Kelalaian ini sangat berbahaya jika terus berlanjut dan tidak segera diakhiri. Maka, perlu ada perubahan paradigma politik pendidikan untuk mencegah terulangnya tragedi Sidoarjo.
(Metrotvnews.com, 04/10/25) Kepala BNPB, Letjen Suharyanto, mengatakan bahwa 48 korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny masih dalam pencarian. Data ini berdasarkan laporan Tim SAR gabungan yang diterima dari wali santri. "Masih ada 48 orang yang kita cari karena dinyatakan hilang."
(News.detik.com, Minggu 05/10/25).
BNPB memperbarui data terbaru jumlah korban tewas ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Per hari ini, jumlah korban meninggal dunia menjadi 37 orang. Berdasarkan data BNPB, Minggu (5/10/2025), tim gabungan telah menemukan 12 jenazah dan satu potongan tubuh manusia dari reruntuhan bangunan lantai empat musala, sehingga jumlah korban meninggal dunia menjadi 37 orang dan bagian tubuh menjadi dua potongan.
Gedung sekolah dan pondok pesantren adalah bagian dari infrastruktur pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar. Namun, kenyataannya, tempat-tempat tersebut seringkali menjadi lokasi bencana yang mengerikan. Tragisnya, puluhan jiwa santri harus menjadi korban, padahal mereka berada di lingkungan yang seharusnya mempromosikan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ini menunjukkan bahwa pemerintah telah lalai dalam menjamin keselamatan pendidikan rakyatnya, karena seharusnya pemerintah hadir dalam setiap proses pembangunan infrastruktur pendidikan untuk memastikan keselamatan dan keamanan siswa. Hilangnya nyawa puluhan santri akibat ambruknya gedung ponpes sebenarnya dapat dicegah jika pembangunan gedung tersebut dilakukan sesuai dengan konstruksi yang disarankan oleh para ahli. Menurut hasil analisis Basarnas, kegagalan struktur bangunan adalah penyebab utama ambruknya gedung musala Ponpes Al-Khoziny, sehingga menunjukkan bahwa kesalahan dalam proses pembangunan dapat berakibat fatal.
Sistem pendidikan kapitalisme yang didukung sistem kehidupan kapitalisme, serta abainya negara dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur pendidikan, memaksa lembaga pendidikan seperti ponpes untuk membiayai pembangunan secara mandiri. Keterbatasan dana membuat ponpes membangun infrastruktur pendidikan secara bertahap, sehingga ahli konstruksi bangunan jarang dilibatkan karena biaya yang besar. Alhasil, bangunan dibangun sesuai kemampuan ponpes, tetapi tidak memenuhi standar keamanan yang seharusnya.
Akar masalah kelalaian pengurusan kehidupan masyarakat, khususnya pemenuhan kebutuhan pendidikan, dapat ditelusuri kembali ke kehadiran rezim berkuasa yang menjalankan sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme. Sistem kehidupan ini memiliki peran besar dalam membentuk watak dan kebijakan rezim, sehingga mempengaruhi cara mereka mengelola dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hubungan antara penguasa dan rakyat seperti transaksi jual-beli, di mana rakyat membayar pajak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup, termasuk pendidikan. Pendidikan diposisikan sebagai komoditas yang diperjualbelikan, bukan sebagai pelayanan negara terhadap rakyatnya. Akibatnya, hanya sebagian kecil masyarakat yang mampu mengakses pendidikan dengan layak.
Berbeda jauh dengan sistem Politik pendidikan Islam adalah kumpulan hukum syariat dan peraturan administrasi yang terkait dengan pendidikan formal, dan merupakan bagian integral dari sistem kehidupan Islam. Dengan kehadiran penguasa sebagai pelaksana syariat Islam yang komprehensif, pemimpin (khalifah) memiliki karakter yang peduli dan bertanggung jawab, yang tercermin dalam visi pengurusan kebutuhan publik yang menonjol.
Sistem Khilafah didukung oleh sistem kehidupan Islam yang komprehensif, termasuk sistem ekonomi dan politik Islam yang berlandaskan akidah Islam yang sahih. Negara (Khilafah) bertanggung jawab penuh untuk menjamin pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, termasuk kebutuhan pendidikan, sehingga masyarakat dapat hidup dengan layak dan sejahtera.
Karakter peduli negara (Khilafah) memastikan bahwa pembangunan infrastruktur pendidikan melibatkan para ahli konstruksi untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya indah dan megah, tetapi juga kokoh dan aman. Infrastruktur pendidikan dilengkapi dengan teknologi terkini untuk menjamin keamanan, kenyamanan, dan kesehatan proses belajar-mengajar, serta fasilitas seperti perpustakaan dengan referensi yang memadai dan tempat belajar yang memiliki halaman atau taman indah untuk istirahat dan diskusi bagi pelajar.
Khilafah memiliki model kekuasaan sentralisasi dan administrasi desentralisasi yang berprinsip pada aturan sederhana, pelaksanaan cepat, dan profesionalisme. Hal ini memungkinkan penanganan masalah berlangsung cepat dan tepat. Individu yang ingin membantu negara membangun infrastruktur pendidikan dapat melakukannya dengan mudah, karena layanan negara kepada publik bersifat gratis.
Konsep dan sejarah peradaban Islam, serta keyakinan yang kuat, membuktikan bahwa politik pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh Khilafah adalah satu-satunya metode yang tepat dan mendesak untuk diterapkan di negeri ini. Dalam Firman-Nya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S. Al-A'raf:96).