Oleh: Nurjaya, S.PdI
Ulama Internasional dalam hal ini International Union of Muslim Scholars (IUMS), akhirnya menyerukan jihad untuk merespon situasi Gaza dan setelah gagalnya semua ikhtiar umat untuk menolong kaum muslimin di sana. Baik itu ikhtiar dengan mengadakan demo, boikot produk-produk yang sebagian hasil penjualannya diperuntukkan untuk membantu Israel untuk memusnahkan Gaza, bantuan logistik, upaya gencatan senjata, dan lain-lain.
Dalam fatwa yang berisi 15 point tersebut diantaranya diserukan kepada semua negara muslim untuk melakukan intervensi militer, ekonomi, dan politik untuk menghentikan genosida dan penghancuran total di Gaza. IUMS menekankan bahwa tindakan Israel terhadap warga Palestina telah melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Fatwa ini mendapat dukungan lebih dari 14 ulama internasional yang punya reputasi tinggi.
Fatwa jihad tersebut menuai banyak respon. Ada yang mendukung, ada yang tidak. Pro dan kontra. Dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung fatwa jihad tersebut.
Jika "hanya" berupa fatwa, tentu tidak akan efektif, apalagi fatwa tidak memiliki kekuatan mengikat. Padahal kekuatan militer yaitu pasukan dan senjatanya, ada di tangan para penguasa yang selama ini hanya menyeru namun tidak mengirimkan pasukan. Terlebih jihad defensif selama ini sudah dilakukan oleh kaum muslimin di Palestina di bawah komando sebuah kelompok bersenjata. Artinya kekuatan kaum muslimin tidak akan imbang jika jihad dilakukan oleh skala kelompok saja sementara Yahudi Israel bergerak dalam skala negara dan didukung penuh oleh polisi dunia, AS. Maka tentu tidak akan imbang.
Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, penting bagi negara-negara muslim untuk bersatu dan mengevaluasi langkah-langkah yang dapat diambil untuk membantu rakyat Palestina. Karena sejati yang terjadi di Palestina adalah perang ideologi.
Upaya membebaskan Palestina dengan jihad sejatinya butuh komando seorang pemimpin di seluruh dunia. Dan hari ini kita tidak memiliki pemimpin tersebut. Kita masih berada dalam sekat-sekat nasionalisme, sehingga pemimpin kita banyak. Dengan demikian, menghadirkan kepemimpinan seperti ini seharusnya menjadi agenda utama umat Islam, khususnya gerakan-gerakan dakwah yang konsern ingin menolong muslim Gaza-Palestina. Mengingat kondisi Gaza yang kian hari kian memprihatinkan. serangan di Gaza tidak hanya mengakibatkan kerugian materiil tetapi juga mengakibatkan trauma mendalam bagi penduduk sipil yang bertahan hidup di tengah kekacauan tersebut.
Mohammed Abu Mostafa, Jurnalis mengungkapkan rasa kecewanya terhadap komunitas internasional dalam beberapa unggahan."Selamat tinggal kepada komunitas paling pengkhianat dalam sejarah. Dalam beberapa jam, Gaza akan terhapus. Anda hanya akan menemukan kami di surga," tulisnya
Sejatinya kepemimpinan yang disebut sebagai khilafah hanya bisa tegak atas dukungan mayoritas umat sebagai buah dari proses penyadaran ideologis yang dilakukan oleh gerakan Islam yang tulus dan lurus berjuang semata demi Islam. Karena umat adalah pemilik hakiki kekuasaan. Merekalah yang akan mampu memaksa penguasa yang ada untuk melakukan apa yang mereka inginkan atau menyerahkan kepada yang lain jika penguasa tersebut melakukan apa yang berbeda dari apa yang umat inginkan.
Urusan penegakkan khilafah sejatinya menyangkut hidup matinya umat, tidak hanya untuk problem Palestina. Dinegeri tercinta ini pun butuh penerapan Islam secara menyeluruh. Maka menjadi kewajiban kita semua untuk terlibat dalam memperjuangkannya. Seruan jihad kepada tentara muslim terus dikumandangkan seiring juga seruan untuk menegakkan Khilafah. Karena seruan jihad yang di sampaikan oleh Ulama Internasional sekalipun akan tetap lemah jika tentara-tentara kaum muslimin masih tersekat-sekat oleh batas negara, oleh nasionalisme. Wallahu'alam