Oleh : Herliana Tri M
Indonesia berduka. Berbagai bencana, musibah mewarnai berbagai media tanah air. Tanah longsor, banjir yang memakan korban jiwa terjadi di beberapa wilayah negeri.
Beberapa berita yang menggambarkan duka bencana di negeri ini diantaranya:
Bencana tanah longsor di Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (14/11/2025).
DEPUTI Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Budi Irawan, menyampaikan tentang penanganan tanggap darurat tanah longsor di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang saat ini masih menyisakan korban hilang dan dalam pencarian. Sebagaimana instruksi Presiden Prabowo Subianto agar segera melakukan penanganan cepat (Media Indonesia,15/11/2025).
Di Medan, banjir nyaris menenggelamkan rumah warga di belakang Mako Polsek Medan Sunggal di Jalan Abadi, Lingkungan 4, Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Ratusan rumah warga di lokasi terendam banjir.
Berita bencana alam tanah longsor dan banjir bandang juga melanda sejumlah wilayah di Sumatra Utara dan Aceh sejak Rabu (26/11/2025) dini hari. Titik terdampak, mencakup wilayah Sumatera Utara Kabupaten Tapanuli Tengah, Sibolga, Gunung Sitoli, Nias, Bukittinggi, 10 Kabupaten/Kota Aceh, dan sekitarnya.
Sekitar 88 warga luka-luka saat bencana yang terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera Utara (Sumut) serta ribuan warga juga masih mengungsi.
"Luka ringan 77 orang dan 11 luka berat," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan, Kamis (27/11/2025).
Bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat (Sumbar) juga terjadi sejak beberapa hari terakhir meluas ke 13 kabupaten kota. Pemprov Sumbar menetapkan masa tanggap darurat bencana 14 hari.
Mengapa Bencana Sering Terjadi?
Berdasarkan kondisi wilayahnya, Indonesia rawan mengalami bencana geologis. Bencana geologis berupa aktivitas
tektonik terkait dengan posisi Indonesia terletak di pertemuan Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan aktivitas seismik yang sangat tinggi, memicu gempa bumi, dan jika terjadi di laut, dapat menimbulkan tsunami. Sebagaimana bencana tsunami Aceh yang tak terlupakan.
Aktivitas Vulkanik terjadi karena Indonesia berada di sepanjang Cincin Api Pasifik, Indonesia memiliki banyak gunung berapi aktif. Topografi gunung berapi menyebabkan bencana seperti letusan gunung berapi, aliran lahar, dan tanah longsor vulkanik.
Disamping itu, ketidakstabilan dengan topografi lereng curam, terutama di daerah pegunungan dan perbukitan, sangat rentan menimbulkan tanah longsor, khususnya saat hujan deras. Selain itu, pemanfaatan tanah lereng tak sesuai karakter lahan di lereng yang curam juga berpengaruh pada ketidakstabilan lereng. Kondisi ini membawa pengaruh besar dan berpeluang terjadinya banjir bandang: Di daerah dengan kemiringan lereng yang curam dan kondisi tanah serta penggunaan lahan yang tidak tepat, aliran air hujan yang deras dapat menyebabkan banjir bandang yang merusak.
Butuh penataan Segera, Tak sebatas Cepat Tanggap Hadapi Bencana
Musibah kali ini tak terkira besarnya. Hantaman longsor dan banjir bandang yang memakan korban jiwa, menenggelamkan rumah- rumah serta melumpuhkan fasilitas publik, belum lagi kerugian harta benda yang tak terhitung nilainya.
Fakta bahwa alam Indonesia berpeluang mengalami berbagai bencana memang benar adanya. Namun kerusakan hasil tingkah polah manusia jauh lebih besar kontribusinya terhadap kerusakan alam. Memang betul, hujan turun dari langit. Namun saat hujan turun tak memiliki tempat resapan yang cukup, maka air mengalir mencari jalannya sendiri. Ditambah lagi fakta di beberapa wilayah yang menunjukkan air membawa bongkahan- bongkahan kayu yang terbawa arus air, menjadi bukti nyata betapa dahsyatnya kerusakan yang disebabkan olah ulah manusia. Hutan- hutan beratus- ratus hektar ditebangi untuk alih fungsi tanpa memperhatikan efek dan keseimbangan alam.
Fakta kerakusan manusia, mau tidak mau, suka atau tidak menjadi jawaban atas bencana besar yang meluas di beberapa wilayah di penjuru negeri.
Ini hanya sebagai contoh bagaimana keseimbangan alam terganggu. Data alih fungsi lahan di Indonesia menunjukkan tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada lahan pertanian subur di Jawa, Sumatra, dan Bali. Alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian, seperti perumahan dan industri, terjadi dengan rata-rata sekitar 200.000 hektar per tahun, serta mengancam ketahanan pangan nasional. Yang ujung- ujungnya menjadi alasan terus mengalirnya kran impor beras di negeri ini.
Data yang sudah tergolong lama pun menunjukkan perubahan alih fungsi lahan sudah berlangsung lama. Kawasan yang telah Berubah dari RTH Jadi Perumahan dan Area Perdagangan tidaklah terjadi dalam sekejap (kompas.com 23/2/ 2016) mengungkapkan tahun 2016 saja, Jakarta dengan kondisi permukaan air laut diatas daratan, harusnya menjadi warning alami bagi jantung perrkonomian negeri ini. Namun fakta alam seolah tidak diindahkan. Kondisi tata ruang Jakarta saat itu saja ternyata sudah melenceng jauh dari perencanaan yang telah disusun dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) 1985-2005. Begitu banyak kawasan yang dulunya ditetapkan sebagai daerah resapan air dan ruang terbuka hijau tetapi berubah total menjadi permukiman dan area perdagangan.
Berdasarkan RUTR 1985-2005 yang tercatat ada delapan daerah yang sudah berubah fungsi. Daerah-daerah tersebut adalah Kemang, Antasari, Pantai Indah Kapuk, Kelapa Gading, Cengkareng, Pondok Indah, Senayan, dan Sunter. Bagaimana dengan perjalanan sampai detik ini di tahun 2025? peralihan fungsi lahan semakin menjadi.
Pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara juga menganalisa banjir bandang yang menjadi keprihatinan kita semua. Rangkaian banjir bandang dan tanah longsor di Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, dan Kota Sibolga bukan semata disebabkan curah hujan tinggi.
Temuan tumpukan material kayu berukuran belasan meter yang hanyut terbawa arus Sungai Batang Toru dan menjadi viral melalui video amatir warga di berbagai kanal media sosial mengindikasikan adanya aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan.
Wilayah Padang, Lahan pertanian di Padang tahun 2024 menjadi 4.342 hektare dari sebelumnya 5.216 tahun 2023. Penyusutan ini karena alih fungsi lahan menjadi perumahan.
Demi keuntungan yang menggiurkan, arah kebijakan beralih dan menimbulkan efek besar bagi masyarakat di berbagai pelosok negeri.
Padahal bencana tak hanya kali ini terjadi. Bencana yang terus berulang tanpa penataan yang berarti. Responsif pemerintah lebih kepada mengatasi banjirnya dan terlupakan saat bencana mereda. Padahal penataan ulang sudah tak bisa ditunda-tunda lagi mengingat kondisi alam yang sudah rusak, sehingga sedikit saja guyuran dari langit datang, efeknya sangat dahsyat sebagaimana musibah yang terjadi saat ini.
Butuh Solusi Islam Mengatasi Bencana
Cara pandang yang berbeda saat menjaga keseimbangan alam, memiliki pengaruh besar terhadap arah kebijakan negara serta rakyatnya. Islam tak hanya melihat persoalan dunia sebatas jangka pendek di dunia fana semata. Namun, keimanan yang ada di dada pada setiap pemangku kebijakan maupun rakyatnya, menjadikan amanah dan tanggung jawab yang dipikulnya akan ditanya Allah dikemudian hari. Ini menjadi kekuatan besar agar selalu taat syariah dan tak semena- mena merusak alam demi keuntungan materi.
Dalam rangka mengatasi banjir misalnya, negara akan membuat bendungan-bendungan dengan berbagai tipe untuk menampung curahan air dan aliran sungai, keperluan irigasi, memperhatikan karakteristik tanah jika akan melakukan pembangunan infrastruktur atau membuka pemukiman yang baru. Memperhatikan daerah serapan air yang harus menyertakan variabel-variabel drainase dalam rangka mencegah banjil dikala musim penghujan.
Dari sisi penanganan korban, negara akan cepat tanggap, melibatkan berbagai aparat negara untuk mengerahkan bantuan bahkan menggelontorkan dana besar untuk menyelesaikan musibah sampai warga dapat hidup normal pasca bencana. Menyiapkan tempat layak tak sekedar tempat darurat yang memprihatinkan, kebutuhan sandang pangan juga yang tercukupi serta sigap bekerja sama berbagai instansi untuk memulihkan infrastruktur terdampak.
Hukum Islam yang tegas dan memberi efek jera akan meminimalisir terjadinya berbagai tindak kesewenang- wenangan, seperti penggundulan hutan, menebangan pohon sembarangan, lebih- lebih lagi alih fungsi lahan yang mengguncang keseimbangan lingkungan. Itulah solusi Islam dalam menangani bencana banjir dengan didasarkan pada syariat Nya.
Penguasa sadar bahwa perbuatan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Swt. Sehingga tidak semena-mena dalam mengelola alam. Memimpin adalah sebuah amanah dari Allah Swt untuk mengurus rakyat agar rakyat dapat sejahtera dan alam tetap terjaga keseimbangannya.
Oleh itulah, paradigma Islam yang harusnya dipakai saat mengelola negeri dan seluruh alam.
Tak semua bicara masalah untung dan untung sesaat namun efeknya merugikan rakyat banyak dan dampak berkepanjangan. Saatnya kembali pada aturan yang shahih yaitu penerapan Islam yang menyeluruh sebagai solusi tuntas dalam menyelesaikan berbagai masalah banjir. Ada aturan yang harus diperhatikan agar seluruh manusia dan alam semesta tetap dalam keadaan sejahtera, aman, dan penuh keberkahan.