Pemerhati masalah sosial
Anak merupakan pelengkap kebahagian dalam keluarga. Anak juga merupakan amanah atau titpan Allah Swt. yang akan dimintai pertanggung jawaban, atas pemeliharaan mereka. Peran ini amat mulia karna orang tua merupakan penentu apakah generasi penerus itu baik atau buruk.
Selain orang tua di rumah, anak juga memiliki orang tua di sekolah yaitu guru. Setiap orang tua memiliki tanggung jawab memberikan perlindungan terhadap anak, memberikan keamanan dan rasa nyaman. Termasuk melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual, sebagaimana yang marak saat ini.
Kekerasan seksual terhadap anak makin meningkat, pelakunya juga kian beragam. Ada guru besar yang melecehkan mahasiswinya, adapula tokoh agama melecehkan santrinya, dan juga guru melecehkan muridnya. Sebuah fenomena yang memilukan mengingat orang tua mereka sudah mempercayakan perlindungan anak mereka kepada pihak kampus, pondok pesantren, maupun sekolah.
Seperti yang terjadi di Kalimantan Timur, Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur saat ini tengah mengawal kasus dugaan pelecehan seksual saat kegiatan pramuka di Samarinda. Dugaan pelecehan tersebut terjadi pada Jumat dini hari, 13 Juni 2025 lalu. Bermula saat oknum pembina pramuka diduga melakukan pelecehan seksual terhadap empat remaja perempuan, saat kegiatan kepramukaan di salah satu sekolah menengah di Samarinda.
https://kaltimtoday.co/trc-ppa-kaltim-kawal-kasus-dugaan-pelecehan-seksual-saat-kegiatan-pram yang menjadiuka-di-samarindam
Fakta adanya tenaga pendidik yang menjadi pelaku kekerasan seksual merupakan aib besar di dunia pendidikan. Sosok yang seharusnya memiliki tugas mulia mendidik, membina, dan membimbing generasi malah menjadi predator seksual di lembaga pendidikan, yang seharusnya menjunjung tinggi moral dan akhlak malah mencoreng diri dengan prilaku tidak beradab.
Ketika pelaku kekerasan seksual makin banyak termasuk di berbagai jenjang pendidikan, ini artinya bukan lagi masalah individunya yang bejat atau sekadar oknum, tetapi sudah masuk ranah sistem yang rusak. Kita semua tahu bahwa sistem pendidikan hari ini berkiblat pada sistem pendidikan sekuler liberal.
Bukan hanya Pendidikan, media yang ada juga condong pada liberalisasi sehingga dengan bebas membuat, menyebar, dan menikmati konten yang tidak berfaedah hingga konten pemicu syahwat.
Padahal apapun yang kita dengar, kita baca dan kita lihat akan menjadi informasi bagi otak (maklumat sabiqoh). Sehinga sangat wajar jika pelecehan seksual menjamur. Karena media memberikan akses informasi yang tidak pantas untuk disebarkan. Kondisi ini diperparah dengan adanya pembiaran dari pemerintah, menyebabkan korban pelecehan seksual semakin meraja lela.
Karena sistem Islam tidak diterapkan, maka sistem pendidikan dan aktivitas remaja berjalan tanpa batasan agama, membuka celah terjadinya pelecehan seksual di sekolah. Dalam sistem kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini, hukum yang dipakai bukan berasal dari Allah, melainkan dari manusia yang terbatas dan penuh kepentingan. Maka banyak pelaku pelecehan yang tidak mendapat hukuman setimpal, bahkan bisa lolos dengan adanya celah hukum, seperti kedudukan dan uang. Akibatnya kasus terus berulang, pelaku tidak takut, dan korban merasa tidak terlindungi.
Sementara sistem Islam akan melindungi anak dari kekerasan seksual. Dalam islam ada Sistem Pendidikan yang melahirkan generasi yang bersyaksiah islamiyah, jauh dari maksiat. Kemudian di dalam islam juga ada system pergaulan sehingga terhindar dari pelecehan seksual. Islam juga memiliki mekanisme khas yang mampu mencegah terjadinya perilaku seksual bebas.
Islam mewajibkan pria dan wanita menutup aurat dalam kehidupan umum dan saling menjaga pandangan [ QS an-nur [24]; 30-31]. Islam mengharamkan kholwat [ kondisi berduan pria dan Wanita yang bukan maram]. Islam mengharamkan tindakan ekploitasi dan mempekerjakan dengan cara mengekploitasi tubuh contoh model kecantikan .
Sistem sanksi dalam Islam bersifat tegas dan berfungsi sebagai jawabir [ merujuk pada hukuman yang bersifat pembalasan dan penebusan dosa dan jawazir [ merujuk pada hukum yang bersifat pencegahan terjadinya tindak pidana].
Sanksi ta’jir bagi pelaku ekploitasi terhadap Perempuan termasuk pihak yang memproduksi koten – konten pornografi adalah hukuman penjara, hukuman cambuk bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan.
Sanksi untuk pelaku lelaki yang belum menikah [ghayr muhsham] adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun ditempat terpencil. Sedangkan korban wajib diberikan perlindungan oleh negara . Korban wajib pula diberi perawatan fisik maupun mentalnya hingga pulih.
Demikianlah penerapan aturan Islam yang mampu mencegah dan menghentikan kekerasan seksual secara tuntas. Tentunya kondisi ini hanya bisa terjadi apabila aturan Islamditerapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Wallaahu a'lam bishawwab