Oleh:saridah(Aktivis muslimah)
BALIKPAPAN, inibalikpapan.com – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan menyiapkan kampanye anti-bullying melalui kegiatan Jalan Pagi Bersama yang digelar pada 29 November 2025. Mengangkat tema Teman adalah Sahabat, program ini mengajak siswa untuk membangun hubungan pertemanan yang saling mendukung, saling menjaga, dan menjauhkan perilaku perundungan di sekolah.
Teman itu tidak selalu berarti sahabat, tetapi melalui kegiatan ini kami ingin mengajak anak-anak memahami bahwa teman bisa menjadi sahabat. Tempat saling menjaga dan saling melindungi. Jika persahabatan itu kuat, maka bullying dapat kita hilangkan,” ujarnya.
Irfan berharap Jalan Pagi Bersama bukan sekadar seremoni. Tetapi menjadi kebiasaan baru yang menguatkan hubungan sosial siswa, menghadirkan lingkungan belajar yang aman dan penuh kepedulian. “Kami ingin lingkungan sekolah menjadi ruang yang aman, nyaman, dan penuh cinta. Karena pendidikan bukan hanya soal ilmu, tetapi ruang untuk tumbuh bersama menjadi manusia yang baik,” tutupnya.
Faktor Penyebab
Perundungan bisa berbentuk kekerasan verbal ataupun fisik. Lantas, apa penyebab tingginya perundungan yang bahkan bisa berujung pada tindak kriminal?
Pertama, faktor keluarga. Keluarga yang broken home atau tidak harmonis bisa menjadi penyebab munculnya pelaku perundungan. Orang tua yang sering cekcok dan alpa dalam pengasuhan, menjadi stimulus anak untuk mencari perhatian di luar rumah, salah satunya merundung.
Kedua, faktor sekolah. Manajemen dan pengawasan yang kurang dari pihak sekolah menjadikan kasus perundungan kian subur. Begitu pun fokus kurikulum yang hanya pada akademik, menjadikan anak minim akhlaknya.
Ketiga, faktor media. Bukan lagi satu rahasia jika media menjadi corong makin tingginya kasus perundungan. Game online, misalnya, menyuguhkan banyak kekerasan fisik. Juga tontonan kartun dan anime yang pada kenyataannya sedang membudayakan kekerasan di dalam benak anak-anak.
Sekuler Liberal
Melihat tiga faktor di atas, kita bisa lihat sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan makin masifnya kasus perundungan adalah pemahaman sekuler liberal yang tertancap sangat kuat di segala sektor.
Pemahaman sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan akan melahirkan individu-individu yang tidak mengerti agama. Bagi penganut sekularisme, agama bukanlah pedoman hidup, melainkan sekadar pajangan yang bisa dipakai atau dibuang sesuai kehendaknya. Alhasil, perilakunya tidak terikat apa pun, kecuali oleh hawa nafsunya. Inilah liberalisme, yaitu pemahaman yang menjadikan seseorang bebas berbuat semaunya tanpa memandang nilai-nilai agama.
Jika arah pandang seseorang dilandasi sekularisme dan liberalisme, ia akan menjadi pribadi yang kehilangan arah dan tujuan hidup. Ia tidak mengenal hakikat penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada Allah Taala. Hidupnya hanya diliputi dengan keinginan dunia dan mengejar pemuasan nafsu semata.
Peran Keluarga
Keluarga yang dibangun oleh individu-individu yang tidak paham agama, tidak akan mampu mencapai derajat keluarga sakinah mawadah dan rahmah. Inilah gerbang malapetaka pertama bagi anak-anak. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman, malah menjadi tempat memproduksi pelaku-pelaku perundungan.
Ayah dan Ibu malah memberikan contoh perilaku yang buruk tersebab mereka tidak paham agama. Tidak heran jika hari ini banyak kasus kekerasan seksual yang subjeknya adalah ayah mereka sendiri. Bahkan, banyak dari para ibu yang tega menjual anak-anak mereka untuk keuntungan materi belaka. Perilaku bebas telah ditancapkan sedari dini secara sadar atau tidak, oleh kedua orang tuanya. Bukankah ini yang menjadi jalan tol lahirnya para perundung?
Sistem Pendidikan
Gayung bersambut, pemahaman sekuler liberal yang telah tertancap di dalam bangunan keluarga, malah dikuatkan oleh sistem pendidikan hari ini. Lihatlah betapa pendidikan hari ini fokus pada akademik, tetapi abai terhadap agama. Sedangkan kita paham bahwa agama adalah kunci agar seseorang mampu mengendalikan dirinya.
Tidak heran jika lingkungan sekolah menjadi tempat paling subur terjadinya perundungan. Hanya karena merasa senior dan kuat, seseorang merasa berhak untuk menyiksa adik kelasnya yang lemah. Hanya karena orang tuanya kaya, seseorang seperti berhak merundung anak miskin. Semua perilaku kasar dan merasa puas setelah menindas bukan tidak mungkin akan terbawa hingga mereka dewasa.
Peran Media
Banyak dari pelaku perundungan fisik yang terilhami dari tontonan mereka. Misalnya, game online yang banyak memuat konten kekerasan, anak-anak sangat mudah mengakses aplikasi tersebut lalu memainkannya. Namun, alih-alih dilakukan upaya pencegahan agar anak-anak tidak mengakses tontonan tersebut, negara malah menjadikan game online menjadi e-sport, yaitu cabang olahraga yang menggunakan media gimsebagai bidang kompetitif.
Salah satu game online yang dijadikan e-sport adalah Mobile Legends, padahal kontennya penuh muatan kekerasan fisik. Akhirnya banyak para pemainnya merasa tidak asing dengan tindakan kekerasan, mirisnya hingga kekerasan seksual. Sudah banyak pakar menyampaikan bahaya dari game online, tetapi keberadaannya malah didukung negara atas nama benefit ekonomi.
Kebijakan negara yang seolah abai terhadap akhlak anak bangsa dan lebih mengutamakan keuntungan materi, sejatinya lahir dari landasan negara yang sekuler. Negara tidak menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai landasan sehingga kebijakannya sering bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Islam Menghilangkan Perundungan
Perundungan tumbuh subur dalam sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sebaliknya, atas perundungan akan hilang jika kehidupan Islam diterapkan.
Pertama, Islam mengajarkan agar umatnya berlaku baik kepada sesama. Rasulullah saw. adalah suri teladan umat muslim dengan kesempurnaan akhlaknya. Inilah yang akan mengilhami perbuatan seseorang, ia akan mengontrol dirinya agar tidak mencelakai orang, sebaliknya ia akan menjadi sebaik-baik manusia, yaitu yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Kedua, keluarga yang dibangun dengan landasan akidah Islam akan mengantarkan keluarganya menuju derajat sakinah mawadah dan rahmah. Rumah akan menjelma menjadi baiti jannati, tempat para penghuninya saling menguatkan keimanan. Ibu akan menjadi madrasatul ula bagi anak-anak mereka, mencurahkan kasih sayangnya dan menancapkan ilmu agama bagi anak-anak mereka. Begitu pun ayah, akan selalu ada untuk bisa menjadi teladan bagi anak dan istrinya. Inilah yang akan melahirkan individu yang lemah lembut dan penuh dengan kasih sayang.
Ketiga, sistem pendidikan yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan akan fokus pada pembentukan syahsiah anak didik. Sekolah harus memastikan bahwa pola pikir dan pola sikapnya berlandaskan Islam. Dari sinilah lahir interaksi antara siswa yang senantiasa diliputi dengan kebaikan akhlak mereka. Jangankan merundung, mereka akan berlomba-lomba untuk tolong-menolong.
Keempat, negara mendukung penuh atas kondisi ketakwaan masyarakat. Media apa pun, jika menjadi wasilah terbentuknya karakter perundung, akan cepat dihilangkan sekalipun dipandang menguntungkan negara (secara ekonomi). Pelakunya akan diberi sanksi keras, baik penyebar konten kekerasan ataupun pelaku perundungan sebab keduanya telah melanggar syariat.
Khatimah
Perundungan hanya akan bisa hilang jika Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, baik ranah keluarga, sekolah, hingga negara. Akar persoalan perundungan adalah diterapkannya sistem sekuler liberal dalam kehidupan. Adapun perjuangan menuju mengubah sistem sekuler menjadi Islam, memang tidaklah mudah. Namun, atas izin Allah Taala dan ikhtiar para pengembannya, insyaallah cahaya Islam akan segera menaungi umatnya. Wallahualam.