Oleh: Jae Raa
Sistem kapitalisme yang dinilai gagal terus melahirkan kasus kejahatan serius, termasuk perdagangan bayi, tanpa adanya solusi konkret dari pihak berwenang. Bayi-bayi tak berdosa menjadi korban dari kegagalan sistem ini, yang tampaknya lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada kesejahteraan dan keamanan manusia.
Dikutip dari (kompas id, 18/7/25). Kasus penjualan bayi dari Jawa Barat ke Singapura menyoroti berbagai persoalan serius yang memerlukan perhatian mendalam. Penanganan kasus ini tidak hanya memerlukan penegakan hukum yang efektif, tetapi juga perbaikan administrasi kependudukan, peningkatan kerja sama antarnegara, serta edukasi bagi perempuan yang rentan menjadi korban. Dengan demikian, diharapkan berbagai upaya ini dapat memperkuat sistem perlindungan dan pencegahan kejahatan serupa di masa depan.
Muhammad Khozin dari Komisi II DPR RI mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk menindaklanjuti temuan keterlibatan pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dalam sindikat perdagangan bayi di Bandung. Khozin menekankan bahwa dugaan keterlibatan ini merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang dan meminta Kemendagri untuk segera melakukan audit internal di Dukcapil guna memastikan transparansi dan akuntabilitas (Mediaindonesia.go.id, 8/7/25).
Faktanya, kasus penjualan anak ini bukan baru terjadi, tetapi pada tahun 2024 juga pernah terungkap di Bali dan Depok. Kasus ini bekerja dengan cara, para ibu diimingi dan dirawat dengan mendapatkan fasilitas serta tempat tinggal yang gratis. Setelah melahirkan, anaknya ditawarkan ke pihak ketiga dengan dalih adopsi serta imbalan uang sekitar Rp45 juta per anak, dan praktek ternyata sudah berjalan sejak tahun 2023. Lalu, pada tahun 2022 juga terjadi kasus penjualan anak yang dilakukan oleh Suhendra, dengan dalih mengasuh puluhan bayi berkedok adopsi, namun ia memperdagangkan bayi dengan harga Rp15 juta.
Pusat Data Teknologi dan Informasi (Pusdatin KPAI) melaporkan adanya 59 kasus perdagangan bayi pada tahun 2023 dengan modus merekrut perempuan hamil menggunakan iming-iming uang dan biaya persalinan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah mengambil langkah konkret untuk memperkuat sistem pencegahan perdagangan anak melalui pengembangan dan penguatan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang mencakup keluarga dan komunitas, dengan tujuan mempercepat deteksi dini dan mencegah praktik jual beli anak yang sering melibatkan sindikat terorganisir.
Namun, langkah yang diambil ini belum mampu mencegah praktik jual beli anak, faktanya kasus ini masih terus terjadi dengan faktor yang hampir sama yaitu habitat kemiskinan yang terjadi di masyarakat lebih lagi terhadap perempuan. Sistem ekonomi kapitalis dan politik demokrasi yang gagal telah memicu munculnya sindikat
perdagangan bayi internasional yang terkait dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kemiskinan struktural yang dihasilkan telah memicu berbagai bentuk kejahatan, termasuk perdagangan bayi. Dalam kondisi kemiskinan, nilai-nilai kemanusiaan dan fitrah ibu dapat terkikis, sehingga beberapa perempuan terpaksa menjadi pelaku perdagangan bayi demi mendapatkan kondisi finansial yang lebih baik.
Kemiskinan kerap memicu kejahatan, termasuk yang melibatkan perempuan, sehingga mengancam perlindungan anak bahkan sejak dalam kandungan. Sistem yang diterapkan saat ini menjadi pelaku utama dalam berbagai masalah. Selain itu, maraknya kejahatan dengan berbagai modus juga dikaitkan dengan minimnya peran agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan, beberapa kasus menunjukkan bahwa aparatur negara turut terlibat dalam kejahatan, seperti kasus perdagangan bayi yang melibatkan pegawai pemerintah.
Dalam perspektif Islam, perempuan memiliki kedudukan yang mulia dan peran penting dalam mendidik generasi. Namun, sistem kapitalisme seringkali menghalangi perempuan untuk menjalankan peran ini karena tekanan kemiskinan. Oleh karena itu, negara perlu mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang menghalangi perempuan menjalankan perannya sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Dengan demikian, perempuan dapat menjalankan tugasnya sebagai "madrasatu ula" (sekolah pertama) bagi anak-anaknya dengan lebih efektif.
Negara perlu mengentaskan kemiskinan agar para ibu dapat menjalankan peranannya dengan baik. Dalam sistem yang ideal yakni Khilafah berlandaskan Al-Qur'an dan As-sunah, negara akan memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi ibu dan anak dengan menetapkan kebijakan yang mendukung pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Selain itu, negara juga bertanggung jawab mendidik masyarakat secara komunal agar menjadi individu yang taat dan beriman, sehingga menciptakan lingkungan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dengan pemahaman ini, orang tua akan menyadari bahwa anak adalah amanah dan aset berharga yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Dalam Islam, hak anak meliputi pengasuhan dan pendidikan berdasarkan akidah Islam, tempat tinggal yang layak, serta perhatian pada kesehatan dan gizi mereka. Daulah Islam memiliki mekanisme aturan dalam menjaga rakyatnya. Pertama, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang layak, serta menciptakan lapangan kerja untuk para ayah atau laki-laki agar mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Kedua, negara akan melaksanakan pendidikan yang bersistemkan Islam dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Ketiga, negara memberikan kesehatan yang gratis, selanjutnya, negara menerapkan aturan dan pengawasan terhadap media massa baik melalui internet maupun majalah dengan tujuan agar tidak terjadi wahana kriminalitas di masyarakat. Serta Khilafah juga akan memberikan hukuman yang sangat menjerakan terhadap pelaku dan menjadi pencegah terhadap orang lain, agar tidak melakukan kejahatan yang sama atau kriminal lainnya.