Generasi dihantui Pengangguran Massal, Islam Beri Solusi Tuntas


author photo

16 Mei 2025 - 14.32 WIB




Oleh : Nadila A., S.P. (Aktivis Dakwah Kampus)

Gelar sarjana dulunya dipuja dan dianggap sebagai pintu menuju masa depan yang cerah. Namun kenyataannya telah berkata lain. Banyaknya lulusan dari universitas yang ada di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran, menunggu tanpa kepastian, di tengah pasar kerja yang kian selektif dan jenuh.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren yang mencemaskan. Pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495.143 orang. Angka ini melonjak drastis menjadi 981.203 orang pada 2020, dan meski sempat turun menjadi 842.378 orang di 2024, jumlah tersebut tetap tergolong tinggi. IMF bahkan melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara peringkat 1 dengan tingkat pengagguran tertinggi se-ASEAN pada tahun 2024. 

Realita Kehidupan
Tingginya angka pengangguran hari ini membuat beberapa lulusan pendidikan tinggi (diploma dan sarjana) banting setir. Demi bertahan hidup, mereka memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya atau bahkan tidak ada kaitannya sama sekali. Ada yang memilih menjadi pembantu rumah tangga, pengasuh anak, supir, office boy (pramukantor). Tentu hal ini dilakukan karena minimnya lapangan pekerjaan di sektor formal dan adanya badai pemutusan hubungan kerja dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagaimana yang dialami Heru Kurniawan, Sarjana Teknik Mesin lulusan 2023, yang sekarang jadi sopir mobil rental.

"Keluarga tidak masalah saya jadi sopir, tapi saya pribadi merasa sayang, karena perjuangan menempuh pendidikan sarjana susah, menghabiskan waktu dan biaya," tuturnya lirih.

Hal senada diutarakan Ihlazul Amal, Sarjana Manajemen lulusan 2023, yang sudah hampir dua tahun bekerja sebagai pramukantor.

Sejumlah pengamat menyebut situasi ini mengkhawatirkan dan harus menjadi "alarm" bagi pemerintah untuk tak lagi berleha-leha dan mengeklaim kondisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja, namun kenyataannya tak demikian. (BBC News Indonesia, 30/04/25) 

Kapitalisme adalah Akar Masalahnya
Bila kita melihat kisah yang dialami oleh Heru Kurniawan dan Ihlazul Amal, tentunya kisah mereka bukanlah satu-satunya yang terjadi. Faktanya, kasus seperti itu juga terjadi ditahun-tahun sebelumnya. Bahkan lebih parahnya lagi, ada yang sampai melakukan pekerjaan yang dilarang didalam agama. Jelas ini sungguh memilukan! 

Penerapan sistem kapitalisme adalah penyebab utama masalah pengangguran. Dalam negara kapitalistik, negara hanya bertindak sebagai regulator yang mementingkan korporat, tidak menjamin kesejahteraan rakyatnya, serta tidak menjamin terbukanya lapangan pekerjaan. Alhasil terjadi kesenjangan antara lapangan pekerjaan dan pencari kerja. Negara malah menyerahkan tanggung jawab membuka lapangan kerja pada pihak swasta atau korporasi melalui dengan membuka investasi sebesar-besarnya dan pengelolaan SDA pada swasta. 

Sungguh ini adalah kelalaian tanggung jawab! Penguasa yang seharusnya hadir mengurusi urusan rakyatnya ternyata tidak mampu hadir memberikan solusi. Inilah bukti bahwa sistem kapitalis-sekuler hanya melahirkan kepemimpinan yang pragmatis dalam mengelola negara, memunculkan tindakan dan keputusan yang lebih mengutamakan hasil praktis daripada prinsip moral, serta mengedepankan kepentingan pemilik modal daripada memperhatikan nasib rakyat. Kekuasaan pun menjadi alat untuk kepentingan kelompok dan keluarga. Alhasil, hubungan rakyat dengan penguasa terpisah dan berjalan sendiri-sendiri, tidak ada hubungan kuat yang mengikat, dan jauh dari prinsip ri’ayah dan pertanggungjawaban.

Islam adalah Solusi
Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Artinya, Islam tidak hanya membawa rahmat bagi kaum muslim, tetapi juga rahmat bagi semesta alam dan seluruh umat dunia. Karenanya, Islam tidak hanya mengatur ibadah mahdha semata melainkan pula mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan manusia lainnya seperti sistem sosial, politik, kesehatan, ekonomi, hukum, pemerintahan, dll. 

Dalam Islam, negara akan hadir sebagai raa'in (pengurus rakyat). Sehingga apabila Islam diterapkan dalam sebuah negara, para penguasa tidak akan berlepas tangan dan sangat takut mendzalimi rakyatnya. Penguasa akan berlaku adil tanpa membedakan antara rakyat dan keluarganya. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin mengurus dan mensejahterakan rakyatnya dengan jalan penetapan syariat Islam secara kaffah. Oleh karena itu, didalam Islam negara dengan penerapan aturan Islam secara kaffah akan disebut dengan negara khilafah. 

Negara khilafah akan hadir dengan mensupport sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh laki-laki akan memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni. Ajaran Islam juga telah menetapkan mekanisme jaminan kesejahteraan yang dimulai dari mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja. 

Disaat yang sama, negara akan menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya tidak lain dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing. Termasuk mencegah berkembangnya sektor nonriil yang kerap membuat mandek, bahkan hancur perekonomian negara.

Negara Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu membuka lapangan kerja bagi rakyat secara memadai. Khilafah akan melakukan pengelolaan SDA secara mandiri dan haram diserahkan kepada swasta apalagi asing. Sehingga, negara akan mampu membuka lapangan pekerjaan dari sektor industri dalam jumlah besar.

Adapun jika ada yang tidak mampu bekerja karena alasan tertentu (cacat, sakit, dll) dan tidak memiliki kerabat yang mampu menafkahi maka kewajiban akan jatuh kepada negara. Baitul mal akan memberikan santunan kepada keluarga tersebut hingga ia bisa terbebas dari kemiskinannya.

Tentunya semua itu hanya mampu terwujud bila kita menerapkan aturan Islam didalam kehidupan dan bernegara. Mengganti penerapan sistem kapitalisme menuju sistem yang mampu memanusiakan manusia secara adil dan sejahtera. 

Wallahu a'lam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT