dan menjamin kebutuhan gizi yang sesuai dan dibutuhkan, termasuk kebutuhann gizi generasi muda. Maka dalam Islam, program pemenuhan gizi bukan proyek politik, tetapi amanah penguasa yang wajib dipenuhi dengan sungguh-sungguh dan ikhlas.
Sebagaimana sabda Rasul Saw :
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem Islam, kebijakan pemenuhan gizi sepaket dengan pemenuhan kebutuhan komunal yaitu sistem pendidikan Islam yang gratis dan berkualitas. Hal itu pun ditopang dengan berlakunya sistem ekonomi Islam sehingga anggarannya tidak akan kekurangan, begitu juga ketahanan pangan yang mandiri.
Penguasa dalam Islam akan melibatkan para pakar dalam membuat kebijakan terkait, misalnya pemenuhan gizi, pencegahan stunting maupun dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Negara Islam memiliki dana besar dari sumber yang beragam untuk mewujudkan semua kebijakannya dalam mengurus rakyat.
Islam menegaskan bahwa setiap kebijakan harus berbasis akidah dan syariat, bukan semata keuntungan ekonomi. Sebagaimana Allah berfirman :
وَأَنِ ٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ وَٱحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَنۢ بَعْضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَٱعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ
Artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah-49)
Maka jelas kembali kepada Islam satu-satunya solusi permasalahan MBG ataupun permasalahan lainnya hari ini. Selama kebijakan masih berlandaskan kapotalisme, rakyat akan tetap jadi korban percobaan proyek politik dan ekonomi. Islam solusi hakiki, sistem pengurusan rakyat yang berpijak pada keimanan, amanah, dan kesejahteraan rakyat. Wallahu a’labishawab
Bagikan:
KOMENTAR