Layanan GratisPol? Kemustahilan di Rezim Kapitalis


author photo

29 Jun 2025 - 12.14 WIB




Nur Sukma Almira Yasmin (Aktivis Muslimah) 

Sebuah kabar angin segar datang dari ibukota baru dengan kekayaan alam yang berlimpah, yakni Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang merilis program Pelayanan Kesehatan Gratis dan Bermutu atau dikenal dengan istilah Gratispol di Samarinda. Kabar ini tentu disambut dengan penuh antusias oleh masyarakat karena akses dan jaminan kesehatan akan diberikan secara gratis dan berkualitas. 

Untuk prosedur program Gratispol ini masyarakat hanya perlu menunjukkan kartu-kartu identitas mereka seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), atau Kartu Identitas Anak (KIA) untuk mendapatkan akses jaminan kesehatan gratis tersebut. Tentu program Gratispol ini ditujukan untuk semua golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan tingkat kelas ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kaltim. 

Sekilas, program Gratispol yang diusung oleh Pemerintah Kaltim ini terlihat sangat pro rakyat. Terlebih di era peliknya persoalan kehidupan, kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran, sistem pendidikan mahal, kelangkaan BBM, mahalnya harga sembako, program Gratispol setidaknya mampu memberikan secercah harapan untuk masyarakat. 

Namun, akankah program Gratispol ini benar-benar memberikan akses layanan kesehatan secara gratis dan berkualitas pada masyarakat? Sebab hal ini tentu akan mengalami beberapa hambatan. Pasalnya BPJS yang penuh akan syarat adminstrasi hanya mendapat layanan terbatas dan minim, apalagi program Gratispol yang hanya memerlukan kartu identitas? 

Kemustahilan di Rezim Kapitalis
Sayang beribu-ribu sayang harus dikatakan, program Gratispol ini adalah suatu kemustahilan. Pertama, sumber pendanaan untuk layanan kesehatan bersumber dari pajak yang dikumpulkan di dana APBN dan APBD yang dialokasikan oleh pemerintah. Berikutnya berasal dari kontribusi masyarakat yakni berupa iuran BPJS, juga iuran swasta. Mengetahui hal ini tentu menjadi pertanyaan besar, bagaimana bisa pemerintah menyusun program Gratispol yang secara cuma-cuma memberikan akses layanan gratis sekaligus berkualitas, sementara di satu sisi sumber pendanaan operasional kesehatan bertopang pada kontribusi masyarakat dalam bentuk pajak dan iuran BPJS. 

Kedua, lahirnya program Gratispol ini disebabkan yang tak lain dan tak bukan atas dasar realita pelayanan kesehatan yang minim dan terbatas dari BPJS. Melihat ruwet dan rumitnya pengurusan BPJS yang administratif, juga kesenjangan sosial antara kasta tertinggi dan terendah, sehingga mendorong pemerintah untuk memberikan akses layanan kesehatan secara menyeluruh untuk semua lapisan masyarakat tanpa biaya. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana program Gratispol ini mengumpulkan dana untuk dialokasikan ke seluruh pelayanan kesehatan, terutama pembiayaan obat-obatan, gaji para pekerja kesehatan yang tidak murah, alat-alat kesehatan? 

Ketiga, program Gratispol ini sangatlah tidak rasional sebab bukan hanya layanan kesehatan, tapi negara hari ini masih bergantung pada pemasukan pajak sebagai sumber dana utama untuk pembangunan negara. Oleh karena itu tidak mengherankan pajak akhirnya naik menjadi 1% untuk menanggulangi program-program pemerintah yang ingin memberikan akses layanan secara gratis bukan hanya dalam bidang kesehatan, tapi juga penyediaan lapangan pekerjaan. Lagi-lagi masyarakat harus menjadi tulang punggung untuk keberlangsungan kehidupannya. Lantas apa masih bisa dikatakan masyarakat akan mendapatkan layanan kesehatan secara gratis dan berkualitas? 

Islam Punya Caranya
Islam memang benar agama yang unik. Islam punya aturan yang tidak hanya mengatur aspek ruhiyah dan spritual, tapi juga mengatur sistem kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial juga politik. 

Islam memetakkan sumber dana utama bukanlah dibebankan pada rakyat yakni kewajiban membayar pajak, tapi Islam memiliki alokasi pendanaan yang independen dan tidak bergantung pada masyarakat. Islam akan mengolah sumber daya alam yang kemudian hasilnya akan dikumpulkan dalam kas negara atau sebutannya Baitul Maal. Adapun pemungutan pajak hanya akan dillakukan dalam kondisi-kondisi darurat tertentu, pun juga pajak tidak akan dipukul rata seperti pada rezim kapitalis hari ini. Pajak dalam Islam hanya akan dibebankan pada kelompok yang tidak terikat secara akidah ialah kafir harbi (kelompok yang hidup di bawah naungan Daulah Islamiyah mengikuti aturan siyasi seperti ekonomi, sosial, politik, kesehata, pendidikan tapi tidak secara akidah). Juga pada golongan kelompok yang berkecukupan untuk membayar pajak. Islam tidak akan memungut pajak dari mereka yang memang berasal dari golongan tidak mampu. 

Islam akan memastikan secara rinci bahwa seluruh lapisan masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan secara komprehensif dan adil tanpa membedakan golongan kelas. Hasil dari pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan pada masyarakat dalam bentuk kesehatan murah atau bahkan gratis, biaya sekolah, lapangan pekerjaan, dan dalam bentuk kesejahteraan lainnya. 

Tentu, sistem kesehatan Islam ini hanya akan mampu diterapkan jika rezim kapitalis hari ini dilengserkan dan digantikan dengan sistem peraturan Islam yang komprehensif. Bukan hanya sistem kesehatan, tapi sistem peraturan Islam terbukti mampu menyejahterakan masyarakat beribu-ribu abad lamanya. Oleh karena itu sudah saatnya rezim kapitalis digantikan oleh sistem peraturan Islam yang adil dan memakmurkan masyarakat. 

Wallahu'alam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR