Khilafah Menyatukan Perbedaan Hari Raya Idul Adha


author photo

14 Jun 2024 - 18.47 WIB



Oleh : Sumiatun
Komunitas Pena Cendekia

Umat Islam akan segera merayakan Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah atau Lebaran Haji 2024. Idul Adha adalah momen untuk memperingati peristiwa Nabi Ibrahim mengorbankan putranya, Nabi Ismail, demi menunaikan perintah Allah SWT. Selain itu, Idul Adha juga bertepatan dengan puncak pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah setiap bulan Zulhijah, (kompas.com, 6/6/2024).

Namun anehnya, kembali terjadi perbedaan hari raya di kalangan umat Islam, karena ada perbedaan cara menentukan. Pemerintah Arab Saudi, melalui rukyatul hilal, menetapkan bahwa hari Jum'at, 7 Juni 2024 adalah awal bulan Zulhijjah 1445 Hijriyyah. Dan ini berarti tanggal 10 zulhijjah atau hari raya Idul Adha bertepatan dengan hari Ahad, 16 Juni 2024.

Sementara itu pemerintah Indonesia, berdasarkan hasil rukyatul hilal wilayah Indonesia, menetapkan 1 Zulhijjah bertepatan dengan hari Sabtu, 8 Juni 2024. Sehingga tanggal 10 Zulhijjah atau hari raya Idul Adha bertepatan dengan hari Senin, 17 Juni 2024.

Sebagian masyarakat Indonesia lainnya, menetapkan hari raya idul Adha berdasar hasil hisab. Al hasil mereka menetapkan Idul Adha 1445 Hijriyyah bertepatan dengan hari Senin, 17 Juni 2024. Yang menjadi pertanyaan adalah, jika jamaah haji seluruh dunia bisa disatukan di Makkah, mereka melaksanakan wukuf di hari dan tempat yang sama, mengapa perayaan Idul Adha di berbagai negeri  mesti berbeda? 

Mirisnya, perbedaan yang terjadi bukan karena dalil syar’i, tetapi faktor fanatisme nasionalisme dan ashabiyah (perasaan fanatik terhadap golongan) yang keduanya merupakan buah produk dari luar Islam, yakni kapitalisme.  Masyarakat muslim dunia telah dikotak-kotak menjadi kelompok-kelompok kecil dan dipupuk rasa fanatik terhadap golongan mereka serta dijauhkan dari ketentuan Allah dan RasulNya. 

Idul Adha tidaklah sama dengan Idhul Fitri. Idul Adha adalah aktifitas yang berkaitan dengan ibadah haji kaum muslimin sedunia di Makkah. Rasulullah Saw memberi mandat dan kewenangan otoritas  kepada Amir(penguasa) Makkah dalam menetapkan  hari-hari manasik haji, seperti hari Arafah dan Idul Adha.

Dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali Ra dari Jadilah Qais, dia berkata, "Amir (penguasa) Mekah berkhutbah kemudian dia berkata, "Rasulullah SAW telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya." (HR. Abu Dawud, hadis no 2340). Imam Daruquthni berkata, "Hadis ini isnadnya muttashil dan shahih." Lihat Sunan Ad Daruquthni, 2/267.

Dari ketentuan di atas, masyarakat muslim di luar Makkah sudah semestinya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Amir(Penguasa) Makkah. Namun kenyataan sekarang masyarakat muslim sulit dipersatukan.

Hal ini karena ketiadaan institusi pemersatu bagi kaum muslimin sedunia yakni Khilafah Islamiah. Sejak diruntuhkannya kekhilafahan terakhir  di Turki Usmani pada tanggal 3 Maret 1924, kaum muslimin menjadi terpecah belah dan terkotak-kotak nasionalisme. 

Maka keberadaan Khilafah menjadi sangat penting. Umat butuh satu kepemimpinan Islam yang akan menyatukan umat termasuk dalam penentuan hari raya Idul Adha. Dengan khilafah masyarakat muslim terhindar dari perbedaan hari perayaan Idul Adha. 

Maka, agar keberadaan khilafah segera kembali, setiap umat Islam harus mengambil peran, untuk mendakwahkan Islam secara keseluruhan, sebagaimana Rasulullah contohkan. Karena dengan memahami Islam secara keseluruhan (kaffah) umat akan rela dengan sendirinya, tanpa dipaksa-paksa, untuk  ditegakkan institusi kekhilafahan, yang akan menyatukan umat Islam seluruh dunia. Dan juga menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia di dunia. 
Wallahu a'lam bishshawab[].
Bagikan:
KOMENTAR