Warga Aceh Selamatkan Diri dari Pekerjaan Paksa dan Perdagangan Orang di Kamboja


author photo

3 Feb 2025 - 22.37 WIB




Perdagangan Orang (TPPO) telah menjadi permasalahan serius yang semakin marak di kawasan Asia, dengan banyak warga Indonesia, khususnya dari Aceh, menjadi korban. Negara-negara seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar kerap menjadi lokasi penyelundupan dan eksploitasi tenaga kerja. Salah satu korban terbaru adalah MS, seorang pemuda asal Lhokseumawe, Aceh, yang berhasil melarikan diri dari cengkeraman jaringan mafia internasional di Kamboja, berkat upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, yang dipimpin oleh H. Sudirman Haji Uma.

MS mengungkapkan bahwa ia terjebak dalam rayuan para perekrut yang menawarkan pekerjaan dengan gaji besar dan proses keberangkatan yang sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan. Namun, setibanya di Kamboja, kenyataan yang dihadapinya jauh dari yang dijanjikan. Alih-alih mendapatkan pekerjaan layak, ia dipaksa untuk bekerja sebagai operator judi online dan terlibat dalam aktivitas penipuan (scamming) terhadap warga Indonesia, dengan target utama adalah menipu dan membobol data pribadi korban.

Menurut MS, modus operandi jaringan mafia tersebut melibatkan penipuan melalui telepon, di mana pelaku menyamar sebagai petugas BPJS atau pajak, meminta pembaruan data pribadi, dan mengarahkan korban untuk memberikan informasi sensitif, termasuk nomor rekening bank. Tak jarang, mereka juga berpura-pura sebagai perempuan yang menawarkan pinjaman online atau bisnis dengan janji yang menggiurkan, namun ujung-ujungnya adalah penipuan dan pencurian data pribadi.

MS juga menyampaikan peringatan bagi masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya untuk lebih berhati-hati terhadap setiap panggilan telepon yang mengatasnamakan lembaga pemerintah atau pihak manapun yang meminta informasi pribadi. Modus ini dapat dimanfaatkan untuk mengakses dan menguras rekening bank korban dengan menggunakan data yang telah dicuri atau dikloning.

Lebih mengerikan lagi, MS mengungkapkan perlakuan kekerasan yang ia terima dari para algojo yang berasal dari Indonesia sendiri, yang disewa oleh jaringan mafia tersebut untuk menekan dan memaksanya melakukan penipuan. MS bahkan menjadi korban penyiksaan dengan disetrum menggunakan listrik sebagai bentuk hukuman atas ketidakpatuhannya. Akhirnya, setelah mengalami penderitaan yang panjang, MS berhasil melarikan diri dua hari yang lalu dan dibawa pulang ke Indonesia dengan bantuan H. Sudirman Haji Uma.

Peristiwa ini juga mengungkapkan kenyataan yang lebih mencemaskan: banyak data pribadi warga Indonesia, termasuk masyarakat Aceh, yang telah bocor dan jatuh ke tangan kelompok kriminal internasional. Data tersebut digunakan untuk merampok dan melakukan penipuan lebih lanjut, menjadikan setiap individu yang terlibat dalam jaringan ini semakin rentan terhadap ancaman kebocoran informasi dan kerugian finansial.

Kasus ini harus menjadi titik tolak bagi peningkatan kesadaran dan kewaspadaan di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di Aceh, terhadap bahaya perdagangan orang, eksploitasi tenaga kerja, dan ancaman kejahatan dunia maya. Penanggulangan masalah ini tidak hanya memerlukan upaya dari pemerintah dan aparat penegak hukum, tetapi juga keterlibatan aktif masyarakat dalam melindungi diri dan data pribadi mereka dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Tindakan tegas terhadap pelaku TPPO dan penipuan digital harus menjadi prioritas dalam upaya menjaga kedaulatan dan keamanan setiap individu di negeri ini.(ML)


Bagikan:
KOMENTAR