Meureudu – Di tengah situasi tanggap darurat akibat banjir yang melanda Aceh, SPBU Meureudu diduga mempersulit akses para pengungsi untuk mendapatkan BBM jenis pertalite. Bahan bakar itu dibutuhkan untuk menyalakan mesin genset (jinset) sebagai satu-satunya sumber penerangan karena suplai listrik PLN terputus sejak musibah terjadi. Rabu (3 Desember 2025).
Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya menilai sikap SPBU tersebut tidak manusiawi dan bertentangan dengan semangat bantuan darurat.
“Dalam kondisi tanggap darurat, SPBU seharusnya mempermudah pengungsi mendapatkan pertalite untuk menyalakan genset di tempat pengungsian,” tegasnya.
Ironisnya, menurut sumber, pihak SPBU sempat meminta surat keterangan dari desa asal pengungsi sebagai syarat pembelian BBM dalam jerigen. Namun, setelah persyaratan itu dipenuhi, SPBU kembali menambah aturan baru pengungsi diwajibkan menunjukkan barcode sebelum dilayani pengisian.
“Kami sudah siapkan surat desa, tapi setelah itu SPBU minta barcode pula. Kami seperti dioper-oper. Padahal ini untuk penerangan, bukan untuk dijual. Di tempat pengungsian gelap total,” ungkap sumber dengan nada kesal.
Kondisi tanpa penerangan dilaporkan memperburuk situasi pengungsian, terutama bagi anak-anak dan lansia yang sudah kehilangan tempat tinggal akibat banjir.
Praktik birokrasi berlapis di sektor vital ini menambah panjang daftar persoalan penanganan bencana di Aceh, yang kerap diwarnai kelambanan sistem dan rendahnya empati pihak terkait. Belum ada keterangan resmi dari manajemen SPBU Meureudu terkait dugaan tersebut.
Apakah perusahaan energi di tengah bencana justru menjadi garda terdepan membantu rakyat, atau malah menambah beban psikologis korban pertanyaan ini masih menggantung di tengah gelapnya pengungsian.(A1)