Oleh Nida Fitri Azizah (Aktivis Mahasiswa)
“IKN Nusantara, sebagai sebuah simbol kemegahan,harapan dan janji kedamaian dari hutan Kalimantan. IKN Nusantara yang katanya bukan sekedar Ambisi Politik semata, Namun janji untuk sejahtera bersama. Benarkah sejahtera? Atau Euforia semata?
Nampaknya penggalan puisi tersebut sangat relate dengan isu hangat yang tengah diperbincangkan belakangan ini. Seperti yang dilansir pada media inggris, The Guardian menyebut Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi kota utopia hantu di tengah hutan. (Detik.com) Media asing tersebut menguatkan argumennya dengan menyebutkan bahwa dalam tempo 3 tahun pasca Presiden Joko Widodo meluncurkan proyek pembangunan IKN, ditemukan sebagian pihak yang khawatir IKN menjadi kota hantu yang mewah. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan buktinya di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, aliran dana negara untuk proyek IKN turun drastis dari yang awalnya 2 miliar pada 2024 menjadi 700 juta pada 2025.
Dari Awal pembangunan Ibu Kota Nusantara telah banyak menuai kritikan dari berbagai pihak terutama pakar dan tenaga ahli. Tak terkecuali Pakar Hukum Tata negara universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah beliau mengatakan IKN beresiko menjadi Kota hantu "secara politis ia tidak mau mati tapi juga tidak mauu hidup" ujarnya. Lalu apakah benar proyek IKN hanya sekedar Euforia? Akankah terwujud janji sejahtera?
IKN dan Mandulnya peran Media
Rakyat tentu merindukan peran Media yang netral dalam memuat informasi yang bermanfaat dan akurat bagi semua kalangan. Namun pada kenyataannya IKN dengan segala pencitraannya disokong oleh berbagai kepentingan. Media seolah mandul dan tidak berpihak pada rakyat buktinya tak banyak media yang mau bersuara tentang proyek tersebut. Padahal rakyat butuh informasi yang mencerdaskan wawasan mereka.
Kebijakan penguasa tentang citra positif IKN pun bertebaraan tentu saja ini sangat berbanding terbalik dengan fakta yang ada dillapangan. Alih alih menghadirkan janji kesejahteraan justru kita ditampar dengan fakta masih banyaknya rakyat Indonesia khususnya kalimantan yang dijerat rantai kemiskinan sebut saja salah satu dampak dari pembangunan IKN adalah krisis akses air bersih yang mengorbankan rakyat . Tak hanya itu saja pada tahun 2024. Data BPS menunjukkan tingkat kemiskinan ekstrem di Kaltim justru meningkat pada tahun 2024.(Kompas.Com)
Inilah gambaran Potret buram peradaban sekularisme kapitalistik yang sudah terpampang nyata di setiap sudut wilayah. Dimana peradaban ini merupakan jalan utama dalam bersaing mencari keuntungan semata. Mirisnya meskipun menuai banyak kritik dari para ahli, namun pemerintah tetap kekeh melanjutkan proyek tersebut. Harusnya rasionalitas dan kepentingan rakyat didahulukan dari pada menambah beban negri dengan mengundang investor yang membuat indonesia terjual termasuk bumi Etam.
Salah satu watak asli dari Sistem kapitalis sekuler adalah pemberian hak konsesi pada korporasi tambang yang berujung kesengsaraan bagi masyarakat. Bayang-bayang deforestasi terus menghantui serta aktivitas penambangan merusak fungsi lahan pertanian sebagai mata pencarian masyarakat. Kini, proyek IKN juga menambah beban bagi masyarakat dan negeri.
Terjadilah transaksi obral murah tanah dan lahan milik masyarakat untuk IKN, konflik agraria bisa terjadi kapan saja yang berujung kekerasan fisik. Disinyalir, pemindahan IKN pada aspek geopolitik dan geostrategis Kaltim adalah karena pulau terbesar di dunia itu memiliki potensi SDA berlimpah. Artinya, kepentingan aseng dan asing sangat kentara atas pemindahan IKN.
Publik harus Cerdas saat Kaltim tampil menjadi wilayah IKN, Kaltara telah dirancang guna pusat industri terbesar di negeri ini. Dahsyatnya Wilayah tersebut kaya dengan ketersediaan sumber daya energi yang dibutuhkan korporasi besar menggerakkan mesin-mesin industri mereka. Proyek IKN tak ada ubahnya seperti menggelar karpet merah ucapan selamat datang bagi penjajah yang menjadikan Indonesia sebagai bancakan. Sesungguhnya penguasa tengah memberikan keuntungan bagi para kapitalis, dan membebani rakyat dan negeri sendiri dengan hutang² yang ada . Jika proyek ini membawa Malapetaka lantas, mengapa masih diteruskan?
Media Dalam Islam Mementingkan kemaslahatan Umat
Umat merindukan Media yang matanya tertuju pada keadilan dan keberpihakan pada kepentingan Umat.Insan media dalam Islam harus memiliki framing jelas ketika menyajikan berita, yaitu berdasarkan sudut pandang Islam. Setidaknya memuat kode etik jurnalis yang harus dipatuhi sehingga berita yang tersebar adalah berita sahih dan bisa dipertanggungjawabkan. Inilah kerja media dalam Islam.
Adapun Media massa dalam Islam senantiasa fokus menjaga ketakwaan masyarakat sekaligus sarana dakwah yang menampilkan kemampuan dan kekuatan Islam. Media berperan strategis dalam perubahan sosial dan kultural.
Media juga senantiasa mendengarkan pendapat para Ahli terkait dibidangnya contohnya saja terkait layak atau tidaknya pembangunan Ibu Kota disebuah wilayah, penting atau tidaknya pembangunan itu dilakukan sesuai kaidah prioritas. Berikut etika dalam pemanfaatan media massa, yaitu pertama, wajib memperhatikan konten yang hendak disebarkan, mengedukasi atau tidak, serta harus mendorong setiap manusia hidup sesuai syariat Islam.
Kedua, media wajib memastikan konten yang disebarkan bersih dari berita bohong dan unsur penipuan. Ketiga, konten harus berisi peringatan agar setiap orang tidak melanggar aturan Islam. Keempat, konten tidak menimbulkan fitnah yang akhirnya merugikan kehormatan orang lain.
Besar harapannya pemerintahpun memberikan teladan, bahwa kekuasaan yang berjalan siap dikoreksi kapan saja manakala melakukan kedzoliman.Baik kritik itu disampaikan langsung oleh rakyat maupun kontrol sosial oleh Media Massa independen yang mempunyai idealisme kebenaran.
Pesan penting berhati-hati dalam menyebarkan informasi. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujurat: 6)
Belajar dari hal diatas Pembangunan seharusnya dibangun untuk meningkatkan ketakwaan, dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Tidak boleh merusak alam, manusia, dan menzalimi generasi. Kala Umar bin Khaththab ra. sebagai khalifah, ia membangun sejumlah kota baru sebut saja Kufah, Bashrah, dan Fusthath mengikuti konsep Nabi (saw.).
Kisah heroik itupun berlanjut dimasa , Khalifah Abu Ja’far al-Manshur Beliau hadirkan ibu kota di Baghdad dengan mengumpulkan para insinyur, arsitek, dan orang-orang yang memiliki pemikiran (ahl ar-ra’yi). Subhanallah Tata ruangnya melingkar, di tengahnya berdiri masjid yang megah, berdekatan dengan istana khalifah, dan dikelilingi permukiman penduduk. Saat itu, Baghdad merupakan ibu kota dan tata ruang terbaik pada pertengahan abad ke-2 hijriah.
Sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas mengonfirmasikan bahwa Ibu Kota Negara Khilafah serta kota-kota besar pada era peradaban Islam.Yakinlah jika berasaskan islam Ibu kota tidak akan menjadi kota hantu ataupun malapetaka namun, bediri diatass prinsip maslahat umat Wallahu ‘alam bishawab