Aceh Barat Daya (Abdya) adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki potensi besar dari berbagai aspek: kekayaan sumber daya alam, budaya lokal yang kuat, serta posisi strategis di kawasan pantai barat selatan. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah menggagas visi “Arah Baru Abdya Maju” sebagai arah pembangunan daerah yang diharapkan dapat mengangkat kesejahteraan rakyat. Namun, pertanyaan mendasar muncul: sejauh mana visi itu telah diterjemahkan menjadi kebijakan dan tindakan nyata? Apakah arah baru itu sudah benar-benar terasa manfaatnya, ataukah hanya menjadi semboyan yang dikumandangkan dalam pidato dan baliho semata?
Jika kita amati secara kritis, banyak pekerjaan rumah pemerintah Abdya yang harus segera diselesaikan agar arah baru itu tidak berhenti pada retorika. Salah satu masalah yang paling nyata adalah kurangnya pemerataan pembangunan infrastruktur. Hingga kini, banyak desa di wilayah pedalaman Abdya yang masih kesulitan menikmati akses jalan yang layak. Jalan-jalan rusak, jembatan yang rawan ambruk, dan irigasi yang tidak terurus menjadi pemandangan sehari-hari di sejumlah wilayah. Padahal, infrastruktur adalah kunci utama untuk menggerakkan roda ekonomi rakyat, terutama para petani yang menjadi tulang punggung perekonomian Abdya.
Kritik berikutnya adalah pengelolaan anggaran dan program pembangunan yang sering tidak tepat sasaran. Setiap tahun, pemerintah daerah menerima dana yang tidak sedikit, termasuk dana otonomi khusus (otsus) yang seharusnya digunakan untuk percepatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sayangnya, realisasi di lapangan sering kali mengecewakan. Banyak program yang tidak jelas dampaknya, bahkan tak jarang proyek-proyek pemerintah hanya berujung pada pembangunan fisik yang tidak berdaya guna. Belum lagi kasus-kasus penyalahgunaan anggaran yang mencoreng citra pemerintahan daerah. Masyarakat sering kali tidak mendapatkan informasi yang transparan tentang bagaimana anggaran daerah digunakan dan apa hasilnya bagi mereka.
Pemerintah Abdya juga patut dikritik atas kurangnya inovasi dalam mengembangkan potensi daerah. Kabupaten ini memiliki kekayaan laut yang luar biasa, hamparan sawah yang subur, serta potensi wisata alam yang indah. Namun, sektor perikanan masih dikelola secara tradisional tanpa sentuhan teknologi modern yang dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Pariwisata pun belum dikelola secara serius, sehingga potensi destinasi wisata yang dimiliki Abdya belum mampu mendatangkan manfaat ekonomi yang signifikan. Padahal, jika pemerintah mau melakukan terobosan dengan melibatkan swasta dan komunitas lokal, sektor-sektor ini dapat menjadi motor baru perekonomian daerah.
Persoalan lainnya adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang masih jauh dari kata optimal. Kualitas pendidikan di Abdya masih dihadapkan pada berbagai masalah klasik: kekurangan guru berkualitas, sarana prasarana sekolah yang tidak memadai, serta rendahnya akses pendidikan bagi masyarakat miskin. Hal serupa juga terjadi di sektor kesehatan, di mana banyak masyarakat yang belum mendapatkan layanan kesehatan yang layak, terutama di daerah terpencil. Tanpa SDM yang unggul, bagaimana mungkin Abdya bisa maju dan bersaing dengan kabupaten-kabupaten lain?
Lebih jauh, pemerintah Abdya juga perlu dikritik atas minimnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sering kali, program-program yang direncanakan tidak melibatkan aspirasi dan kebutuhan nyata rakyat di tingkat bawah. Akibatnya, banyak kebijakan yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan dan tidak menjawab masalah pokok masyarakat. Padahal, arah baru Abdya maju seharusnya dibangun dengan semangat kebersamaan, di mana masyarakat menjadi subjek utama pembangunan, bukan sekadar objek penerima program.
Sebagai penulis, kritik ini disampaikan bukan untuk menjatuhkan pemerintah Abdya, tetapi sebagai bentuk kepedulian agar pemerintah daerah segera melakukan evaluasi diri. Arah baru Abdya maju hanya akan menjadi kenyataan jika dibarengi dengan langkah nyata: memperbaiki tata kelola pemerintahan, mengutamakan program yang benar-benar pro-rakyat, mendorong inovasi pembangunan, serta melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan. Tanpa itu semua, visi Abdya maju akan tetap menjadi mimpi kosong yang tidak pernah terwujud. Kini saatnya pemerintah menunjukkan komitmen nyata agar seluruh rakyat Abdya dapat merasakan hasil pembangunan secara adil dan merata.
Penulis adalah Amirudin, mahasiswa dan pemerhati isu sosial dan lingkungan