Pemulihan Ekonomi dengan Work From Bali, Solusikah?


author photo

10 Jun 2021 - 10.13 WIB




Oleh: Mila Nur Cahyani, S.Pd
(Pendidik dan Pemerhati Sosial)


Seruan Work From Bali (WFB) menggema setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menggencarkan program WFB untuk kementerian di bawah koordinasinya. Dalam program WFB tersebut, setidaknya ada 7 kementerian yang ASN-nya akan diperintahkan melakukan pekerjaan kantor dari Bali. WFB dicanangkan untuk membantu memulihkan pariwisata Bali yang terdampak akibat pandemi Covid-19.

Para PNS yang melakukan WFB akan ditempatkan di 16 hotel yang berada di kawasan resort Nusa Dua yang dikelola BUMN Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Hal ini sesuai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) mengenai Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali antara Kemenko Marves dan pihak ITDC.  Semua perjalanan dinas hingga akomodasi penginapan para ASN selama bekerja di sejumlah resort hotel di Bali itu akan dibiayai negara. (Kontan.co.id: 24/05/2021)

Menanggapi hal itu, Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata (ICPI) Azril Azahari mengungkapkan bahwa kebijakan WFB yang dicanangkan oleh pemerintah ini kurang tepat dan bijak. Menurutnya, beberapa hal dalam kebijakan tersebut masih perlu dikritisi. Sebab, ia menilai hal ini dapat berujung menimbulkan rasa ketimpangan sosial pada pemerintah daerah provinsi lainnya. (Kompas.com: 27/05/2021)

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, tidak menutup kemungkinan daerah-daerah pariwisata lainnya juga diberlakukan kebijakan (work from destination) serupa, seperti work from Lombok atau work from Labuan Bajo. Menurut Sandiaga, sebuah daerah bisa menjadi lokasi program work from destination atau bekerja dari destinasi wisata asal pemerintah dan warga setempat disiplin menerapkan protokol kesehatan. Daerah tersebut juga mesti tergolong dalam zona hijau yang menandakan rendahnya tingkat penyebaran Covid-19. (Tempo.co: 3 Juni 2021)

Selain Bali, Yogyakarta juga siap sebagai tempat kerja selama pandemi Covid-19. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus menyiapkan program "Work From Yogyakarta". Upaya untuk kembali menggeliatkan sektor pariwisata itu diharapkan bisa berlangsung pada Juli 2021. .(Kompas.com: 07/06/2021)

Kebijakan ini pun akhirnya menuai pro dan kontra. Dilangsir dari liputan6.com pada 28 Mei 2021, Pakar kebijakan publik, sekaligus Dosen Manajemen Kebijakan Publik (MKP) FISIPOL UGM, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP., pun menanggapi terkait rencana program ini. Menurutnya, program WFB memiliki beberapa titik kelemahan. Wahyudi mengimbau pemerintah untuk lebih mengutamakan program yang mempunyai semangat anggaran.

Wahyudi menilai program WFB memiliki beberapa titik kelemahan. Pertama, aturan WFB jelas memboroskan anggaran belanja negara oleh aparatur sendiri. Hal ini kemudian dapat dikatakan menunjukkan teladan yang kurang baik kepada masyarakat luas. Kedua, meskipun WFB dilakukan dengan Prokes yang ketat, berkumpulnya banyak orang di objek-objek-objek wisata tetap berisiko penularan.

Sungguh disayangkan, adanya kebijakan ini justru menimbulkan permasalahan baru. Rakyat yang sedang terhimpit masalah ekonomi akibat wabah Covid-19, malah dihadapkan pada dikeluarkannya uang negara untuk membiayai ASN bekerja dari Bali. Alih-alih membantu perekonomian rakyat, malah bisnis pengusaha besarlah yang diuntungkan. Inilah akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Pada akhirnya, pemilik modal yang akan diuntungkan. 

Dalam mengatasi permasalahan ekonomi saat ini, seharusnya pemerintah segera mengatasi wabah Covid-19. Dengan begitu, perekonomian akan kembali berjalan stabil. Faktanya pemerintah belum berhasil mengatasi laju penyebaran wabah ini.

Hanya Islam saja yang mampu mengatasi permasalahan ini. Ketika Islam diterapkan, maka seorang pemimpin akan tunduk terhadap aturan Islam. Segala permasalahan akan diselesaikan sesuai dengan aturan Islam saja.

Penanganan wabah pun akan diselesaikan sebagaimana Islam memandang. Lockdown akan diberlakukan terhadap wilayah yang terdampak wabah. Rakyat tidak perlu khawatir terhadap keberlangsungan hidup mereka selama lockdown diberlakukan. Negara akan menjamin tercukupinya kebutuhan hidup mereka.

Setelah wabah berakhir, maka  roda perekonomian akan kembali berjalan.  Hal ini hanya dapat kita rasakan ketika Islam telah diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Sejatinya, Islam sajalah yang mampu menyelesaikan segala permasalahan umat saat ini.

Wallahu 'alam bisshowwab
Bagikan:
KOMENTAR