Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat)
Pemerintah Kota Balikpapan terus menunjukkan komitmennya dalam menekan angka stunting yang saat ini tercatat masih berada di angka 21,6 persen. Melalui program strategis “Gempur Stunting” atau Gerakan Bersama Posyandu Berantas Stunting, kota ini mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bahu-membahu membangun generasi sehat dan unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Salah satu program unggulan dari gerakan ini adalah “Gerakan 100 persen Balita Ditimbang” serta penunjukan RT sebagai orang tua asuh balita. Tujuannya, agar seluruh balita mendapatkan pengawasan pertumbuhan secara menyeluruh dan berkesinambungan.
(https://kaltim.tribunnews.com/2025/05/25/gempur-stunting-komitmen-kota-balikpapan-wujudkan-generasi-emas-2045?page=all).
Persoalan stunting sebenarnya adalah bagian dari persoalan yang lebih mendasar, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Selama ini, negara abai akan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan bagi rakyat. Akibatnya, banyak rakyat yang kekurangan gizi, termasuk ibu hamil, bayi, dan balita.
Kegagalan penguasa dalam mengurus rakyatnya menjadikan stunting tidak akan pernah berakhir, karena tidak diselesaikan dengan solusi yang menyentuh akar permasalahan.
Sejatinya pencegahan stunting bisa dilakukan melalui pendekatan spesifik, yaitu perbaikan gizi ibu dan anak, dan pendekatan sensitif, yaitu semua kontribusi yang menyebabkan tumbuh kembang anak tidak optimal seperti pola asuh, kebersihan, literasi orang tua, sarana air minum dan sanitasi, imunisasi, dan sebagainya. Untuk merealisasikannya maka dibutuhkan peran negara.
Negara harus mendayagunakan seluruh sumber daya, aparat, lembaga, dana, fasilitas, dll untuk menyolusi stunting. Tidak hanya menggelontorkan dana, negara juga harus memberikan edukasi terkait gizi pada masyarakat. Negara juga harus memfasilitasi masyarakat agar bisa mengonsumsi makanan bergizi. Solusi ini tentu hanya bisa dijalankan jika negara menerapkan sistem Islam.
Sistem Islam menjelaskan negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat dan kebutuhan komunalnya. Semua bisa terpenuhi karena salah satunya bersumber dari pengelolaan SDAE yang sesuai syariat. Pemasukan sumber dalam Islam pun banyak yang dikelola Baitul mal.
Sistem Islam mewajibkan dan mengkondisikan suami atau ayah untuk bekerja sehingga mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk menjamin terpenuhinya lapangan pekerjaan agar para suami (ayah) dapat bekerja maka wajib bagi negara untuk menyediakan dan mensupportnya, sehingga tidak akan ditemukan laki-laki,suami (ayah) yang tidak bekerja.
Dibutuhkan pula support sistem. Sistem Islam akan mampu membentuk generasi emas. Tidak hanya sehat terpenuhi gizi, tapi juga ilmuwan dan ulama, karena sistem Islam dalam kesempurnaan hukumnya mewajibkan negara menjalankan perannya sebagai Rain' Periayah umat.
Dalam Islam penguasa memiliki peran penting dan menanggung amanah besar terhadap rakyatnya. Sistem Islam menetapkan bahwa penguasa adalah "rain" maka penguasa bertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.
Sebagaimana Hadist yang berbunyi " *kullukum ra'in, wa kullukum mas'ulun 'an ra'iyyatihi"*
(setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya).
Hadits ini menegaskan bahwa kepemimpinan itu bukan hanya terbatas pada posisi politik atau jabatan tertentu, tetapi juga berlaku bagi setiap individu dalam berbagai peran dan kapasitasnya.
Setiap orang adalah pemimpin. Hadits ini mengimplikasikan bahwa setiap individu memiliki peran kepemimpinan dalam skala kecil, seperti dalam keluarga, komunitas, atau pekerjaan.
Islam menetapkan tanggung jawab penguasa, sebagai pemimpin tertinggi dalam masyarakat, akan dimintai pertanggungjawaban atas keputusan dan tindakan yang mereka ambil.Sehingga
Penguasa wajib menjalankan kepemimpinan dengan adil, penguasa wajib menyediakan kebutuhan rakyatnya secara menyeluruh sehingga tercipta kesejahteraan. Demikian sempurnanya sistem Islam dalam mengatur kehidupan, maka tidak ada alasan untuk menolak diterapkannya sistem Islam secara Kaffah. Wallahua'lam