Oleh : Noura
(Pemerhati Sosial dan Generasi)
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Samarinda menegaskan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila bagi pelajar sebagai pondasi dalam menghadapi arus globalisasi dan modernisasi yang semakin kuat. Melalui kegiatan bertema “Penguatan Nasionalisme Generasi Muda Melalui Paskibraka”, Kesbangpol berupaya menumbuhkan kembali semangat cinta tanah air dan kebanggaan sebagai warga negara Indonesia.
Kabid Ideologi, Wawasan Kebangsaan, dan Karakter Bangsa Kesbangpol Kota Samarinda, Ida Zuraidah, menegaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari berbagai regulasi pemerintah pusat terkait penguatan nilai-nilai kebangsaan. Menurutnya, kegiatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan bagian dari strategi pembinaan karakter generasi muda agar memiliki nasionalisme kuat serta mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Kelemahan Sistem Pendidikan Tanpa Pondasi Spiritual yang Kokoh
Upaya penanaman nilai-nilai kebangsaan memang telah dilakukan sejak usia dini—dari PAUD hingga perguruan tinggi. Namun ironinya, negeri ini masih melahirkan generasi yang rapuh identitasnya, mudah cemas, kehilangan arah hidup, dan terjerat krisis moral. Fenomena ini menjadi bukti nyata bahwa sistem pendidikan sekuler gagal membentuk kepribadian kokoh yang berakar pada spiritualitas dan nilai-nilai luhur agama.
Nilai kebangsaan terus disosialisasikan, namun porsi pendidikan agama justru makin dipersempit. Di ruang publik, keberagamaan yang kuat sering kali dilabeli “radikal” atau “tidak moderat”. Sebaliknya, gaya hidup hedonistik dan budaya pop global dari Barat atau Korea dianggap modern dan pantas ditiru. Paradoks ini memperlihatkan bahwa generasi muda justru diarahkan menjauh dari akar spiritual dan jati dirinya sebagai muslim.
Lantas, mampukah ideologi Pancasila menjadi pondasi tangguh menghadapi gempuran globalisasi dan modernisasi? Jawabannya: tidak. Sebab krisis identitas yang menimpa generasi muda hari ini bukan sekadar masalah nasionalisme, tapi masalah ideologis—yaitu hilangnya pandangan hidup Islam sebagai pedoman berpikir dan berperilaku.
Islam Sebagai Pondasi Kehidupan dan Pembentukan Karakter
Islam memandang pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, tetapi pembentukan kepribadian yang utuh—cara berpikir dan bersikap yang berpijak pada akidah. Inilah makna dari syakhsiyyah Islamiyyah (kepribadian Islam). Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Akhlak yang mulia lahir dari cara pandang hidup yang berlandaskan iman kepada Allah. Akidah menjadi pondasi kesadaran bahwa hidup ini memiliki tujuan agung—yakni beribadah kepada Allah semata. Allah Swt. berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Penanaman akidah sejak dini akan melahirkan kepribadian tangguh, berakhlak, dan mampu berpikir kritis. Generasi dengan pondasi Islam tidak akan mudah terombang-ambing oleh budaya global, karena memiliki kompas nilai yang jelas—yakni syariat Allah Swt.
Sejarah bangsa ini menunjukkan bahwa semangat perjuangan melawan penjajahan lahir dari dorongan iman dan keinginan menegakkan kebenaran. Tokoh-tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan Sultan Hasanuddin berjuang dengan semangat lillah—karena Allah.
Mengokohkan Jati Diri Umat dengan Islam
Di tengah derasnya arus globalisasi yang menggerus batas budaya dan nilai agama, generasi dihadapkan pada krisis identitas yang kian nyata. Resolusi sejati tidak lahir dari semangat kebangsaan yang sempit, melainkan dari Islam yang mempersatukan dan memberi arah hidup yang jelas: beribadah kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan.
Dalam Islam, ukhuwah tidak dibangun di atas kesamaan tanah lahir atau suku, melainkan pada ikatan aqidah yang melampaui batas geografis. Dari sinilah lahir generasi berkepribadian Islam—generasi yang berpikir global, bergerak strategis, namun tetap bangga dengan agamanya.
Wallahu'alam bishawab