Kekerasan Seksual Selalu Berulang, Butuh Solusi Cemerlang


author photo

1 Agu 2024 - 15.28 WIB



Oleh: Riya Septi Habibah, S.M

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda mencatat bahwa terdapat 240 kasus yang terlapor terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan di awal tahun 2024. 

Sekretaris Komisi IV DPRD Samarinda menyatakan perlunya peningkatan pada ranah pencegahan berupa sosialisasi yang melibatkan media sosial dan untuk layanan advokasi korban. Juga ditambahkan bahwa pentingnya edukasi di dalam keluarga dan pendidikan agama demi landasan kesadaran moral setiap anak. Dengan demikian diharapkan adanya tingkat perlindungan pada perempuan dan juga anak-anak. (suarakaltim.id, 11/07/2024)

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis di Hari Anak Nasional (HAN) data terkait kekerasan pada anak sebanyak 15 kasus di Januari-Juli 2024. Kasus tersebut mayoritas terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs (40%), menyusul SD/MI (33,33%), SMA (13,33%) dan SMK (13,33%). Dari data tersebut sebanyak 80% kasus terjadi pada sekolah di bawah kewenangan kemendikbudristek dan 20% terjadi di bawah kewenangan Kementrian Agama (Kemenag). Dari catatan yang dilaporkan, kasus teratas adalah kekerasan fisik dan selanjutnya adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru. (detikedu.com, 23/07/2024)

Data-data di atas telah menjadi bukti bahwa kasus kekerasan selalu ada setiap tahunnya. Apalagi yang sangat miris bahwa pelakunya justru orang-orang terdekat korban seperti teman, guru, kakak, bahkan orang tua sendiri.

Pemerintah memang membuat berbagai aturan untuk pencegahannya namun apakah berhasil dan kasusnya mengalami penurunan? Tentu itu yang diharapkan namun fakta berkata lain. Kasus terus terjadi dan dilaporkan. Lantas apa penyebab dan hal konkrit apa yang mampu membuat kekerasan seksual ini dapat diatasi?

*Pengaruh Hedonisme*
Berita kekerasan seksual maupun fisik yang terjadi sangat merisaukan. Hal tersebut terjadi tak lain karena arus budaya barat yang masuk ke Indonesia. Salah satu contohnya adalah sifat kebebasan yang bablas. Banyak dari masyarakat yang telah lupa berpakaian sopan, juga berbicara kotor atas dasar bebas berpendapat. Belum lagi gaya hidup hedon yang selalu ingin dan mengikuti standar-standar yang telah dibuat oleh para kapitalis barat. Dapat kita lihat, misalnya standar kecantikan saat ini adalah kulit putih, wajah glowing, badan langsing sehingga membuat kita terbawa arus dengan mengubah penampilan. Ada pula standar kesuksesan berupa memiliki mobil, jalan-jalan ke luar negeri, banyak relasi dan pergi ke berbagai parti. 

Ditambah hiburan yang ada di media sosial membawa kita pada tontonan merusak otak seperti porno, kekerasan, dan pergaulan bebas. Apalagi manusia akan mengikuti apa yang ia lihat, baca, dan dengar. Sehingga wajar jika kekerasan terjadi karena setiap individu menuruti hawa nafsunya, mengikuti apa yang ia dapat. 

Jika memperhatikan data, kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan yang berpakaian serba minim saja, tapi di kalangan sekolah yang mewajibkan pakaian tertutup juga mengalami hal yang sama.

Kita lupa bahwa sebenarnya semua itu dirancang untuk merusak generasi. Para perempuan, seorang muslimah menjadi korbannya. Maka perlu kita kembali pada aturan yang memahami hakikat manusia yaitu Allah SWT. Maka disinilah urgensinya Islam sebagai solusi.

*Perempuan dan Anak Terlindungi dengan Islam*

Liberalisme saat ini benar-benar diterapkan untuk merusak generasi. Kebebasan yang digaungkan bertabrakan dengan peraturan pemerintah untuk memberantas kasus kekerasan seksual. Di sisi lain  kebebasan ekspresi yang dilakukan justru menonjolkan seksualitasnya. Memang terdapat sanksi untuk pelaku kejahatan namun hukumannya tidak memberikan efek jera bahkan seringkali adanya remisi.

Berbeda dengan Islam yang mengetahui lemahnya manusia dan apa yang menjadi nalurinya, maka aturan yang ada pada Islam akan menutup berbagai celah agar kejahatan tidak terjadi. Dimulai dari individu perempuan wajib mengenakan kerudung dan jilbab saat keluar rumah, tidak bertabaruj (dandan berlebihan), tidak memakai wewangian, adanya kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya. Di masyarakat keduanya wajib menjaga aurat tersebut, dilarang bercampur baur (ikhtilat) dan dilarang berdua-duaan dengan lawan jenis.

Tak hanya itu pemerintah dalam Islam juga berperan lebih dalam mengontrol informasi, aktivitas online berbau syahwat, dan segala yang tidak sesuai syariat. Dan bagi para pelanggarnya akan dikenai hukuman yang tentu memberi efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi masyarakat lainnya. 

Dengan melihat status kejahatan seksualnya, bagi yang belum menikah akan dicambuk 100 kali, bagi yang sudah menikah akan dirajam. Sedangkan bagi pemilik bisnis syahwat dapat dikenai sanksi takzir, bisa berupa cambuk, penjara, hingga hukuman mati.

Solusi tadi sulit dilaksanakan di sistem sekulerisme saat ini. Maka saat ini yang perlu kita lakukan yaitu dengan menjaga diri dan keluarga dengan memahami lingkungan sekitar, memilih circle pertemanan yang baik, selalu mawas diri walau ada di dalam rumah. Tak lupa membiasakan untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan meningkatkan ketakwaan pada Allah agar terhindar dari godaan syahwat. Tak kalah penting menambah ilmu dengan mempelajari syariat Islam dan mendakwahkannya demi terwujudnya kehidupan Islam (khilafah).

Wallahu’alam bissawab
Bagikan:
KOMENTAR