Pengangguran dan PHK Meningkat, Negara Gagal Mengurus Rakyat


author photo

14 Mei 2025 - 20.35 WIB




Oleh: Lifa Umami, S.HI

Tingkat pengangguran terbuka ( TPT) di Kabupaten Berau mengalami peningkatan pada tahun ini mencapai 5,15 persen. Angka tersebut naik 0,20 persen dibanding dengan tahun sebelumnya yang berada di angka 4,95 persen. Kondisi ini menjadi perhatian lebih serius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau untuk segera menciptakan lapangan kerja dan yang layak bagi masyarakat.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Zulkifli Azhari menjelaskan, pihaknya terus melakukan berbagai langkah antisipatif guna mengatasi permasalahan pengangguran. Salah satunya melalui pelatihan kerja, pembukaan job fair, serta penyebaran informasi mengenai lowongan kerja yang tersedia di berbagai sektor. (https://www.benuakaltim.co.id ) 

*Badai PHK Akibat Sistem Kapitalisme*

Pengangguran meningkat disebabkan badai PHK. Badai PHK ini menjadi salah satu masalah besar yang menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, hilangnya pekerjaan ribuan orang akibat PHK ini akan mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan banyak keluarga, pada akhirnya banyak keluarga yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya. 

Sebenarnya, penyebab PHK multifaktor dan kompleks sehingga tidak tertangani dengan baik. Dan bisa jadi sebetulnya masih ada di luar sana lowongan pekerjaan. Namun saat ini, pekerjaan hanya dilihat dari sektor pertambangan, padahal banyak potensi yang lain tapi tidak tertarik. Banyak orang berpikir, bekerja di tambang akan menjanjikan kesejahteraan, apalagi di perusahaan yang besar. 

Tingginya gelombang PHK adalah cermin dari karut-marutnya perekonomian negara. Ketaktepatan kebijakan negara dalam pengelolaan sistem ekonomi telah menjadikan kesejahteraan sebagai satu hal yang sulit terwujud di tengah masyarakat saat ini. Kemandirian ekonomi suatu negara adalah kunci untuk mengurai problem masyarakat secara komprehensif termasuk masalah PHK dan pengangguran. 

Kuatnya ekonomi sebuah negara akan berkorelasi pada kesejahteraan rakyatnya, dan karut-marutnya ekonomi negara akan berimbas pada hal yang sebaliknya, yaitu banyaknya pengangguran dan kemiskinan. 

Tingginya angka pengangguran ini adalah sinyal gagalnya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Negara seharusnya berupaya agar pengangguran tidak semakin bertambah banyak. Hal ini karena keberadaan lapangan kerja sesungguhnya adalah salah satu standar untuk mengukur kesejahteraan ekonomi rakyat dalam sebuah negara. 

Lapangan kerja memegang peranan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan setiap individu. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan adanya relevansi hubungan antar individu rakyat dan negara sebagai pengatur dan penanggung jawab terhadap urusan rakyatnya. Negaralah yang bertugas membuka lapangan kerja supaya rakyat bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Apalagi pemerintah pun telah gagal membendung pekerja dari luar yang akhirnya pekerja lokal kalah bersaing. Nasib mereka yang kena PHK pun tidak ada jaminan agar bisa mendapatkan pekerjaan kembali. Karena negara tidak menjamin rakyatnya untuk segera mendapatkan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengangguran dan PHK adalah bukti pemerintah tidak mampu dalam mengurus rakyatnya. 

Saat ini pemerintah hanya terkesan sebagai regulator dan jembatan perusahaan sehingga sekolah pun sejalan dengan kebutuhan dunia kerja. Pendidikan hanya sebatas mencetak buruh pasar dan siap pakai. Karena tujuan mereka menuntut ilmu sampai ke jenjang tinggi adalah untuk mendapatkan pekerjaan. 

Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah memberikan pengelolaan SDA kepada swasta baik asing maupun swasta lokal. Kebijakan ini menjadikan kekayaan SDA yang dimiliki negara tidak mampu mensejahterakan rakyat. SDA yang melimpah hasilnya hanya bisa dinikmati oleh segelintir kelompok yang punya uang dan kekuasaan. Sehingga lulusan pendidikan hanya dipersiapkan untuk menjadi buruh di pertambangan karena dianggap bisa mensejahterakan. Pada faktanya, yang sejahtera hanya kaum oligarki dan para kapitalis, bukan para buruhnya. Sungguh miris. 

Demikianlah, tata kelola ekonomi dan negara dalam sistem kapitalisme. 

*Konsep Islam Mengurai Pengangguran*

Islam mewajibkan negara mengurus rakyatnya dengan pengurusan yang sempurna. Rangkaian konsep Islam untuk mengurai masalah PHK dan pengangguran, dapat dijabarkan sebagai berikut.

Pertama, salah satu mekanisme untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan bekerja. Dengan begitu, negara berperan penting untuk membuka lapangan pekerjaan, terutama bagi para ayah/wali yang memiliki kewajiban dari Allah Swt, untuk mencari nafkah. 

Pada tataran ini, negara juga akan mengedukasi dan memotivasi para ayah/wali itu untuk memaksimalkan usaha dalam memenuhi kewajiban dia akan nafkah keluarganya. Jadi jelas, penyelesaian benang kusut ketenagakerjaan pada dasarnya bertumpu pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup serta upaya meningkatkan kesejahteraan hidup. 

Kedua, negara bertanggung jawab membuka lapangan pekerjaan untuk menunaikan amanah sebagai pengurus rakyatnya. Selain membuka lapangan kerja, negara dapat memberikan modal kepada para ayah/wali atau tanah mati untuk dikelola dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemberian oleh negara dari harta milik Baitulmal, baik dalam bentuk harta tanah atau properti (al-iqthâ’u) atau selain tanah atau properti (al-i’thâ‘u), membuat harta yang diberikan itu menjadi milik individu yang diberi.

Diriwayatkan dari Amru bin Huraits ra. Ia berkata, 

“Rasulullah saw. menetapkan untukku rumah di Madinah dengan anak panah. Beliau bersabda, ‘Aku tambahi engkau.'”(HR Abu Dawud).

'Alamah bin Wail meriwayatkan dari Wail bin Hujrin

“Nabi saw. memberinya tanah di Hadhramaut.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, disahihkan oleh Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi).

Nabi juga pernah memberikan harta lain milik Baitulmal, selain harta zakat, kepada orang-orang, baik berupa uang dinar dan dirham atau harta lainnya. Begitu juga Khulafaur Rasyidin sesudah beliau. Khalifah Umar ra., misalnya, pernah memberikan kepada para petani Irak harta untuk menanami tanah mereka, dan memenuhi kebutuhan mereka tanpa memintanya kembali.

Abu Bakar ra., ketika menjadi khalifah, pernah memberikan pemberian (al-‘athâ`) semacam tunjangan tahunan kepada rakyat. Khalifah Abu Bakar memberi mereka secara sama.

Ketika Umar bin Khathab menjabat sebagai khalifah, beliau melanjutkan pemberian pada masa Abu Bakar itu, tetapi tidak secara sama jumlahnya, melainkan secara tidak sama dengan memperhatikan beberapa faktor. Bahkan Khalifah Umar kemudian menuliskan daftar pemberian itu di dalam Dewan. 

Inilah mekanisme sistemis sebagai wujud relasi antara rakyat dan negara. Relasi ini akan menstimulasi produktivitas negara untuk mengelola SDA maupun aset negara, yang notabene akan membuka banyak lapangan kerja. SDA yang dimiliki akan dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. (Nidzam iqtisdhodi karya Syeikh Taqiyuddin an Nabhani). 

Ketiga, Pendidikan dalam Islam akan menyiapkan pelajar berkualitas, bersyaksiyah islamiyah dan bisa menciptakan pekerjaan sendiri sesuai keahliannya. Adanya SDM dengan skill (keahlian, keterampilan) yang negara butuhkan tentu melalui proses yang tidak bisa instan. Di sinilah peran negara untuk mempersiapkan SDM. Hal itu bisa negara lakukan melalui pendidikan formal seperti mendirikan sekolah maupun pendidikan tinggi dengan berbagai jurusan. Juga berupa pelatihan, pembekalan skill, maupun program belajar dari negara lain. Ini sebagaimana yang pernah Rasulullah saw. lakukan saat mengutus beberapa sahabat untuk mempelajari teknologi perang di Yaman.

Inilah rangkaian kebijakan makro yang merupakan politik ekonomi Islam dalam upaya menciptakan lapangan kerja sehingga dapat memutus rantai pengangguran di masyarakat. Politik ekonomi Islam ini merupakan penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu masyarakat, bukan sebatas suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. 

Hal ini menunjukkan bahwa Islam menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat secara individual, bukan secara kolektif. Oleh karena itu, negara memberi perhatian penting terkait aspek distribusi harta di tengah-tengah masyarakat demi memenuhi kebutuhan individu per individu. Bukan hanya secara hitungan angka, sedangkan pada faktanya banyak masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Wallahu 'alam bissowab
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT