Oleh: Leha (Pemerhati Sosial)
Sebanyak 1,8 kilogram lebih sabu-sabu dan 40,70 gram ganja dimusnahkan Polres Berau, Kamis (10/7/2025) pagi. Barang bukti itu merupakan hasil pengungkapan 12 kasus selama Maret hingga Mei 2025. Dari rentetan kasus tersebut, polisi juga berhasil mengamankan 14 orang tersangka.
Wakapolres Berau, Kompol Donny Dwi Ja Romansa, mengatakan, pemusnahan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk nyata komitmen Polri dalam memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya. (Sumber Berau Terkini.co.id 10/07/2025)
Upaya memberantas narkoba dengan tuntas hingga akarnya sepertinya makin berat karena kasus narkoba dari tahun ke tahun tidak ada habisnya. Setidaknya beberapa alasan berikut menjadi faktor penyebab narkoba sulit diberantas.
Pertama, narkoba sebagai barang bisnis dan negara kita merupakan salah satu negara target utama dan pasar bisnis narkoba. Sistem ekonomi kapitalistme yang diadopsi saat ini berbasis pada mekanisme produksi. Artinya selama suatu produk masih ada yang menginginkannya, proses produksi terhadap produk tersebut akan terus dilakukan selama masih menghasilkan keuntungan. Konsep ini pula yang terjadi dalam kasus narkoba tidak peduli barang tersebut terlarang atau haram.
Kedua, sekularisme selaku akidah yang menjadikan tujuan hidup hanya berorientasi pada materi, mendorong perilaku gaya hidup hedonistik, konsumtif dan liberal. Gaya hidup ini membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja, termasuk mencari materi dan kesenangan melalui jalan yang salah dengan menjadi pengguna, pengedar, bahkan produsen barang haram. Padahal tindakan tersebut adalah sebuah kemaksiatan.
Ketiga, penegakan hukum yang lemah tidak memberikan efek jera pada pengguna narkoba. Banyaknya lapas yang kelebihan kapasitas dan penjara kerap menjadi tempat transaksi narkoba. Para bandar narkoba leluasa melakukan transaksi dengan menyuap aparat penegak hukum. Meski aparat sudah berupaya memberantas peredaran narkoba, sanksi hukum yang lemah belum efektif mencegah tindak kejahatan narkoba. Selain itu, sanksi hukuman mati masih menjadi perdebatan dari aspek HAM.
Berbeda dengan Islam. Islam memandang bahwa narkoba sebagai barang haram berdasarkan hadist dengan sanad sahih dari Ummu Salamah ra. bahwa Rasulullah Saw telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir) (HR Ahmad, Abu Dawud no. 3686). Yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah al-Fuqaha`, hlm. 342).
Untuk itu Islam memiliki mekanisme pencegahan dan penindakan yang menyeluruh terhadap tindak pidana kejahatan, termasuk narkoba. Pada aspek pencegahan, Islam akan melakukan mekanisme berikut. Pertama, edukasi fundamental dengan membina ketakwaan individu dan masyarakat. Salah satu upaya mewujudkannya adalah penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem ini akan membentuk kesadaran individu untuk taat kepada Allah Taala. Ketika iman yang kuat sudah terbentuk, seseorang akan menjauhi segala perbuatan yang dilarang oleh Allah, termasuk konsumsi narkoba dan peredarannya.
Kedua, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan mengaktifkan peran masyarakat sebagai moral force dan social control dalam mencegah perbuatan kriminal. Ketika ada indikasi perbuatan individu yang melanggar Islam, masyarakat bisa langsung mengadukan dan melaporkannya ke pihak berwenang setelah sebelumnya menasihati atau mengingatkan individu tersebut. Selain itu, standar nilai yang berlaku adalah halal-haram, bukan menurut pandangan manusia. Alhasil, masyarakat memiliki kesamaan pandangan dalam menilai perbuatan seseorang.
Ketiga, negara memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, semisal sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Bahkan, hak layanan pendidikan dan kesehatan dapat diberikan secara gratis. Tidak dapat dimungkiri, faktor ekonomi kadang kala menjadi sebab maraknya kasus narkoba. Jika negara bisa memberikan jaminan kesejahteraan hidup, besar kemungkinan angka kejahatan akan berkurang. Begitu juga dengan lapangan kerja yang tersedia, negara tidak akan membiarkan rakyat berbisnis dengan barang-barang yang diharamkan. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang halal dan berkeadilan.
Adapun dalam aspek penindakan Islam memang mengakui adanya rehabilitasi bagi pengguna, tetapi bukan berarti para pengguna bebas dari sanksi pidana. Sanksi dalam Islam bersifat zawajir (Efek Jera) dan Jawabir (Penebus dosa). Negara akan menerapkan sanksi berupa hukum Islam yang memberikan efek jera bagi pelaku dan pelajaran berharga bagi siapa saja yang memiliki niat atau keinginan berbuat kriminal.
Sistem Islam mengatur sanksi dalam penyalahgunaan narkoba adalah takzir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi (hakim). Sanksi takzir bisa berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang lama. Takzir bagi pengguna narkoba akan berbeda dengan pengedar atau bahkan pemilik pabrik. Takzir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati (Shiddiq al-Jawi Hukum Seputar Narkoba dalam Fikih Islam).
Dengan demikian, Islam memandang narkoba (apa pun bentuk dan jenisnya serta mendatangkan keuntungan atau tidak) sebagai barang haram yang terlarang untuk diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi. Pemberantasan narkoba akan berjalan efektif dan tuntas jika sistem Islam kafah diberlakukan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Tidak ada sistem hukum paling efektif selain sistem sanksi Islam yang menjerakan bagi pelaku kejahatan. Wallahu alam bishawab.