Oleh : Mial, A.Md.T( Aktivis Muslimah)
Situasi di Jalur Gaza makin memburuk setelah sinyal internet dan jaringan telekomunikasi kembali terputus total pada Kamis (18-9-2025). Pemadaman akses internet ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan konsekuensi langsung dari strategi militer Zion*s Yahudi yang menargetkan infrastruktur penting, termasuk jalur komunikasi utama. Terlebih, pemadaman terjadi bertepatan dengan masuknya tank-tank Zion*s ke jantung Kota Gaza. Ini memperkuat dugaan bahwa serangan ke jaringan telekomunikasi dilakukan bersamaan dengan manuver darat. (Al Jazeera, 18-9-2025).
*Membungkam Gaza*
Kondisi ini menambah kepanikan warga. Tentara Zion*s dalam pernyataan terakhirnya menyatakan bahwa mereka sedang memperluas operasi di Kota Gaza untuk “membongkar infrastruktur teror dan melenyapkan militan”, serta tetap aktif di Khan Younis dan Rafah di bagian selatan.
Kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) memperingatkan bahwa pemutusan saluran telepon dan internet di Gaza itu bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari kebijakan yang disengaja untuk membungkam wilayah kantong tersebut dan menghalangi pengawasan dari luar. Monitor Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania telah melacak lebih dari selusin pemutusan komunikasi total sejak Oktober 2023. Lembaga itu menggambarkannya sebagai upaya sistemis untuk “mematikan lampu” di Gaza dan menutupi pelanggaran di sana.
Realitasnya, hingga detik ini serangan tentara Zion*s makin gila. Mereka terus melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza, menewaskan lebih dari 65.100 warga Palestina sejak Oktober 2023. Kampanye militer telah menghancurkan wilayah kantong tersebut dan memaksa penduduknya kelaparan.
Pelumpuhan jejaring komunikasi adalah langkah buruk dan jahat selain penembakan jurnalis. Sebabnya, tiga pihak yang ditakuti tentara Zion*s dalam perjuangan pembebasan Palestina adalah pejuang/mujahid Palestina, guru, dan jurnalis. Sedangkan jalur telekomunikasi adalah sarana untuk memberitakan kondisi Gaza kepada dunia. Tidak heran, Zion*s merasa sangat berkepentingan untuk membombardir jaringan komunikasi di Gaza. (Tribun News jumat, 19 /09/25)
Sejak Zion*s mengumumkan rencana menguasai Kota Gaza pada 10 Agustus 2025, ratusan ribu warga dilaporkan telah mengungsi. Untuk mempercepat migrasi, militer Zion*s mengumumkan pembukaan jalur transportasi sementara melalui Jalur Salah al-Din selama 48 jam untuk memberi kesempatan warga meninggalkan Gaza. Langkah tersebut diumumkan setelah serangan darat besar-besaran pada Selasa (16-9-2025). Tank dan kendaraan lapis baja pun dikirim masuk ke wilayah tersebut.
Jalur evakuasi ini juga mempercepat agenda Israel untuk mengosongkan wilayah strategis dari populasi sipil. Bagi warga Gaza sendiri, tawaran evakuasi ini tidak ubahnya dilema pahit. Sebagian terpaksa meninggalkan rumah mereka meskipun tidak tahu harus menuju ke mana. Bagi mereka, Jalur Salah al-Din mungkin hanyalah koridor menuju ketakpastian, bukan jaminan keselamatan. Sedangkan jika memilih bertahan di tengah reruntuhan, itu karena mereka tidak memiliki sarana transportasi atau merasa tidak ada tempat aman untuk dituju.
Satu hal yang pasti, “jalur evakuasi” tidak ubahnya tipu daya Zion*s untuk mengosongkan Gaza. Ini makin menegaskan bahwa serangan Zion*s selama hampir dua tahun ini adalah genosida terhadap warga Gaza, meski Zion*s berulang kali membantah adanya genosida. Ini juga sejalan dengan langkah Zion*s yang telah melakukan beragam cara untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah asal mereka. Bahkan, kabinet keamanan entitas Yahudi itu telah menyetujui pengerahan militer untuk mengambil alih Gaza secara penuh.
*Kirim Tentara*
Jika kita mencermati semua ini, jelas tidak ada lagi alasan untuk tidak membantu Gaza dengan pengiriman militer. Serangan Zion*s makin membabi buta dan telah mencapai titik kritis keselamatan warga Gaza. Kita dahulu mungkin lebih sibuk mengkritik Mesir yang enggan membuka pintu perbatasan dengan Rafah. Padahal, ternyata kini bombardir Zion*s itu terjadi di jalur yang semestinya digunakan untuk mengevakuasi dan menyelamatkan warga Gaza yang “dipaksa” mengungsi.
Ini benar-benar upaya licik Zion*s Yahudi untuk menguasai Gaza sepenuhnya. Blokade dan pelaparan kronis masih belum cukup untuk memuaskan rasa rakus mereka terhadap tanah Palestina yang sebagian besarnya sebenarnya sudah mereka kuasai.
Zion*s bahkan menyerang markas besar Ham4s di Doha, Qatar pada Selasa (9-9-2025) sore. Serangan itu menewaskan lima anggota Ham4s dan satu petugas keamanan Qatar. Alasannya, serangan tersebut menargetkan negosiator-negosiator Ham4s yang berada di markas besarnya di Doha. Para negosiator berkumpul hari itu untuk membahas mengenai proposal perdamaian di jalur Gaza yang diajukan AS.
Lihatlah, karakter Zion*s yang arogan dan selalu berkhianat itu sangat tidak layak untuk didukung, apalagi melalui gaung solusi dua negara. Pemimpin negeri-negeri muslim tidak semestinya menunda untuk mengerahkan pasukan militernya menghadapi Zion*s karena sejak awal pendudukan Palestina adalah penjajahan. Tidak semestinya pula solusi yang diambil adalah melucuti Ham4s, padahal merekalah satu-satunya “benteng penjaga” tanah negeri muslim Palestina, khususnya di Gaza. Satu-satunya solusi untuk menyelesaikannya adalah mengusir habis Zion*s dari bumi yang Allah Taala berkahi itu.
*Menantikan Tentara Muslim di Bawah Komando Khalifah*
Ketaktegasan para penguasa negeri muslim yang dibuktikan dengan keengganan mereka mengirimkan pasukan militer ke Gaza adalah karena secara ideologis mereka membebek pada AS dan ideologinya, yakni kapitalisme. Alasan nasionalisme yang menyekat negeri-negeri muslim menjadi negara bangsa (nation state) turut memperlemah negeri-negeri muslim untuk menurunkan militernya ke Gaza. Padahal, kewajiban dan tanggung jawab terdepan untuk berjihad membela Gaza dan Palestina secara keseluruhan ada pada negeri-negeri terdekatnya.
Inilah yang Allah Taala telah firmankan di dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS Ali Imran [3]: 118).
Juga ayat,
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS At-Taubah [9]: 32).
Allah Taala telah memberikan jaminan-Nya di dalam ayat,
وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa [4]: 141).
Orang-orang munafik yang dibicarakan di dalam ayat di atas (QS An-Nisa ayat 141) adalah orang-orang yang setiap saat menunggu-nunggu peristiwa menyedihkan yang akan terjadi pada orang-orang mukmin. Begitu konsistennya kemunafikan mereka sehingga jika kaum mukmin mendapat kemenangan dan pertolongan dari Allah dalam suatu peperangan melawan kaum kafir, mereka berkata, “Bukankah kami ikut serta dan turut berperang bersama kamu?” Sedangkan, jika orang kafir yang mendapatkan kemenangan atas kaum mukmin, mereka berkata, “Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang mukmin sehingga kamu mendapat bagian itu?”
Untuk itu, kaum mukmin harus meyakini bahwa Allah akan memberi keputusan di antara manusia pada Hari Kiamat. Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir di dunia ini untuk mengalahkan orang-orang mukmin. Sebaliknya, orang-orang munafik itu berusaha hendak menipu Allah, tapi usaha-usaha mereka menjadi sia-sia. Bahkan, yang terjadi adalah sebaliknya, Allah-lah yang menipu mereka dengan membiarkan mereka tetap dalam kesesatan dan penipuan.
Tentu saja keyakinan akan pertolongan Allah ini harus dibarengi dengan upaya strategis berupa pengiriman militer. Zion*s adalah kaum kafir muhariban fi’lan (kafir yang layak diperangi secara fisik karena telah memerangi kaum muslim secara terang-terangan).
Menghadapi Zion*s tidak bisa sekadar dengan gencatan senjata, apalagi perdamaian. Juga mustahil dengan sikap politik yang membebek AS dan ideologi kapitalismenya. Ketegasan negeri-negeri muslim untuk mengirimkan militer sejatinya akan dapat terwujud sempurna di bawah satu komando kepemimpinan Islam di tangan khalifah, yakni di dalam naungan sistem Islam (Khilafah).
Selanjutnya, di dalam buku Khilafah, Memahami Sistem Politik dan Pemerintahan Islam (2024)disebutkan bahwa satu-satunya pemilik otoritas atas tanah Palestina adalah khalifah kaum muslim. Ini karena Palestina berstatus sebagai tanah kharajiah, yakni milik kaum muslim hingga Hari Kiamat, meski hak gunanya diserahkan kepada penduduk setempat. Status sebagai tanah kharajiah ini Palestina peroleh karena pernah menjadi bagian Khilafah Islamiah melalui pembebasan (futuhat) yang berlangsung sejak masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. yang terkenal dengan Perang Ajnadin di bawah pimpinan Amru bin al-Ash hingga memasuki masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra.
Di dalam hadis lain dari Abu Hurairah ra., diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ، فَيَقْتُلُهُم الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَر وَالشَّجَرِ، فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ يا مُسْلِمُ يا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ، إِلَّا الْغَرْقَدَ، فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
“Tidaklah terjadi Hari Kiamat hingga kaum muslim akan berperang dengan Yahudi. Kaum muslim akan memerangi mereka hingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Lalu batu dan pohon tersebut berkata, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, di sini ada Yahudi bersembunyi di belakangku. Kemarilah dan bunuhlah dia,’ kecuali pohon Gharqad, karena ia adalah pohon Yahudi.”(HR Muttafaqun ‘alayh).
Namun demikian, pengiriman militer untuk membebaskan Gaza dan tanah Palestina seluruhnya tidak harus menunggu Khilafah tegak terlebih dahulu. Pendudukan kaum kafir terhadap Palestina bukan hal yang baru karena hal yang sama pernah dilakukan oleh tentara Salib. Mereka berhasil dikalahkan oleh pasukan muslim yang dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi dalam Perang Hithin.
Hingga detik ini satu-satunya solusi untuk Palestina tetaplah jihad, baik dipimpin oleh penguasa muslim ketika Khilafah belum ada/tegak ataupun dipimpin oleh khalifah ketika Khilafah sudah tegak. Jihad itu wajib dilaksanakan saat ini, tanpa perlu menunggu tegaknya Khilafah. Hal ini karena kewajiban jihad dalam Islam merupakan kewajiban yang mutlak dan tanpa syarat. Artinya, baik Khilafah ada maupun tidak ada, jihad tetap wajib dilaksanakan tanpa disyaratkan harus dipimpin oleh khalifah (imam) sebagai pemimpin tertinggi dalam negara Khilafah.
Untuk itu jelas, saat ini Palestina membutuhkan Shalahuddin abad ke-21 sebelum Khilafah ats-Tsaniyah berdiri dan mengambil tugas mulia ini. Hendaklah ada di antara para jenderal muslim yang siap menjadi Shalahuddin kedua. Masjidilaqsa, Baitulmaqdis, Palestina, dan seluruh kaum muslim di Dunia Islam tengah menanti dengan penuh harap.
Wallahualam bissawab.