Oleh: Desi Trisnawati (Pemerhati Remaja)
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Sebanyak 37 remaja, termasuk pasangan di bawah umur dan mahasiswa, diamankan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Samarinda, karena kedapatan kumpul kebo, pada sabtu 29 November 2025. Razia ini dilakukan dalam operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) gabungan yang menyasar sejumlah Guest House di Samarinda.
Kepala Satpol PP Kota Samarinda, Anis Siswanti mengungkapkan rasa keprihatinannya atas hasil opersasi yang menyasar kaum muda tersebut. “Malam ini kami mengadakan Razia ya, sesuai dengan Perda No 4 Tahun 2025, yaitu tertib Susila,” ujar Anis Siswanti di Lokasi penggrebekan saat itu.
Dalam operasi yang rencananya menyasar tujuh lokasi namun baru menyentuh tiga lokus. Total 16 pasangan (32 orang) kedapatan berada di dalam kamar tanpa ikatan pernikahan diamankan. Selain itu, lima orang yang tidak berpasangan juga turut dibawa. Menjadikan total yang terjaring sebanyak 37 orang.
Selain penindakan susila, operasi ini juga mengindikasikan lain seperti miras dan sabu. 37 orang yang diamankan tersebut telah di bawa ke Kantor Satpol PP Samarinda untuk selanjutnya akan menjalani pembinaan dan pendataan.
Dalam satu kasus/berita saja kita sudah menemukan banyak kerusakan yang terjaring didalamnya. Mulai dari perzinahan, miras, dan narkoba. Itu semakin menunjukkan bahwa kerusakan yang ada bersifat kompleks dan sistemik. Mulai dari individu yang sekuler dan jauh dari ketakwaan pada Allah, kemudian masyarakat yang membiarkan dan menormalisasikan (pihak hotel dan temannya yang lain).
Akar kerusakan individu sekuler yang jauh dari ketaqwaan berawal dari kerusakan hati dan lemahnya iman. Ketaqwaan adalah “mekanisme rem” dalam diri. Ketika seseorang hidup secara sekuler, memisahkan Allah dari segala aktifitas hidupnya maka nafsu menjadi penguasa, akal tidak lagi dipimpim oleh wahyu, dan moral menjadi relative.
Al-Qur’an menyebutkan bahwa orang yang hidup tanpa panduan wahyu ”Seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat” (QS. Al-A’raf : 179). Jika jiwa tanpa kendali maka ketiga kerusakan itu akan terus terjadi. Perzinahan menjadi pelarian syahwat, miras menjadi pelarian kesenangan, narkoba menjadi pelarian stres dan kekosongan batin.
Ditambah negara yang gagal melindungi generasi, karena demokrasi tidak pernah tegas dalam memberantas kemaksiatan. Negara hanya melakukan razia pendataan pembinaan tanpa hukuman. Krisis identitas generasi, bagaimana bisa jadi pelopor perubahan jika nasibnya begini?
Negara hanya sibuk menjaga citra, bukan menjaga moral generasi. Dari razia dan pembinaan yang di lakukan hanya untuk menunjukkan kinerja, meredam kritik masyarakat, dan sekedar formalitas administrasi yang tidak menyentuh pada akar masalah. Dimana akar masalahnya harusnya adalah pada pemberantasan dan pencegahan secara struktural.
Industri maksiat seperti tempat hiburan legal, penjualan miras diatur bukan dilarang, iklan pornografi terselubung dibiarkan, mafia narkoba kuat karena jaringan politik-ekonomi. Maka secara sistemik, negara simultan menindak tetapi juga memelihara sumber kerusakan.
Akibatnya hari ini terjadi krisis identitas generasi ketika negara tidak menjadi penjaga moral publik, generasi tumbuh tanpa kompas hidup. Generasi kehilangan pegangan nilai tanpa ketegasan negara dalam mengatur moral. Anak muda bingung membedakan benar-salah, nilai agama dipersonalkan, dan syahwat dipopulerkan sebagai gaya hidup. Mereka lebih takut diputus pacar dari pada takut Allah.
Islam menjamin generasi dengan penerapan syariat yang lengkap dan sempurna. Individu dibuat bertaqwa dengan syaksyiyah Islam, sehinggan tidak terpikir untuk melakukan kemaksiatan. Islam memiliki sistem nilai dan aturan hidup yang terintegrasi, bukan parsial. Karena itu, penjagaan generasi dalam Islam tidak hanya mengandalkan edukasi, razia, dan kampanye moral saja tetapi melalui tiga lapisan perlindungan.
Yaitu penjagaan individu berupa pembentukan manusia dari dalam dengan aqidah yang benar, hubungan yang kuat dengan Allah, rasa takut dan cinta kepada Allah, serta kesucian jiwa. Inilah pondasi utama yang membuat seseorang tidak ingin mendekati maksiat, bukan hanya takut hukuman.
Belum lagi penjagaan masyarakat berupa budaya amar ma’ruf nahi munkar, syariat bukan hanya aturan tetapi juga budaya. Masyarakat saling menasehati, kemasiatan tidak dinormalisasi, dan lingkungan menjadi penjaga moral bersama. Di sini masyarakat menjadi pengawas moral yang sehat.
Negara juga akan memberikan hukuman tegas bagi para pelaku zina dan kemaksiatan lainnya. Karena hukum syariat merupakan pencegah sebelum terjadi dan menghukum dengan tegas ketika terjadi. Negara menjadi pelindung generasi, bukan sekedar penonton. Dengan ini Islam membangun perlindungan sistemik terhadap akhlak generasi. Ini hanya bisa terjadi dengan penerapan Sistem Islam Kaffah
Dengan penerapan Islam Kaffah akan menciptakan lingkungan yang sehat. Keluarga yang mendidik dengan iman, masyarakat yang saling menasehati dalam kebaikan, serta aturan yang tegas terhadap kemaksiatan. Dengan sistem ini, remaja tidak dibiarkan sendirian menghadapi godaan zaman, tetapi dilindungi dan diarahkan.
Karena itu, wahai pemuda kembalilah kepada Islam secara menyeluruh. Jadikan Al-Qur’an dan Assunah sebagai pedoman hidup, bukan hanya di masjid, tetapi juga dalam pergaulan, pendidikan, dan cita-cita. Dengan Islam Kaffah, kita bukan hanya selamat dari kenakalan remaja, tetapi juga mampu menjadi generasi mulia yang membawa perubahan kebangkitan umat.
Wallahu a’lam bishawab.