Setelah Bongkar Dugaan Korupsi, Wartawan Ini Diancam: Masukkan ke Dalam Karung!


author photo

2 Nov 2025 - 20.28 WIB


Aceh Utara – Aroma ancaman terhadap kebebasan pers kembali menyeruak di Aceh Utara. Seorang wartawan paparazzi, Tri Nugroho Panggabean (54), kini hidup dalam bayang ketakutan setelah namanya disebut dalam ancaman bernada kekerasan yang diduga dilontarkan oleh seorang kepala desa (geuchik). Minggu (2 November 2025).

Ancaman itu muncul hanya sehari setelah Tri menerbitkan berita dugaan pelanggaran hukum oleh Geuchik Blang Aman, sebuah laporan yang menyoroti indikasi penyalahgunaan kewenangan dan praktik intimidasi terhadap wartawan.

Langkah cepat diambil. Tri resmi melapor ke pihak kepolisian dengan Nomor Laporan: LP/B/153/X/2025/SPKT/POLRES ACEH UTARA/POLDA ACEH, atas dugaan tindak pidana pengancaman sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP jo. UU Nomor 1 Tahun 1946.
Laporan itu menjadi simbol perlawanan atas upaya membungkam suara jurnalis yang bekerja di garis depan kebenaran.

Ancaman di Warung Kopi

Peristiwa ini bermula pada Selasa (28/10/2025) sekitar pukul 12.30 WIB di sebuah warung kopi di Desa Kuta Lhoksukon, Aceh Utara. Dua saksi, Amar dan Chairul, mendengar langsung pernyataan mengejutkan dari BDN, Geuchik Gampong Blang Aman, yang berkata dengan nada tinggi:

“Yang pah wartawan nyan ta pasoe lam eumpang!”
(Yang pas wartawan itu kita masukkan ke dalam karung!)

Kedua saksi sontak terkejut. Chairul bahkan sempat menanyakan siapa wartawan yang dimaksud. Dengan enteng, BDN menjawab: “Si Tri!”

Chairul segera menelpon Tri untuk menyampaikan ancaman itu secara langsung. Dalam panggilan tersebut, ia bahkan mencoba menghubungkan BDN agar berbicara langsung, namun sang geuchik menolak.

“Saya langsung gemetar mendengarnya. Ini bukan ancaman biasa,” ungkap Tri kepada Liputanesia dengan nada gemetar.

Keesokan harinya, Rabu (29/10/2025) sekitar pukul 14.10 WIB, Tri mendatangi Polres Aceh Utara untuk melaporkan ancaman itu secara resmi.

“Saya merasa keselamatan saya terancam. Ini bentuk intimidasi terhadap saya sebagai jurnalis. Saya tak akan diam,” tegasnya.

Dugaan Balasan atas Berita Kritis

Ancaman tersebut diduga kuat merupakan reaksi atas pemberitaan berjudul “Geuchik Blang Aman Diduga Langgar Hukum: Minta 2,5 Persen, Tolak Tanda Tangan, dan Tekan Wartawan”, yang sebelumnya diterbitkan oleh media tempat Tri bekerja.

Berita itu menyoroti indikasi pelanggaran administrasi dan dugaan pungutan liar yang melibatkan aparat desa setempat.

Langkah hukum Tri kini menjadi bukti bahwa ancaman terhadap jurnalis di daerah masih nyata di mana idealisme dan nyawa sering kali berjalan berdampingan di bawah tekanan kekuasaan lokal.

PWI Angkat Suara: Siapkan Tim Hukum

Pemilik media Paparazzi, yang juga Ketua PWI Lhokseumawe, Sayuti Ahmad, menyatakan pihaknya tengah menyiapkan pendampingan hukum penuh bagi Tri.

“Saya sudah menerima laporan resminya. Ancaman terhadap jurnalis adalah ancaman terhadap kebebasan pers. Kami tidak akan tinggal diam,” ujar Sayuti tegas.

Ia menegaskan, kasus ini harus menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.

“Jurnalis bukan musuh. Mereka adalah mata publik. Jika wartawan diancam karena menjalankan tugasnya, berarti demokrasi kita sedang sakit,” pungkasnya.

Kebebasan Pers Diuji di Aceh

Kasus ini menambah panjang daftar intimidasi terhadap insan pers di Aceh. Ketika wartawan ditakut-takuti hanya karena menulis kebenaran, maka sesungguhnya yang diancam bukan hanya satu orang tapi hak publik untuk tahu.

Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Apakah ancaman terhadap wartawan akan dibiarkan menjadi budaya, atau ditindak sebagai kejahatan terhadap demokrasi? (A1)

Bagikan:
KOMENTAR